Pasalnya sang dosen tadi memperoleh gelar doktornya dengan terlebih dulu menulis disertasi (melakukan riset) tentang penyakit tembakau yang menjadi andalan Kota Jember pada masa itu.Â
Pada masa itu sang dosen menjadi satu-satunya doktor nematoda yang ada di Indonesia dan diakui dunia. Pinter dan jenius memang, sayangnya ketika mempresentasikan materi kuliah banyak diantara teman-teman mahasiswa yang kurang bisa memahami isinya.Â
Ini yang salah dosennya karena keliru cara (strategi) mengajarnya atau mahasiswanya yang memang daya tangkapnya kurang alias (maaf) IQ jongkok.Â
Anggap saja sejelek-jeleknya mahasiswa itu kelompok kaum muda yang kritis dan intelek (pinter). Berarti yang perlu dikritisi di sini ialah sang dosen yang jenius tadi.Â
Seorang dosen yang dalam hal ini bertindak sebagai presenter (presentator) tidak perlu menunjukkan dirinya brilliant dan jenius melalui apa yang dipresentasikan (dipaparkan) menggunakan bahasa (kalimat) secara berlebihan (njlimet).Â
Orang awampun, apalagi kaum mahasiswa akan tahu kok, seberapa bagus (efektif dan efisien) seorang dosen dalam menyampaikan presentasinya.Â
Tak ubahnya seorang penyanyi handal yang akan melantunkan sebuah lagu. Menyanyi saja dengan santai dan wajar. Tak perlu menggunakan power yang berlebihan (powerfull) dengan maksud ingin dinilai orang sebagai penyanyi handal.Â
Toh dengan menyanyi secara wajar dan santai para penonton sudah tahu kok kalau sang penyanyi tadi memang handal dan bersuara merdu.Â
Begitu pula dengan seorang dosen yang akan mempresentasikan materi kuliah. Gunakan saja bahasa, kalimat atau istilah yang lugas (sederhana), bernas (berisi) dan renyah (mudah dicerna dan dipahami).Â
Toh yang diinginkan dalam proses presentasi adalah memahami (mengerti) materi yang disampaikan. Untuk maksud jangka panjangnya, bisa mengubah perilaku audien ke arah yang lebih baik.Â
Apa artinya seorang presenter yang brilliant dan jenius bila audiennya masih dibuat bertanya-tanya karena tidak memahami materi presentasi.