Selama ini saya atau mungkin sebagian warga Surabaya lainnya mengira kalau pejuang Islam atau waliyullah di daerah Surabaya itu hanyalah Sunan Ampel.Â
Jadi setiap kali menziarahi pusara kompleks Sunan Ampel melalui Jalan Sasak lewat Gang Ampel Suci, pikiran saya hanya tertuju di kawasan itu.Â
Belakangan saya baru tahu kalau di dekat kompleks pusara Sunan Ampel itu juga terdapat kompleks makam tua nan bersejarah lainnya dan itu saya jumpai ketika mengunjungi kawasan wisata religi Ampel dari jalan masuk lainnya, dalam hal ini melalui Jalan KH. Mas Mansyur (Gang Ampel Maghfur) yang berseberangan dengan Jalan Pegirian di mana kompleks makam tua yang saya maksud berada.
Sebelum masuk ke dalam kompleks makam, persis di sebelah kanan gerbang masuk terlihat langgar wakaf yang megah dengan arsitektur yang menarik. Langgar berukuran besar layaknya masjid itu berwarna coklat tua kemerahan dan bisa menjadi penanda kalau di situlah kompleks pusara para leluhur atau adipati surabaya berada.Â
Gerbang masuk makam bertuliskan Pesarean Agung Sentono Boto Putih (pesarean = peristirahatan terakhir, agung = megah, sentono = tempat, boto putih = batu bata berwarna putih) juga berwarna coklat tua kemerahan.Â
Pada salah satu sisi tembok gerbang kecil itu dipasang plat penanda kalau kompleks pusara itu masuk dalam daftar bangunan cagar budaya Kota Surabaya bersama ratusan bangunan cagar budaya lainnya.
Kompleks makam bersejarah Boto Putih di Jalan Pegirian 176 Surabaya terbagi menjadi 2 kelompok. Makam-makam yang ditempatkan di bagian depan dinamakan kanoman (anom = muda / generasi baru) yang merupakan anak-cucu keturunan Sunan Boto Putih. Sedangkan makam Sunan Boto Putih dan para leluhur lainnya masuk kelompok kesepuhan (sepuh = tua /generasi tua)
Kalau kita perhatikan, kompleks makam Boto Putih itu tidak hanya menjadi peristirahatan terakhir Sunan Boto Putih dan para adipati Surabaya serta keturunannya.Â
Adipati (bupati) Surabaya yang dikebumikan di kompleks makam Boto Putih yaitu Raden Ario Tjokronegoro IV dan V. Selain itu seorang habib bernama Al Habib Syekh bin Achmad Abdullah Bafaqih juga disemayamkan di kompleks makam itu.
Ada gapura makam yang cukup mengundang perhatian peziarah karena arsitekturnya yang unik, menarik dan kuno sekaligus terkesan mistis yaitu kuburan milik Mas Adipati / Kyai Tumenggung Panji Djoyodirono.
Para pengunjung bisa dengan leluasa memasuki area makam untuk berdoa atau membacakan yassin dan tahlil atau sekedar ziarah tabur bunga namun dilarang keras melakukan aksi vandalisme (perusakan) sehingga memusnahkan sebagian atau seluruh bagian makam yang bernilai sejarah itu.
Sejarah Sunan Boto PutihÂ
Pangeran Lanang Dangiran mendapatkan tempaan dari Kyai Kendil Wesi hingga tumbuh menjadi manusia dewasa yang mumpuni.
Kisah atau cerita tentang Sunan Boto Putih mungkin tak banyak diungkap dalam sejarah perkembangan Islam di Pulau Jawa. Pamornyapun tidak seperti wali songo (wali sembilan) khususnya Sunan Ampel.
Sebagian orang mengatakan kalau Sunan Boto Putih itu lebih sepuh (tua) ketimbang Sunan Ampel. Belum bisa diterima secara jelas pendapat itu mengingat sejarah mencatat kalau Sunan Ampel hidup pada sekitar abad ke-14, lebih dulu dari Sunan Boto Putih. Sedangkan Sunan Boto Putih sendiri tercatat wafat pada tahun 1638. Selisih waktunya mencapai dua ratus tahunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H