Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Beberapa Masjid Warisan Sunan Ampel yang Diyakini Mustajabah

30 April 2021   16:41 Diperbarui: 30 April 2021   16:58 3237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Rahmat Surabaya dicanangkan sebagai bangunan cagar budaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Seorang muslim yang berniat untuk mengerjakan sholat atau bermunajat (berdoa) bisa melakukannya di mana saja dan kapan saja. Maksudnya, sholat dan berdoa tidak memandang tempat dan waktu. 

Tapi mengapa sebagian muslim ada yang berkeyakinan bahwa berdoa di tempat-tempat dan waktu-waktu tertentu maka doanya akan makbul (lebih cepat terkabul) ketimbang bila dilakukan di sembarang tempat dan waktu. 

Bagian dalam (interior) Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bagian dalam (interior) Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sebagai contoh, mendirikan sholat, bermunajat dan beramal sholeh lainnya yang dilakukan di Masjidil Haram (Mekah) maka pahalanya akan diganjar atau ditingkatkan Allah 100.000 kali. 

Sementara bila beribadah di Masjid Nabawi (Madinah) maka pahalanya akan ditingkatkan 1000 kali, sedangkan di Masjidil Aqsa, pahalanya ditingkatkan 500 kali. 

Mengerjakan sholat dalam Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Mengerjakan sholat dalam Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Demikian pula dengan waktu berdoa. Sebagian muslim juga meyakini bahwa bermunajat yang mustajabah dilakukan pada sepertiga malam terakhir, yakni sekitar pukul 02.30 (jam setengah tiga dini hari). Atau berdoa pada hari Jumat dan saat hujan turun. 

Bagi sebagian umat Islam yang ada di Indonesia, khususnya yang di Jawa Timur mungkin juga berkeyakinan bahwa masjid-masjid warisan sunan (wali) dan makam para aulia merupakan tempat yang mustajabah untuk mendirikan sholat dan bermunajat. 

Masjid warisan Sunan Ampel 

Jawa Timur dikenal sebagai daerah dimana banyak kita jumpai masjid-masjid warisan wali dan makam para aulia. 

Ada yang menyebutnya sebagai "gudang"nya wali. Kenyataannya memang ada lima wali (dalam wali sembilan) dan banyak pejuang Islam lainnya kita temukan di wilayah ini. 

Di kota pahlawan Surabaya, bisa kita temukan masjid dan pusara Sunan Ampel. Selain itu juga ada pusara sunan-sunan lainnya yang tidak termasuk golongan "Wali Songo" yaitu Sunan Bungkul mertua Sunan Giri dan Sunan Boto Putih. 

Di kota pudak Gresik, bisa kita temukan masjid dan pusara Sunan Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Sunan Giri (Raden Paku). 

Sementara itu di Lamongan bisa kita temukan pusara Sunan Drajat dan di Tuban ada pusara Sunan Bonang. 

Sunan Ampel yang bernama lain Raden Ahmat Rahmatullah atau Raden Rahmat dikenal sebagai bapaknya para wali karena dari perkawinan beliau dengan dua istrinya (Dewi Condrowati dan Dewi Karimah versi lain Karomah) lahirlah para raja dan sunan, diantaranya Sunan Bonang dan Sunan Drajat. 

Masjid Rahmat 

Masjid Rahmat konon dulunya merupakan sebuah surau (langgar / mushola) kecil yang dibangun Sunan Ampel dalam semalam. 

Masyarakat sekitar kawasan Kembang Kuning tidak mengetahui keberadaan surau itu, tiba-tiba ada begitu saja sehingga dinamakan masjid tiban. 

Bagian dalam (interior) Masjid Rahmat Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bagian dalam (interior) Masjid Rahmat Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Dari tahun ke tahun surau yang dulunya terbuat dari bilik bambu akhirnya mengalami renovasi dan dijadikan masjid. Masjid Rahmat kecil berdiri sekitar tahun 1950 an sedangkan bangunan yang ada saat ini dibangun pada tahun 1963 dan berulang kali mengalami perbaikan hingga sekarang. 

Di dalam kompleks Masjid Rahmat terdapat pemancar (stasiun) radio bernama Radio Yasmara Surabaya yang biasa mengumandangkan adzan sebagai patokan masjid-masjid lain di Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya. 

Kusen dan daun pintu masjid dibuat dari kayu jati berkualitas bagus (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kusen dan daun pintu masjid dibuat dari kayu jati berkualitas bagus (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Masjid Rahmat terletak di kawasan Kembang Kuning atau yang sekarang bernama Jalan Chairil Anwar Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya mencanangkan masjid ini sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang. 

Bukti kekunoan atau benda-benda tertentu yang menjadi peninggalan Sunan Ampel nyaris tidak ditemukan di dalam kompleks Masjid Rahmat Surabaya. 

Masjid Rahmat Surabaya dicanangkan sebagai bangunan cagar budaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Masjid Rahmat Surabaya dicanangkan sebagai bangunan cagar budaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Tidak jauh dari lokasi masjid terdapat pusara Ki Kembang Kuning atau Ki Ageng Wiroseroyo yang merupakan mertua Sunan Ampel. 

Gaya arsitektur Masjid Rahmat sepintas terlihat biasa. Di dalam masjid (interior) terdapat pilar-pilar beton berukuran besar dan merupakan bangunan baru. Daun pintu dan kusen terbuat dari kayu jati berkualitas bagus. 

Masjid Jamik Peneleh 

Dalam perjalanan spiritualnya setelah bermukim di kawasan Kembang Kuning dan mendirikan masjid yang kemudian bernama Masjid Rahmat, Sunan Ampel melanjutkan perjalanan syiar Islamnya dan kemudian berhenti di suatu perkampungan yang kini bernama Kampung Peneleh Surabaya. 

Pilar-pilar (soko guru) di dalam Masjid Jamik Peneleh Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Pilar-pilar (soko guru) di dalam Masjid Jamik Peneleh Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sambil mensyiarkan Islam beliau mendirikan masjid yang kini bernama Masjid Jamik Peneleh. Untuk bisa sampai ke masjid ini pengunjung bisa melewati Peneleh gang VI atau VII. Masjid Jamik Peneleh diperkirakan dibangun Sunan Ampel pada sekitar tahun 1400 an. 

Pada tahun 1800 an masjid ini mengalami perbaikan oleh Pemerintah Belanda yang kala itu bercokol di Surabaya. Gaya arsitekturnya kabarnya mirip dengan Gedung Negara Grahadi yang ada di Jalan Gubernur Suryo Surabaya. 

Mihrab Masjid Jamik Peneleh Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Mihrab Masjid Jamik Peneleh Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Itu sebabnya mengapa Masjid Jamik Peneleh lebih memperlihatkan pesona dan kekunoannya ketimbang Masjid Rahmat. Interior dan eksterior masjid masih mempertahankan gaya arsitektur ala kolonial Belanda. 

Dalam masjid terdapat tiang-tiang (soko guru) dari kayu jati berkualitas, berukuran besar dan kokoh. Sementara bagian mihrabnya terlihat unik karena berbentuk silinder, menyerupai tandon air. 

Masjid Agung Sunan Ampel 

Rupanya perjalanan religi Sunan Ampel tidak berhenti sampai di kampung Peneleh saja. Beliau bersama para pengikutnya masih melanjutkan syiar Islam hingga berhenti dan menetap di sebuah perkampungan yang bernama Ampel Denta yang kini bernama kawasan Jalan KH. Mas Mansur. 

Interior Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Interior Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sampai pada akhirnya beliau mendirikan masjid yang kini bernama Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya. Masjid Ampel dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang sangat pesat. 

Sunan Ampel juga mendirikan pesantren dengan santri yang tersebar dari berbagai penjuru tanah air bahkan dari mancanegara juga ada. 

Tiang-tiang penyangga masjid berasal dari kayu jati bundar, kokoh dan berukuran sangat besar. Masih tetap dipertahankan seperti saat dibangun pertama kali oleh beliau dan pengikutnya. 

Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 masehi dan diperkirakan wafat pada tahun 1481. Pusara beliau berada di sebelah barat Masjid Agung Ampel. 

Lampu hias interior Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Lampu hias interior Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Tak ubahnya masjid-masjid warisan sunan dan makam para aulia (waliyullah) di daerah lain, beberapa masjid warisan Sunan Ampel tadi pada hari-hari tertentu seperti malam Jumat Legi, hari Jumat dan bulan suci Ramadan seperti sekarang ini banyak didatangi umat Islam dari berbagai daerah di Surabaya maupun luar Surabaya. 

Mungkin sebagian dari kaum muslim, termasuk saya pribadi menjadikan beberapa masjid warisan Sunan Ampel itu sebagai masjid favorit karena bernilai sejarah, gaya arsitekturnya sangat menawan dan kita berkeyakinan bahwa beberapa masjid tadi merupakan tempat yang mustajabah untuk sholat dan bermunajat kepada Allah SWT. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun