Sontak saja tangan Nyai Adem Ayem menjambret erat kedua tubuh mungil putranya.Â
Tanpa ba bi bu, Ki Badirul langsung saja menghampiri Nyai Adem Ayem dan menyatakan ingin mempersunting dirinya untuk dijadikan istri yang ke-7.Â
Kali ini Nyai Adem Ayem tak bisa menolak secara halus sebab Ki Badirul sudah mencoba secara paksa, menarik-narik tangan dan tubuhnya mencoba mengoyak kehormatan diri dan keluarganya.
Seketika itu dengan menggendong Gombal dan Gambul, Nyai Adem Ayem melompat tinggi meninggalkan Ki Badirul dan pengawalnya. Sang nyai terlihat komat-kamit membacakan doa-doa yang diajarkan gurunya. Tubuhnya terlihat ringan dan dengan mudahnya melayang ke angkasa bak bunga-bunga ilalang.
Ki Badirul dan anak buahnya tak mau kecolongan. Mereka merangsek dan memburu sang nyai.Â
Setelah meletakkan Gombal dan Gambul di tempat yang aman barulah mereka beradu kesaktian.
Ki Badirul sangat sombong dan membanggakan ajian bayu bajrah yang dahsyat dan dikenal mampu meluluhlantakkan apa saja yang ada di depannya. Sementara sangat nyai terlihat lebih tenang, mengatur nafas sambil membacakan doa dan ayat-ayat suci Al-Qur'an.Â
Pertempuran dahsyat tak terelakkan, keduanya saling serang dan ingin segera menyudahi pertempuran yang sengit itu dengan ajian andalan masing-masing. Warga Desa Kedunganyar yang menyaksikan perkelahian itu langsung saja menyelamatkan Gombal dan Gambul.Â
Para penduduk desa menitipkan Gombal dan Gambul kepada Kyai Sabar yang merupakan guru mengaji ibundanya.
Pertarungan semakin seru saja. Para pengawal Ki Badirul dengan pedang terhunus membabat kesana kemari, bernafsu sesegera mungkin ingin menghabisi Nyai Adem Ayem. Namun sang nyai sangat lincah dan tenang. Berkelit dan melompat ke sana sini menghindari sabetan pedang anak buah Ki Badirul.
Dalam pertarungan itu, Ki Badirul tewas terkena hantaman ajian syahadatain yang dilontarkan Nyai Adem Ayem sementara itu sang nyai sendiri terluka parah akibat pertempuran yang tak seimbang. Ia bertarung seorang diri, dikeroyok oleh Ki Badirul dan para centengnya.Â