Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Kidung Jula-juli Suroboyoan" yang Bikin Kangen

15 Oktober 2018   11:50 Diperbarui: 16 Oktober 2018   04:55 4121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Busana remo (dok.pri)

Anda yang warga asli (kelahiran) Surabaya atau biasa disapa Arek Suroboyo dan warga Jawa Timur pada umumnya pasti tak asing lagi (familiar) dengan kesenian ludruk.

Nah, ludruk ini sebenarnya merupakan kesenian daerah (tradisional) yang kini mulai luntur popularitasnya, kalah bersaing dengan kesenian modern yang datangnya dari luar negeri yang nota bene lebih digandrungi anak muda zaman now.

Meski kurang populer untuk ukuran era sekarang ini namun kesenian ludruk tadi tak lantas menghilang begitu saja dari kancah kesenian tradisional Indonesia. 

Namanya juga kesenian tradisional, upaya sosialisasi dan promosi dilakukan hanya sebatas kalau ada acara-acara penting saja, misalnya ketika ada festival budaya, menyambut kedatangan tamu atau pimpinan negara lain. 

Kini stasiun radio dan TV yang acaranya menampilkan kesenian ludruk juga terbatas pada RRI dan TVRI Surabaya itupun frekuensinya sudah jarang, tidak seperti dulu lagi ketika belum banyak saingan stasiun TV dan radio swasta.

Ketika kesenian ludruk sudah mulai jarang terdengar di radio, terlihat di TV atau bahkan jarang ditampilkan di tengah-tengah masyarakat justru bagi sebagian penikmatnya tak terkecuali saya, menghadirkan rasa kangen tersendiri.

Saya cukup familiar dengan kesenian ludruk. Almarhum mbah dan juga bapak semasa hidupnya punya banyak koleksi kaset (waktu itu pakai pita, belum diproduksi dalam bentuk VCD atau DVD) ludrukan, terutama rekaman kaset milik Cak Kartolo Cs.

Asal tahu saja, Kartolo ini adalah seniman ludruk yang sangat terkenal di Surabaya dan daerah-daerah sekitarnya. Beliau dan seniman ludruk lainnya seperti Basman, Sapari, Ning Tini (Kastini) dan masih banyak lagi berhasil menelurkan karya seni berupa album rekaman kaset ludruk hingga 70 an album.

Cak Kartolo begitu panggilan akrabnya boleh dibilang menjadi dedengkotnya kesenian ludruk di Jawa Timur. Beliau sudah puluhan tahun menekuni kesenian ludruk, jadi sangat senior mungkin lebih pantas bila disebut sang maestro atau pujangga ludruk Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya. 

Sebenarnya ada beberapa nama seniman ludruk lainnya yang tak kalah kondangnya dengan Cak Kartolo seperti Cak Sidik Cs, Cak Kancil Cs (RRI Surabaya) dan grup-grup ludruk penerusnya seperti Cak Kirun Cs, Cak Supali Cs dan lainnya.

Ada beberapa hal yang biasanya ditampilkan dalam kesenian ludruk. Beberapa hal tadi dianggap sebagai pakemnya. Pertama, sebelum masuk ke cerita (lakon) biasanya dibuka dengan kesenian tari remo. Jadi harus ada pemain apakah itu laki atau perempuan yang ngremo dulu.

Setelah ngremo dengan gerakan yang dinamis dan gagah itu karena tarian remo sejatinya merupakan tarian seorang prajurit yang berjuang di medan laga, dilanjutkan dengan menyanyikan kidungan jula-juli (ngidung) yang liriknya kocak dan pastinya mengundang gelak tawa penonton yang menyaksikan.

Baru setelah ngremo dan ngidung dilanjutkan dengan cerita utama (lakon). Cerita ludruk bisa berupa cerita dengan latar belakang sejarah misalnya lakon Sawunggaling, Joko Berek dan lainnya atau juga lakon-lakon yang berkisar pada kehidupan sehari-hari yang terkesan simpel, lugas dan enak dinikmati.

Musik yang mengiringi pementasan ludruk juga khas dan dinamis. Selain gamelan, suara seruling terdengar cenderung melengking. Gendangpun ditabuh hingga suaranya terdengar menghentak-hentak.

Tanpa ngremo, ngidung jula-juli yang mengundang gelak tawa, lakon dan suara gamelan khas belum bisa dianggap kesenian ludruk. Meski kini pementasan kesenian ludruk dirasakan jarang alias kurang populer tak lantas para seniman penerusnya boleh dengan seenaknya merubah pakem.

Kangen mendengarkan kidung jula-juli

Busana remo (dok.pri)
Busana remo (dok.pri)
Ngidung jula-juli adalah melantunkan nyanyian (parikan / pantunan) menggunakan bahasa Jawa Timuran khususnya Suroboyoan dengan diiringi gamelan khas ludruk. Nyanyian yang dilantunkan bersifat lawakan (guyonan / dagelan). 

Di masa pendudukan Jepang di Surabaya, kala itu Cak Durasim dalam kidungannya yang berbunyi : "bekupon omahe doro, melok nippon tambah soro (pagupon rumahnya merpati, ikut Jepang tambah sengsara, red)" dianggap menyindir Jepang. Sebenarnya Jepang mungkin tak tahu menahu mengenai bahasa (arti) syair kidungan itu namun antek-antek Jepanglah yang membocorkan sehingga Cak Durasim harus rela mendekam dalam penjara (1).

Kidungan kala itu bisa menjadi alat perjuangan melawan penjajah. Di masa kemerdekaan syair-syair kidungan isinya murni dagelan. Nyaris tak pernah terdengar Kartolo Cs atau Sidik Cs ngidung dengan nada menyindir rezim yang berkuasa. Justru para seniman ludruk tadi sering tampil ke Negara Suriname untuk menghibur masyarakat keturunan Indonesia yang ada di sana.

Kidungan ludruk bukan hanya lucu (kocak) sehingga enak didengar. Syair-syairnya berisi tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, perihal sikap suami kepada istrinya, muda-mudi yang ingin menikah atau apa saja tentang keseharian yang dibawakan dengan enak dan pas serta berakhir dengan gelak tawa para penonton.

Mari kita perhatikan salah satu contoh penggalan kidungan Cak Kartolo di bawah ini : 

"Unyil-unyil Usrok nang kali dalane menggok. Basman ndelok arek wedhok mripate mentheleng irungi mekrok" (Unyil-unyil Usro pergi ke sungai jalannya berkelok, Basman melihat anak perempuan (cewek) matanya melotot hidungnya mengembang, red). 

Syair kidungan tadi berisi guyonan / dagelan (lawakan) yang nadanya mengejek Basman sebagai kawan Kartolo karena kalau melihat perempuan (cantik) ia menampakkan ekspresi mata melotot dan hidungnya berkembang.

Contoh lain penggalan syair kidungan Cak Kartolo, 

"Tuku wesi nang pasar loak molih awan nek liwat ndupak, wong saiki gak perduli wis anak-anak kepingin nggudo prawan sampek ketatap becak" (beli besi ke pasar loak pulang siang kalau lewat Jalan Dupak, orang sekarang nggak peduli sudah berkeluarga ingin menggoda gadis sampai tertabrak becak, red).

Syair kidungan di atas isinya mengejek (menyindir) lelaki yang sudah berkeluarga kok masih suka menggoda gadis hingga tertabrak becak.

Masih banyak lagi kidungan-kidungan yang bukan saja pas di telinga penikmatnya namun juga bikin gerr.

Kidungan ludruk mungkin dianggap sesuatu yang langka untuk zaman sekarang ini karena itu perlu dilindungi dan dilestarikan. Kidungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesenian tradisional ludruk. 

Kalau sebagai generasi muda kita getol menyaksikan gelaran stand up comedy yang ditayangkan di berbagai stasiun TV, pastinya juga ada waktu donk buat melihat ludruk beserta kidungan-kidungannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun