Momen tradisi nyekar jelang Ramadan menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang bunga kuburan.Â
Kebetulan pusara kedua orang tua saya saling terpisah. Ibu dimakamkan di pekuburan Islam Wonoayu Sidoarjo, Jawa Timur. Sedangkan pusara bapak berada di pekuburan Tembok Gedhe Surabaya.
Saya mencoba mengamati para pedagang bunga di kedua kompleks pemakaman itu, rata-rata mereka itu ingin meraup keuntungan lebih banyak. Itu terlihat dari harga jual bunga yang cukup mahal.Â
Satu lagi tradisi jelang Ramadan yang diperkirakan sudah ada sejak jaman Wali Songo mensyiarkan Islam di Pulau Jawa yaitu tradisi megengan
Megengan merupakan ritual berdoa bersama dan setelah itu diikuti dengan acara bertukar kue atau makanan untuk selanjutnya dibagi-bagikan secara merata kepada para jama'ah masjid / mushola atau bahkan tetangga dekat rumah.
Kabarnya nih, tradisi megengan telah dikembangkan oleh Sunan Kalijaga ratusan tahun silam. Megengan merupakan penyempurnaan dari ritual sebelumnya, yakni penyerahan sesaji untuk arwah para leluhur (Ruwahan).Â
Setelah menerima pencerahan dari Sunan Kalijaga akhirnya umat Islam kala itu mengerti bahwa megengan merupakan upaya bagi-bagi makanan / minuman untuk sesama jamaah atau umat yang membutuhkan jadi bukan bagi-bagi makanan untuk para arwah.
Makanan untuk acara megengan biasanya menggunakan nasi kuning atau makanan-minuman untuk acara selamatan ditambah kue-kue.Â
Salah satu kue yang sengaja dibuat oleh para ibu rumah tangga untuk acara megengan ini ialah kue apem (apam). Saya sendiri tak tahu persis bagaimana ceritanya sehingga apem itu begitu mentradisi saat menyambut datangnya bulan suci Ramadan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H