Pada 31 Maret 2013 untuk pertama kalinya saya mencoba mendatangi kompleks pekuburan kuno yang ada di Desa Leran, Manyar -- Gresik. Masih segar diingatan, sampai di sana menjelang maghrib, memang belum terlalu malam sih namun suasana mendung tebal dan sempat turun gerimis menjadikan lokasi pekuburan tampak lengang.
Tak terlihat seorang peziarah berada di sana. Malahan juru kunci yang sempat saya temui saat itu, yakni alm. H. Hasyim menyarankan agar saya segera pulang saja karena hujan sebentar lagi akan turun. Saya tak sempat melihat lebih jelas kuburan tua yang bentuknya sangat unik dan berbeda dari kuburan-kuburan tua yang pernah saya lihat sebelumnya itu.
Lima tahun kemudian, tepatnya tanggal 31 Januari 2018 secara tak dinyana saya berkesempatan lagi mendatangi kompleks pekuburan yang kini sebagian sudah direnovasi. Usai menyambangi keponakan yang rumah barunya berada tidak jauh dari kompleks pekuburan tua itu, saya beranikan diri menyusuri makam milik Siti Fatimah Binti Maimun dan kerabatnya itu. Kali ini saya bertemu dengan Muhaimin, putra juru kunci sebelumnya yang sudah tiada.
"Umure kuburan iki wis luwih soko sewu taun mas (usia makam ini sudah lebih dari seribu tahun mas, red)" terang Muhaimin saat menemani saya memasuki cungkup utama makam. Lima tahun lalu saya belum sempat melihat lebih dekat interior makam Siti Fatimah yang dari kejauhan bak piramid itu. Dalam kesempatan kali ini saya berhasil memasukinya. Wow...benar-benar sebuah pusara yang dirancang dengan gaya arsitektur yang sangat menawan. Rupanya arsitek zaman dulu sudah memiliki kemampuan mendesain sangat tinggi. Selain batu nisan Siti Fatimah, di dalam cungkup juga terdapat beberapa nisan yang diyakini merupakan pengikut setia (dayang) beliau.
Cungkup utama dibuat dari batu putih (kapur) berbentuk persegi, disusun sedemikian rupa menyerupai bangunan candi namun tanpa menggunakan bahan perekat, seperti yang kita saksikan pada bangunan masa kini. Konon bangunan cungkup ini sengaja didirikan oleh penguasa kala itu (non muslim) untuk menghormati Siti Fatimah Binti Maimun yang meninggal di usia belia akibat wabah penyakit yang menyerangnya dan sebagian penduduk Desa Leran.Â
Sang penguasa menaruh hati pada beliau namun tak kesampaian karena ajal telah menjemput Siti Fatimah. Di sekeliling cungkup terdapat lubang-lubang yang diperkirakan berfungsi sebagai lubang (ventilasi) keluar-masuknya udara dan cahaya. Namun pengelola makam tetap memasang lampu sebagai penerang bagi mereka yang berziarah.
Ada yang mengatakan kalau batu nisan asli milik Siti Fatimah itu sudah dipindahkan ke Museum Purbakala Trowulan, Mojokerto -- Jawa Timur, sedangkan yang terpasang di makamnya itu hanya replikanya saja.
Hingga saat ini polemik tentang sejarah Siti Fatimah Binti Maimun atau yang oleh masyarakat Jawa dinamakan juga Puteri Retno Suwari yang sesungguhnya masih belum terpecahkan. Asal-muasalnya saja masih menimbulkan pro dan kontra. Ada pendapat yang mengatakan kalau beliau berasal dari Persia (Iran). Pendapat lain mengatakan kalau Siti Fatimah berasal dari Kamboja. Bahkan ada pula yang menyebut Siti Fatimah masih keturunan bangsawan Melayu.