Beberapa tahun lalu saya berkesempatan mengunjungi Candi Borobudur di Muntilan, Magelang-Jawa Tengah. Mungkin seperti pengunjung Borobudur pada umumnya, sebenarnya tak banyak yang kami ketahui tentang candi bercorak Budha itu selain hanya menjadikannya sebagai objek wisata sejarah paling menarik di Indonesia.Â
Paling yang saya saksikan ketika itu berkeliling mengitari candi, naik-turun trap tangga yang ada, mencari spot foto (view) yang menarik di antara susunan bebatuan dan stupa candi serta pastinya berselfie ria.Â
Setelah seharian berkutat dengan candi sudah pasti badan terasa lelah. Lha wong candi segitu besarnya, keringat mengucur deras membasahi badan dan nafaspun ngos-ngosan.
Begitu sampai di rumah, memeriksa kembali hasil jepretan kamera saat di lokasi. Menghitung berapa banyak file foto yang dihasilkan. Selain itu tidak ada lagi yang didapatkan, selesai sudah.Â
Sebagai warga biasa (awam), yang memang punya ketertarikan terhadap sejarah purbakala, sebut saja arkeolog gadungan jiahahaha, sebagai pembanding setidaknya saya pernah mengunjungi banyak candi warisan Kerajaan Majapahit yang tersebar di Jawa Timur. Atau biasa disebut Candi Jawa Timuran.Â
Selain tercatat dalam serat (kitab) Pararaton, jejak perjalanan Kerajaan Majapahit, silsilah (nama) raja-raja, sistem pemerintahan dan warisan (tinggalan) kerajaan yang berupa bangunan candi direkam dalam sebuah kitab kuno (kakawin) bernama Negarakertagama (Nagarakretagama) karangan Mpu Prapanca pada sekitar tahun 1365.Â
Di dalam Kitab Negara Kertagama juga menerangkan secara implisit tentang bangunan suci budha (wihara) di Budur yang merujuk pada Candi Borobudur itu.Â
Filosofi teras berundakÂ
Candi Borobudur merupakan mandala besar dan rumit, berukuran 123 x 123 meter persegi. Tinggi Borobudur 35 meter (aslinya 42 meter, termasuk chattra = menara).Â
Terdapat 100 talang berbentuk patung ikan berkepala gajah sebagai saluran air, 72 stupa berlubang. Sebanyak 1460 relief di antaranya bercerita tentang kisah budha, sisanya sekadar relief dekoratif. Selain itu, terdapat 504 arca budha yang terletak dalam 432 relung.Â
Kamadhatu, merupakan trap paling bawah yang berarti manusia dikuasai oleh nafsu dan terikat kepada hukum karma.Â
Rupadhatu, merupakan trap tengah yang artinya manusia telah bebas dari nafsu tapi masih terikat nama dan rupa.Â
Candi Borobudur dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada sekitar tahun 824 Masehi. Kabarnya nih perlu waktu sekitar setengah abad lebih (55-60 tahun) untuk merampungkan mahakarya Candi Borobudur itu.Â
Setelah terkubur sekian lama, Candi Borobudur ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles (Raffles) pada tahun 1814.Â
Trie Utami dan kawan-kawan menggaungkan Sound of BorobudurÂ
Candi Borobudur merupakan candi budha terbesar di Indonesia sekaligus menjadi mahakarya jenius dan kreatif Bangsa Indonesia di abad ke-8 yang sangat menakjubkan.Â
Borobudur ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai benda budaya peninggalan masa lampau atau situs warisan dunia tahun 1991.Â
Sebagai anak bangsa kita patut berbangga hati donk karena kita memiliki Borobudur yang sempat disebut-sebut sebagai salah satu dari tujuh (7) keajaiban dunia.Â
Sebagian orang mungkin sudah mengetahui secara mendalam tentang Candi Borobudur namun sebagian orang lagi mungkin hanya tahu Borobudur sebatas sebagai objek wisata yang berupa tumpukan bebatuan andesit purba sebagai peninggalan nenek moyang.Â
Asal tahu saja kalau Raja Samaratungga dan arsitek Gunadarma merupakan salah satu contoh manusia kreatif dan jenius di sekitar abad ke-8 maka Trie Utami dan timnya boleh jadi merupakan salah satu contoh sosok manusia jenius dan kreatif di era digital seperti sekarang ini.Â
Setelah Trie Utami dan timnya meneliti lebih dalam, dari sekitar 2672 pahatan relief yang tersebar di berbagai dinding candi (mulai dari Karmawibhangga, Gandawyuha, Avadana Jataka dan Lalita Vistara) terdapat 226 relief yang menggambarkan alat musik dan 45 relief ansambel (kelompok/grup musik). Â
Ajaibnya lagi gambar alat-alat musik yang terpahat di panil (pigura) dinding Candi Borobudur sudah mencerminkan beragam jenis alat musik mulai dari jenis alat musik yang ditiup (aerophone), alat musik yang dipetik (cordophone), alat musik yang dipukul (idiophone) dan alat musik yang bermembran (membranophone).Â
Setelah meneliti dan mengamati dengan seksama, Trie Utami dan timnya akhirnya menemukan 45 jenis alat musik yang hingga saat ini masih digunakan di berbagai pelosok tanah air (34 provinsi).Â
Dan sungguh menakjubkan, beragam jenis alat musik yang terpahat di dinding Candi Borobudur itu juga ditemukan dan masih digunakan di hampir 40 negara di dunia.Â
Hal itu menunjukkan bahwa panil-panil yang berisi relief alat musik yang terpahat di berbagai permukaan dinding batu menjadi bukti yang tak terbantahkan bahwa sudah sejak lama Borobudur pusat musik dunia.Â
Trie Utami dan timnya ingin berbuat lebih banyak dengan merekonstruksi gambar-gambar alat musik yang terpahat di relief-relief candi lalu menggaungkan Borobudur melalui orkestra Sound of Borobudur yang melibatkan 30-40 musisi handal Indonesia lengkap dengan 195 instrumen musik.Â
Borobudur bukan sekadar tempat wisataÂ
Dalam catatannya Trie Utami mengatakan, Borobudur merupakan bukti tak terbantahkan bahwa ia bukan sekadar monumen yang berisi tumpukan batu (benda) mati yang minim fungsi dan hanya dieksploitir untuk kepentingan wisata.Â
Bahwa keberagaman dan kebhinekaan, hubungan harmonis antar suku bangsa dan tata cipta rasa budaya telah menjadi bagian dari kehidupan nenek moyang Bangsa Indonesia.Â
Sosialisasi lebih masifÂ
Bila Trie Utami dan timnya berjuang dengan menggaungkan Borobudur di mata bangsa dan dunia melalui kelompok orkestra Sound of Borobudur maka bagaimana bila diupayakan cara lain seperti menyosialisasikan Borobudur secara lebih masif.Â
Peran pemandu wisata Borobudur mungkin perlu ditingkatkan skilnya. Pemandu wisata (guide) kadang kurang memiliki pengetahuan (informasi) yang memadai tentang Borobudur itu sendiri. Penguasaan bahasa asing juga perlu. Jumlah guide mungkin juga perlu ditambah.Â
Pengelola Borobudur perlu mencetak buku khusus yang berisi informasi yang cukup mendalam tentang Candi Borobudur termasuk mengulas ribuan relief yang terpahat di dinding candi. Karena sejatinya relief-relief itu sebagian masih menjadi misteri yang belum terkuak.Â
Mungkin brosur sudah ada. Tapi seperti kita ketahui bersama, brosur hanya berisi informasi yang ringkas kurang menyeluruh dan mendalam seperti kalau diberikan buku.Â
Borobudur merupakan aset bangsa dan negara yang amat berharga. Pengelola Borobudur bisa saja memanfaatkan stasiun televisi baik pemerintah maupun swasta untuk lebih sering mengekspose tayangan Borobudur terutama tentang beragam informasi yang tersirat di balik relief-relief candi yang jumlahnya ribuan itu. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H