Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengagumi Gaya Arsitektur Makam Kuno Leran

15 Maret 2018   15:22 Diperbarui: 16 Maret 2018   05:27 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cungkup Siti Fatimah Binti Maimun (dok.pri)

Pada 31 Maret 2013 untuk pertama kalinya saya mencoba mendatangi kompleks pekuburan kuno yang ada di Desa Leran, Manyar -- Gresik. Masih segar diingatan, sampai di sana menjelang maghrib, memang belum terlalu malam sih namun suasana mendung tebal dan sempat turun gerimis menjadikan lokasi pekuburan tampak lengang.

Tak terlihat seorang peziarah berada di sana. Malahan juru kunci yang sempat saya temui saat itu, yakni alm. H. Hasyim menyarankan agar saya segera pulang saja karena hujan sebentar lagi akan turun. Saya tak sempat melihat lebih jelas kuburan tua yang bentuknya sangat unik dan berbeda dari kuburan-kuburan tua yang pernah saya lihat sebelumnya itu.

Lima tahun kemudian, tepatnya tanggal 31 Januari 2018 secara tak dinyana saya berkesempatan lagi mendatangi kompleks pekuburan yang kini sebagian sudah direnovasi. Usai menyambangi keponakan yang rumah barunya berada tidak jauh dari kompleks pekuburan tua itu, saya beranikan diri menyusuri makam milik Siti Fatimah Binti Maimun dan kerabatnya itu. Kali ini saya bertemu dengan Muhaimin, putra juru kunci sebelumnya yang sudah tiada.

Panorama cungkup Siti Fatimah 5 tahun silam (dok.pri)
Panorama cungkup Siti Fatimah 5 tahun silam (dok.pri)
Berjalan kaki menyusuri areal makam yang kini sudah ditembok keliling itu mengingatkan saya pada film berjudul A Walk Among The Tombstones he..he.., yang arti kamusnya kurang lebih "berjalan di antara batu-batu nisan". Film drama misteri yang dibintangi aktor Liam Neeson itu sama sekali tidak bercerita tentang bagaimana atraksi petualangannya melawan hantu jahat (iblis) yang bersemayam di kuburan tua (seperti arti judul film itu) melainkan lebih pada upaya dia dalam memberantas penjahat narkotika.

"Umure kuburan iki wis luwih soko sewu taun mas (usia makam ini sudah lebih dari seribu tahun mas, red)" terang Muhaimin saat menemani saya memasuki cungkup utama makam. Lima tahun lalu saya belum sempat melihat lebih dekat interior makam Siti Fatimah yang dari kejauhan bak piramid itu. Dalam kesempatan kali ini saya berhasil memasukinya. Wow...benar-benar sebuah pusara yang dirancang dengan gaya arsitektur yang sangat menawan. Rupanya arsitek zaman dulu sudah memiliki kemampuan mendesain sangat tinggi. Selain batu nisan Siti Fatimah, di dalam cungkup juga terdapat beberapa nisan yang diyakini merupakan pengikut setia (dayang) beliau.

Cungkup utama dibuat dari batu putih (kapur) berbentuk persegi, disusun sedemikian rupa menyerupai bangunan candi namun tanpa menggunakan bahan perekat, seperti yang kita saksikan pada bangunan masa kini. Konon bangunan cungkup ini sengaja didirikan oleh penguasa kala itu (non muslim) untuk menghormati Siti Fatimah Binti Maimun yang meninggal di usia belia akibat wabah penyakit yang menyerangnya dan sebagian penduduk Desa Leran. 

Sang penguasa menaruh hati pada beliau namun tak kesampaian karena ajal telah menjemput Siti Fatimah. Di sekeliling cungkup terdapat lubang-lubang yang diperkirakan berfungsi sebagai lubang (ventilasi) keluar-masuknya udara dan cahaya. Namun pengelola makam tetap memasang lampu sebagai penerang bagi mereka yang berziarah.

Interior cungkup makam Siti Fatimah (dok.pri)
Interior cungkup makam Siti Fatimah (dok.pri)
Semua batu nisan dalam cungkup utama dibalut kain berwarna putih, hanya makam Siti Fatimah saja yang dilengkapi rangka besi stainless. Masing-masing badan makam sudah dilapisi keramik yang sudah mulai menurun kondisinya. Sebagian keramik yang terpasang pada lantai dasar cungkup juga terlihat banyak yang rusak (pecah). Mungkin masih belum rezekinya kali ya, rasa penasaran saya untuk mendokumentasikan relief yang terpahat pada batu nisan asli milik Siti Fatimah hingga saat ini belum terwujud. 

Ada yang mengatakan kalau batu nisan asli milik Siti Fatimah itu sudah dipindahkan ke Museum Purbakala Trowulan, Mojokerto -- Jawa Timur, sedangkan yang terpasang di makamnya itu hanya replikanya saja.

Hingga saat ini polemik tentang sejarah Siti Fatimah Binti Maimun atau yang oleh masyarakat Jawa dinamakan juga Puteri Retno Suwari yang sesungguhnya masih belum terpecahkan. Asal-muasalnya saja masih menimbulkan pro dan kontra. Ada pendapat yang mengatakan kalau beliau berasal dari Persia (Iran). Pendapat lain mengatakan kalau Siti Fatimah berasal dari Kamboja. Bahkan ada pula yang menyebut Siti Fatimah masih keturunan bangsawan Melayu.

Peziarah yang berdoa di lokasi Makam Panjang, makam kerabat Siti Fatimah (dok.pri)
Peziarah yang berdoa di lokasi Makam Panjang, makam kerabat Siti Fatimah (dok.pri)
Kedatangan Siti Fatimah ke kawasan Desa Leran oleh sebagian orang dikait-kaitkan dengan sosok Maulana Malik Ibrahim atau yang berjuluk Sunan Gresik itu. Bahkan pendapat tadi menyebut Siti Fatimah masih keponakan sunan yang punya nama lain Kakek Bantal itu. Bila dicermati lebih dalam, tahun wafat yang terpahat di batu nisan Siti Fatimah berangka 1082 masehi, sudah ada sebelum Kerajaan Majapahit berdiri. Sedangkan Sunan Maulana Malik Ibrahim menyebarkan Islam pada kurun waktu 1300 -- 1400 masehi.

Terlepas dari pro dan kontra mengenai sejarah dan asal-usul Siti Fatimah Binti Maimun, toh Pemerintah Kota Gresik sudah mencanangkan kompleks makam itu sebagai bangunan cagar budaya yang bisa dikunjungi masyarakat luas. Tak sedikit umat Islam yang menziarahi pusara beliau. Para peziarah itu mungkin saja tak tahu-menahu soal sejarah panjang Siti Fatimah dan para sanak-kerabatnya namun mereka tetap ihlas mendoakan dengan membacakan Yassin dan Tahlil atau bacaan doa lainnya.

Secara pribadi sayapun tak begitu mempermasalahkan cerita sejarah dan asal-usul Siti Fatimah, karena bermunajad (berdoa) bisa dimana saja dan hanya kepada Allah sajalah kita memohon pertolongan. Meski demikian saya tetap mengagumi gaya arsitektur cungkup makam beliau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun