"Yang nisannya runcing itu milik Joko Jumput, di sampingnya adalah nisan ibu angkatnya" terang Pak Nandar yang awal tahun 2017 lalu diangkat menjadi juru kunci.
Lebih lanjut bapak dengan 3 anak dan 2 cucu itu mengatakan kalau 2 makam lainnya adalah milik Dewi Ambarwati (sumber lain menyebutnya Purbowati) dan makam pengawal Joko Jumput.Â
Selain dipercaya warga sebagai juru kunci situs makam Joko Jumput, bapak kelahiran 68 tahun silam itu juga aktif di organisasi Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kelurahan Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan Surabaya.
"Kawasan Praban itu dulunya bernama Praban Kinco" ujar Pak Nandar menirukan cerita dari para leluhurnya.Â
Kata Praban berasal dari kata prabu yang artinya raja. Diperkirakan dulu Praban merupakan tempat kediaman para prabu (raja). Beberapa perkampungan (daerah) di sekitar Praban yang ditengarai dulunya merupakan sebuah kerajaan adalah Tumenggungan, Kepatihan dan Bubutan.
"Sejak kecil Joko Jumput dipelihara oleh perempuan janda peracik jamu yang dijuluki Mbok Rondo Praban Kinco" imbuh lelaki asli Praban yang kesehariannya membantu sang istri tercinta berjualan makanan itu.
Pada kurun waktu tertentu dikisahkan bahwa Joko Jumput melakukan pertarungan melawan para kesatria (raja) yang sakti. Joko Jumput selalu mengalami kekalahan. Sampai suatu ketika ia yang terluka parah itu meminta pertolongan sang ibu yang dikenal sebagai ahli pembuat jamu.Â
Luka parah yang diderita Joko Jumput tak lama kemudian sembuh kembali. Sang ibu kemudian membekali Joko Jumput dengan cemeti (cambuk) yang memiliki kesaktian tiada tara. Para kesatria dari kerajaan lain itupun bisa ditaklukkan hingga pada akhirnya berhasil mempersunting Dewi Ambarwati.
Diperkirakan kisah kepahlawanan Joko Jumput itu berlangsung pada kurun waktu 1600 sampai 1700 masehi, di mana kala itu Surabaya masih dibawah kekuasaan kolonialisme Belanda.