Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jembatan Sawunggaling Jadi Ikon Keren di "Kota Buaya"

22 Juni 2021   11:47 Diperbarui: 22 Juni 2021   16:44 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah ilustrasi, kawasan pipa air Wonokromo depan TIJ pada malam hari sebelum dilakukan pembangunan Jembatan Sawunggaling Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Tidak berlebihan bila Surabaya dijuluki sebagai kota metropolitan kedua setelah Jakarta pasalnya kota yang menjadi tempat insiden 10 November 1945 itu memang dari segi kegemerlapan tidak kalah dengan Jakarta sebagai ibu kota negara. 

Belum lama ini Surabaya menambah satu lagi koleksi fasilitas publik yang berupa jembatan keren di kawasan Wonokromo. Keberadaan jembatan yang diberi nama Jembatan Sawunggaling itu semakin mempercantik kota berlambang ikan sura (hiu) dan buaya itu. 

Asal kata Sawunggaling

Kata Sawunggaling diadopsi dari nama seorang tokoh atau pahlawan rakyat Surabaya di masa lalu. 

Menurut catatan sejarah, Raden Sawunggaling merupakan adipati Surabaya yang berani melawan Belanda. 

Beliau hidup pada kurun waktu antara tahun 1600-1700 an. Kini kompleks makam beliau banyak diziarahi orang.

Baca juga : Keren, Pintu Air Anti Banjir Warisan Tentara Tar-tar 

Sawunggaling seorang pahlawan yang unik. Nama asli beliau sebenarnya Joko Berek. Sedangkan Sawunggaling sendiri sebenarnya merupakan nama ayam jantan (jago) beliau. Sabung (mengadu) ayam jago menjadi kegemaran beliau sejak masih muda. 

Konon berkat kegemarannya bermain adu ayam jago itulah yang mengantarkan beliau bertemu dengan Tumenggung Jayengrono atau ada yang menyebutnya Jengrana (baca Jengrono), seorang adipati pertama Surabaya yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri. 

Jembatan Sawunggaling menghubungkan frontage road sisi barat Jalan Raya Wonokromo, dengan Jalan Gunungsari Surabaya. 

Baca juga : Gaya Arsitektur Pintu Air Jagir pada Malam Hari

Kabarnya nih, jembatan ini dibangun dengan maksud untuk mengurai kemacetan lalu lintas di kawasan Jalan Raya Wonokromo yang selama ini kurang lancar. 

Selain itu juga sebagai objek wisata murmer bagi warga dan Arek-arek Surabaya dan sekitarnya. Disamping sebagai upaya dalam meningkatkan dinamika (pertumbuhan) ekonomi melalui Terminal Intermoda Joyoboyo dan Kebun Binatang Surabaya. 

Mereka yang melaju dari arah Jalan Raya Wonokromo dan hendak menuju Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) dan kawasan Jalan Gunungsari bisa langsung lewat jembatan ini. 

Tentang Jembatan Sawunggaling 

Jembatan Sawunggaling diresmikan penggunaannya pada tanggal 1 Mei 2021 yang baru lalu. Jembatan ini dibangun atas prakarsa Walikota Surabaya, Tri Risma Harini yang menjabat periode 2016 sampai 2020. 

Duluu.., sebagian warga Surabaya dan mungkin juga daerah-daerah di sekitarnya sempat memberikan stigma negatif pada kawasan Wonokromo ini.  

Cerita mistis tentang keberadaan siluman buaya putih dan Mbah Kalap di Pintu Air Jagir dan Kali Jagir Wonokromo Surabaya. 

Baca juga : Pintu Air Jagir di Malam Hari, Memesona

Terminal angkutan perkotaan Joyoboyo (sebelum dibangun TIJ) yang dikenal banyak korak (preman) nya. Pasar Wonokromo (sebelum dibangun Darmo Trade Centre) yang identik dengan aksi para pencopet yang siap mengintai. 

Di dalam area Stasiun Kereta Api Wonokromo yang sebelum pembaruan manajemen dan digitalisasi, banyak berdiri warung remang-remang. 

Roda zaman berputar, dengan semakin gencarnya pencerahan kini  semuanya sudah berubah menjadi lebih baik. 

Baca juga : Mencuci Mata di Taman Pinggir Kali Jagir

Sebagai ikon baru kawasan Wonokromo dan Surabaya pada umumnya, tentu saja keberadaan jembatan ini menimbulkan euforia tersendiri bagi sebagian warga Surabaya dan sekitarnya. 

Pada malam hari, Jembatan Sawunggaling kelihatan keren banget. Tata lampu berwarna-warni menjadi daya tarik tersendiri. 

View Jembatan Sawunggaling dan kawasan sekitarnya dilihat dari ketinggian tertentu menggunakan drone (tribunnews.com)
View Jembatan Sawunggaling dan kawasan sekitarnya dilihat dari ketinggian tertentu menggunakan drone (tribunnews.com)
Ditambah lagi air mancur lengkap dengan lampu hiasnya, wow ciamik banget suasana malam di kawasan ini. Apalagi bila disaksikan dari ketinggian dengan menggunakan drone. 

Dilansir dari tribunnews.com, Jembatan Sawunggaling memiliki panjang 136 meter yang menghubungkan ruas frontage Wonokromo dengan Jalan Gunung Sari Surabaya. Sedangkan untuk lebar jembatan 17 meter dengan lebar badan jalan 7 meter. 

Struktur utama pada bentang di atas sungai menggunakan beton precast (pra cetak) berupa voided slab (girder yang berbentuk persegi panjang dengan rongga di dalamnyadalamnya) yang terbagi dalam 3 bentang, yakni 24 meter, 18 meter dan 16 meter. 

Baca juga : Hal-hal yang Bisa Dilakukan saat Menunggu di Stasiun Wonokromo

Sedangkan pada bentang di atas tanah, menggunakan full slab. Untuk bangunan pelengkap, pilon (penahan beban utama) jembatan dengan tinggi sekitar 20 meter dilengkapi dengan tangga untuk naik ke mezanin (lantai bangunan di tingkat tertentu). 

Lingkungan sekitar Jembatan Sawunggaling dilengkapi pula dengan big tree lamp (pohon lampu) dengan tinggi 6 meter yang dapat menyala berwarna-warni lengkap dengan running textnya.  

Pengunjung Jembatan Sawunggaling juga akan menemukan air mancur menari (fountain dancing) yang bergerak seirama dengan lagu yang diputar. Sedangkan railing (sandaran) jembatan menggunakan kaca (tempered glass) yang terlebih dulu ditempeli stiker dan lampu hias. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun