Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menggaungkan Borobudur Tak Hanya Lewat Musik, Coba Sosialisasi Lebih Masif Lewat Buku Murah

11 Mei 2021   20:37 Diperbarui: 11 Mei 2021   20:48 1827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sedang beribadah (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Beberapa tahun lalu saya berkesempatan mengunjungi Candi Borobudur di Muntilan, Magelang-Jawa Tengah. Mungkin seperti pengunjung Borobudur pada umumnya, sebenarnya tak banyak yang kami ketahui tentang candi bercorak Budha itu selain hanya menjadikannya sebagai objek wisata sejarah paling menarik di Indonesia. 

Paling yang saya saksikan ketika itu berkeliling mengitari candi, naik-turun trap tangga yang ada, mencari spot foto (view) yang menarik di antara susunan bebatuan dan stupa candi serta pastinya berselfie ria. 

Setelah seharian berkutat dengan candi sudah pasti badan terasa lelah. Lha wong candi segitu besarnya, keringat mengucur deras membasahi badan dan nafaspun ngos-ngosan.

Begitu sampai di rumah, memeriksa kembali hasil jepretan kamera saat di lokasi. Menghitung berapa banyak file foto yang dihasilkan. Selain itu tidak ada lagi yang didapatkan, selesai sudah. 

Relief lainnya, saya juga tidak tahu bercerita tentang apa relief tersebut (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Relief lainnya, saya juga tidak tahu bercerita tentang apa relief tersebut (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sayang sekali, bila kita sudah jauh-jauh datang ke sana, merogoh kocek cukup dalam dan menguras tenaga ternyata tidak banyak yang kita dapatkan, selain hanya berfotoria serta mendapatkan informasi tentang candi yang sangat minim. 

Sebagai warga biasa (awam), yang memang punya ketertarikan terhadap sejarah purbakala, sebut saja arkeolog gadungan jiahahaha, sebagai pembanding setidaknya saya pernah mengunjungi banyak candi warisan Kerajaan Majapahit yang tersebar di Jawa Timur. Atau biasa disebut Candi Jawa Timuran. 

Selain tercatat dalam serat (kitab) Pararaton, jejak perjalanan Kerajaan Majapahit, silsilah (nama) raja-raja, sistem pemerintahan dan warisan (tinggalan) kerajaan yang berupa bangunan candi direkam dalam sebuah kitab kuno (kakawin) bernama Negarakertagama (Nagarakretagama) karangan Mpu Prapanca pada sekitar tahun 1365. 

Di dalam Kitab Negara Kertagama juga menerangkan secara implisit tentang bangunan suci budha (wihara) di Budur yang merujuk pada Candi Borobudur itu. 

Filosofi teras berundak 

Candi Borobudur merupakan mandala besar dan rumit, berukuran 123 x 123 meter persegi. Tinggi Borobudur 35 meter (aslinya 42 meter, termasuk chattra = menara). 

Terdapat 100 talang berbentuk patung ikan berkepala gajah sebagai saluran air, 72 stupa berlubang. Sebanyak 1460 relief di antaranya bercerita tentang kisah budha, sisanya sekadar relief dekoratif. Selain itu, terdapat 504 arca budha yang terletak dalam 432 relung. 

Dokumentasi Mawan Sidarta
Dokumentasi Mawan Sidarta
Sekadar untuk di ketahui, trap-trap tangga (teras berundak) Candi Borobudur berdasarkan kosmologi budha terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu : 

Kamadhatu, merupakan trap paling bawah yang berarti manusia dikuasai oleh nafsu dan terikat kepada hukum karma. 

Rupadhatu, merupakan trap tengah yang artinya manusia telah bebas dari nafsu tapi masih terikat nama dan rupa. 

Stupa berlubang (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Stupa berlubang (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Serta Arupadhatu, trap paling atas yang berarti manusia telah sempurna dan memasuki alam tiada. 

Candi Borobudur dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada sekitar tahun 824 Masehi. Kabarnya nih perlu waktu sekitar setengah abad lebih (55-60 tahun) untuk merampungkan mahakarya Candi Borobudur itu. 

Setelah terkubur sekian lama, Candi Borobudur ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles (Raffles) pada tahun 1814. 

Trie Utami dan kawan-kawan menggaungkan Sound of Borobudur 

Candi Borobudur merupakan candi budha terbesar di Indonesia sekaligus menjadi mahakarya jenius dan kreatif Bangsa Indonesia di abad ke-8 yang sangat menakjubkan. 

Borobudur ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai benda budaya peninggalan masa lampau atau situs warisan dunia tahun 1991. 

Mendekati stupa utama (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Mendekati stupa utama (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Tak berlebihan kiranya bila pemerintah Indonesia menjadikan Candi Borobudur sebagai salah satu Wonderful Indonesia di mata internasional. 

Sebagai anak bangsa kita patut berbangga hati donk karena kita memiliki Borobudur yang sempat disebut-sebut sebagai salah satu dari tujuh (7) keajaiban dunia. 

Sebagian orang mungkin sudah mengetahui secara mendalam tentang Candi Borobudur namun sebagian orang lagi mungkin hanya tahu Borobudur sebatas sebagai objek wisata yang berupa tumpukan bebatuan andesit purba sebagai peninggalan nenek moyang. 

Gerbang masuk Selamat Datang (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Gerbang masuk Selamat Datang (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Nah ditangan kreatif Trie Utami dan timnya (Purwacaraka, Dewa Budjana dan kawan-kawan) serta di bawah naungan Yayasan Padma Sada Svargantara lahirlah sebuah gerakan yang mencoba mengeksplor secara lebih mendalam tentang relief-relief yang terpahat di dinding Candi Borobudur. 

Asal tahu saja kalau Raja Samaratungga dan arsitek Gunadarma merupakan salah satu contoh manusia kreatif dan jenius di sekitar abad ke-8 maka Trie Utami dan timnya boleh jadi merupakan salah satu contoh sosok manusia jenius dan kreatif di era digital seperti sekarang ini. 

Setelah Trie Utami dan timnya meneliti lebih dalam, dari sekitar 2672 pahatan relief yang tersebar di berbagai dinding candi (mulai dari Karmawibhangga, Gandawyuha, Avadana Jataka dan Lalita Vistara) terdapat 226 relief yang menggambarkan alat musik dan 45 relief ansambel (kelompok/grup musik).  

Ajaibnya lagi gambar alat-alat musik yang terpahat di panil (pigura) dinding Candi Borobudur sudah mencerminkan beragam jenis alat musik mulai dari jenis alat musik yang ditiup (aerophone), alat musik yang dipetik (cordophone), alat musik yang dipukul (idiophone) dan alat musik yang bermembran (membranophone). 

Setelah meneliti dan mengamati dengan seksama, Trie Utami dan timnya akhirnya menemukan 45 jenis alat musik yang hingga saat ini masih digunakan di berbagai pelosok tanah air (34 provinsi). 

Dan sungguh menakjubkan, beragam jenis alat musik yang terpahat di dinding Candi Borobudur itu juga ditemukan dan masih digunakan di hampir 40 negara di dunia. 

Hal itu menunjukkan bahwa panil-panil yang berisi relief alat musik yang terpahat di berbagai permukaan dinding batu menjadi bukti yang tak terbantahkan bahwa sudah sejak lama Borobudur pusat musik dunia. 

Trie Utami dan timnya ingin berbuat lebih banyak dengan merekonstruksi gambar-gambar alat musik yang terpahat di relief-relief candi lalu menggaungkan Borobudur melalui orkestra Sound of Borobudur yang melibatkan 30-40 musisi handal Indonesia lengkap dengan 195 instrumen musik. 

Borobudur bukan sekadar tempat wisata 

Dalam catatannya Trie Utami mengatakan, Borobudur merupakan bukti tak terbantahkan bahwa ia bukan sekadar monumen yang berisi tumpukan batu (benda) mati yang minim fungsi dan hanya dieksploitir untuk kepentingan wisata. 

Borobudur, Wonderful Indonesia (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Borobudur, Wonderful Indonesia (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Lebih dari itu, bila ditinjau dari berbagai perspektif keilmuan, ia adalah perpustakaan besar sebagai sumber ilmu pengetahuan yang sangat potensial dan fungsional bagi umat manusia, khususnya untuk Bangsa Indonesia. 

Mengabadikan Borobudur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Mengabadikan Borobudur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Borobudur ibarat sebuah buku kehidupan yang siap dibuka, dibaca, dipelajari, dipahami dan sangat mungkin untuk diwujudkan kembali. 

Bahwa keberagaman dan kebhinekaan, hubungan harmonis antar suku bangsa dan tata cipta rasa budaya telah menjadi bagian dari kehidupan nenek moyang Bangsa Indonesia. 

Sosialisasi lebih masif 

Bila Trie Utami dan timnya berjuang dengan menggaungkan Borobudur di mata bangsa dan dunia melalui kelompok orkestra Sound of Borobudur maka bagaimana bila diupayakan cara lain seperti menyosialisasikan Borobudur secara lebih masif. 

Stupa-stupa (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Stupa-stupa (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sejujurnya, saya pribadi belum tahu perkembangan terkini dari Borobudur. Apalagi belakangan pandemi masih merebak. 

Peran pemandu wisata Borobudur mungkin perlu ditingkatkan skilnya. Pemandu wisata (guide) kadang kurang memiliki pengetahuan (informasi) yang memadai tentang Borobudur itu sendiri. Penguasaan bahasa asing juga perlu. Jumlah guide mungkin juga perlu ditambah. 

Pengelola Borobudur perlu mencetak buku khusus yang berisi informasi yang cukup mendalam tentang Candi Borobudur termasuk mengulas ribuan relief yang terpahat di dinding candi. Karena sejatinya relief-relief itu sebagian masih menjadi misteri yang belum terkuak. 

Sedang beribadah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sedang beribadah (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Pengunjung (turis) diwajibkan membeli buku itu dengan harga terjangkau. Bila perlu dijadikan satu dengan harga tiket masuk Candi Borobudur. 

Mungkin brosur sudah ada. Tapi seperti kita ketahui bersama, brosur hanya berisi informasi yang ringkas kurang menyeluruh dan mendalam seperti kalau diberikan buku. 

Borobudur merupakan aset bangsa dan negara yang amat berharga. Pengelola Borobudur bisa saja memanfaatkan stasiun televisi baik pemerintah maupun swasta untuk lebih sering mengekspose tayangan Borobudur terutama tentang beragam informasi yang tersirat di balik relief-relief candi yang jumlahnya ribuan itu.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun