Apa yang terlintas dipikiran kita ketika membicarakan mahluk (manusia) purba? Mungkin yang tergambar dalam angan kita antara lain adalah: sosok yang kekar, bentuk postur tubuh yang unik (aneh), tidak berbusana, wajah sepintas mirip simpanse (kera), hidup di dalam gua, mencari makan dengan cara berburu menggunakan tombak yang ujungnya dari batu runcing, hidup berpindah-pindah dan masih banyak lagi ciri-ciri yang menggambarkan manusia purba tadi.
Sebagian dari kita mengetahui manusia purba walau sedikit atau banyak itu setelah melihat film, membaca buku tentang mahluk purba atau bahkan tahu setelah mengunjungi museum.
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi Museum Tugu Pahlawan Surabaya, kebetulan saat itu sedang ada even pameran bersama yang dihadiri seluruh museum yang ada di berbagai daerah Indonesia.
Salah satu museum yang mengusik rasa penasaran saya ialah Museum Sangiran Sragen, Jawa Tengah, yang secara apik memajang replika manusia purba. Sayapun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfotoria dengan replika pendahulu kita itu.
Homo Erectus menduduki posisi yang sangat penting dalam proses evolusi manusia karena merupakan pendahulu manusia modern (Homo Sapiens).
Jejak-jejak Homo Erectus yang hidup pada masa 1,8 juta hingga 300 ribu tahun yang lalu dapat ditemukan di Afrika Timur (Ethiopia dan Tanzania), Asia (Indonesia, Cina dan India) dan Eropa (Perancis, Spanyol dan Jerman).
Berbeda dengan jenis sebelumnya yang hanya ditemukan di Afrika, sebaran geografis Homo Erectus menunjukkan kalau spesies ini mampu bermigrasi ke berbagai wilayah di dunia serta bisa beradaptasi dengan baik terhadap berbagai iklim pada Kala Plestosen (zaman perkembangan kulit bumi).
Aspek fisik tengkorak Homo Erectus lebih evolutif dibandingkan dengan pendahulunya. Volume otaknya kira-kira 1000 CC, lebih besar dari Homo Habilis yang cuma 650 CC.
Homo Habilis dicirikan dengan tulang kening yang sangat menonjol, dahi terlihat datar dan bangun tengkorak yang pendek serta memanjang ke belakang. Sementara itu, Homo Erectus bentuk fisiknya (tulang paha, pinggul dan tulang belakang) hampir serupa dengan Homo Sapiens (manusia modern).
Homo Erectus yang ditemukan di Pulau Jawa dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : jenis arkaik, tipik dan progresif.
Homo Erectus arkaik dicirikan dengan tubuh yang paling kekar, giginya sangat kuat dan lebih suka memakan tumbuhan ketimbang hewan. Contohnya antara lain : Meganthropus Paleojavanicus, Pithecanthropus Robustus dan Pithecanthropus  Mojokertensis.
Homo Erectus tipik (tipe klasik) dicirikan dengan bagian muka yang lebih ramping, dahi landai dan agak tonggos. Contohnya : temuan yang tersebar di Trinil, Sangiran, Patiayam dan Semedo.
Homo Erectus progresif adalah jenis yang paling maju, dicirikan dengan volume otak yang lebih besar, dahi agak meninggi dan tulang alis tidak terlalu menonjol. Contohnya : temuan yang tersebar di situs Ngandong, Sambungmacan dan Selopuro.
Setelah hidup dan menyebar selama lebih dari 1 juta tahun, Homo Erectus tiba-tiba menghilang dan punah dari bumi Asia dan Eropa. Hanya Homo Erectus yang hidup di Afrika saja yang mampu bertahan.Â
Banyak ahli menduga akibat perubahan lingkungan menyebabkan Homo Erectus tidak mampu bertahan atau berevolusi ke bentuk yang lebih maju.Â
Perubahan iklim telah menyempitkan habitat dan ruang gerak untuk beradaptasi dengan lingkungan savana, sementara penguasaan teknologi yang terbatas tidak memungkinkan mereka hidup di dalam hutan hujan tropis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H