Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penderita "Rasmussen Ensefalitis" Dapat Terus Aktif dan Berkreasi Berkat Kayu Putih Aromaterapi

25 Desember 2017   23:02 Diperbarui: 26 Desember 2017   03:17 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membuat kerajinan dari kain flanel (dok.pri)

Masa Lalu Devi

Saya masih ingat betul ketika umur 3 tahun Devi mengalami panas demam cukup tinggi, mamanya sempat membawanya ke dokter langganan keluarga besar kami. Sang dokter yang kala itu sudah bergelar profesor akhirnya menyuntik Devi yang masih balita itu entah dengan obat apa dan berapa besar dosisnya kita semua tidak tahu. 

Beberapa puluh menit setelah penyuntikan, Devi tak sadarkan diri, kejang-kejang berat, dari mulutnya keluar busa, ia masih dalam gendongan mamanya, satu becak dengan istri saya yang menemani ke dokter sore itu dan becak masih berada di kawasan Pasar Kembang Surabaya, belum sampai ke kediaman kami di Banyu Urip Wetan Surabaya. 

Melihat gejala yang sangat tak wajar itu akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke tempat praktek Prof. S (mungkin sudah alm. kali ya) yang ada di kawasan Kedungsari, Surabaya.

Profesor S meletakkan keponakanku tersayang itu di atas bed khusus, badan mungil dan putih bersih itu masih kejang tak sadarkan diri, saya yang menyusul ke tempat praktek Profesor S. itu ikut larut dalam suasana sedih dan panik. 

Begitu iba dan trenyuh sekali melihat Devi yang punya nama lengkap Devi Rosemita Dayana itu kejet-kejet tak sadarkan diri. Profesor S meminta asistennya mengompres badan gadis malang yang lahir 6 September 1997 silam itu dengan bongkahan-bongkahan es batu. Bisa dibayangkan betapa dinginnya bongkahan es batu yang jumlahnya cukup banyak itu ketika menyentuh tubuh Devi yang mungil itu namun juga tak mampu meredam amukan kejangnya. 

Sambil bertanya ini-itu kepada mama Devi yang biasa saya sapa Ning Tatik (ning = mbak, red) tentang riwayat penyakit orang tua atau leluhur Devi, Profesor S menduga kalau Devi ada riwayat penyakit epilepsi.

Profesor S akhirnya memberikan rujukan ke Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Devi masih kejang dan dalam keadaan tak sadarkan diri (koma), kami keluarga besar hanya bisa berdoa, memohonkan kesembuhan Devi kepada Allah SWT. Para dokter di IRD Dr. Sutomo bekerja keras mencari penyebab timbulnya kejang yang dialami Devi serta bagaimana menyembuhkannya. 

Bahkan pernah suatu ketika tim dokter IRD itu mencoba mencari tahu penyebab kejang Devi dengan menganalisis cairan otaknya (biopsi) namun kami semua menolaknya.

Lima (5) jam setelah mengalami kejang (Jawa = kejet-kejet), kondisi devi membaik, kejangnya menjadi reda. Bayangkan.. kejang beberapa menit saja sudah sedemikian sakitnya apalagi sampai 5 jam, duh betapa sakitnya Ya Allah. Devi sudah tidak kejang lagi, tapi masih koma dan harus menjalani perawatan intensif di ICU (Intensif Care Unit) RSUD Dr. Sutomo. Tak lama kemudian Devi sadar dengan kondisi tubuh yang masih lemah.

Setelah awal-awal kesembuhannya, Devi masih harus rajin kontrol dan menjalani terapi karena akibat kejangnya itu tubuh sebelah kanan Devi menjadi tidak normal, Devi mengalami kelumpuhan badan sebelah kanan. Kata para dokter yang menangani Devi, dengan rajin terapi badan sebelah kanannya akan cepat pulih nantinya. 

Di luar dugaan, sungguh Tangan Allah pasti ikut terlibat di dalam kasus Devi ini, Alhamdulillah ia bisa bersekolah seperti layaknya anak-anak Sekolah Dasar (SD) lainnya meski maaf tangannya rada kurang sempurna (Jawa = kiting) dan berjalannya pun sambil terpincang-pincang. Devi bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan kata gurunya, wajar-wajar saja prestasinya. 

Saat menjalani proses belajar di SD itu orang tua Devi mulai jarang memeriksakan perkembangan kesehatan Devi. Sampai pada akhirnya kelas 6 SD, Devi mulai mengalami kejang-kejang lagi. Di sekolah, di tempat ia belajar mengaji bahkan di jalanan Devi sering kejang dan tersungkur di tanah, sungguh memilukan.

Saya sekeluarga berinisiatif merawat Devi sesuai dengan kemampuan kami. Tahun 2011 Devi mulai masuk RSUD Dr. Sutomo lagi. Entah sudah berapa kali suntikan cairan Diazepam masuk ke dalam pembuluh darahnya agar kejangnya reda. Devi mulai menjalani pemeriksaan lebih intensif lagi mulai foto ronsen otak (CT scan), MRI sampai EEG (Electro Ensefalo Grafi). 

Obat-obat anti kejang seperti luminal, carbamazepin, asam valfroat, fenobarbital dan terakhir phenytoin sodium (fenitoin) sudah pernah dicobanya. Pernah suatu ketika Devi mengalami intoksinasi / keracunan (Steven Johnson Syndrome) obat carbamazepin padahal sudah beberapa bulan mengonsumsi obat kejang itu namun dampaknya baru kelihatan setelah mengonsumsi  obat selama 6 bulan.

Fenitoin (kapsul merah) dan Kayu Putih Aromaterapi (dok.pri)
Fenitoin (kapsul merah) dan Kayu Putih Aromaterapi (dok.pri)
Akibat keracunan carbamazepin, kulit tubuhnya melepuh, bibirnya hancur. Akhirnya masuk rumah sakit lagi (RS. Soewandhi Surabaya) dan menjalani perawatan hingga pulih kembali. Beberapa kali sempat menjalani rawat inap (opname) di RSUD Dr. Sutomo, dokter ahli neurologi klinis (poli syaraf) mendiagnosis penyakit yang diderita Devi adalah epilepsy focal secondary akibat Rasmussen Encephalytis. 

Otak sebelah kiri Devi mengalami kerusakan (radang otak), membentuk parut-parut (Jawa = mengkeret) kemungkinan akibat terinfeksi virus atau bakteri bahkan mungkin saja mengalami kerusakan akibat obat yang disuntikan oleh Prof. S saat ia mengalami demam yang cukup tinggi di usia 3 tahun itu.

Tamat SD, Devi melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tak jauh dari tempat tinggal kami. Alhamdulillah meski agak tersendat-sendat, akhirnya lulus juga. Sedangkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) nya hanya sampai kelas 2 saja. Setiap kali menghadapi ujian di sekolah atau kelelahan tak lama setelah itu kejang Devi kambuh lagi. 

Kami memutuskan agar Devi berhenti sekolah saja dan mulai mengisi hari-harinya dengan belajar mengaji. Ketekunan Devi dalam belajar mengaji ternyata tidak sia-sia. Iapun berhasil menyelesaikan kursus guru mengaji tingkat dasar dan Insya Allah Bulan Januari 2018 mendatang akan mengikuti wisuda kelulusannya.

Terus Aktif dan Berkreasi Berkat Kayu Putih Aromaterapi

Devi kini semakin dewasa, tanggal 06 September 2017 yang lalu, usianya genap 20 tahun. Untuk istilah Zaman Now Devi termasuk Generasi Z karena lahir pada kurun waktu antara tahun 1995 sampai tahun 2000an. Alhamdulillah ia tumbuh menjadi gadis yang mandiri dan kreatif serta membiasakan diri memakai hijab. 

Namun Devi masih belum bisa lepas dari obat anti kejang fenitoin. Alhamdulillah kejangnya memang sudah semakin jarang terjadi, nyaris tak pernah kambuh. Resep obat terakhir dari pihak RSUD Dr. Sutomo yakni fenitoin 120 mg sebanyak 2 kali sehari, kini takaran (dosis) obatnya kami turunkan sendiri, kami coba fenitoin 100 mg sebanyak 2 kali sehari. 

Tak jarang kami sarankan minum fenitoin 100 mg sekali saja dalam sehari. Hal itu agar Devi terhindar dari efek buruk terlalu sering dan banyak minum obat. Kami berharap nantinya Devi menjadi normal (tidak kejang) dan sembuh total tanpa obat sama sekali, amien.

Rajin mengaji (dok.pri)
Rajin mengaji (dok.pri)
Membuat kerajinan dari kain flanel (dok.pri)
Membuat kerajinan dari kain flanel (dok.pri)
Selain membiasakan diri dengan berbagai aktivitas di rumah dan mengaji, Devi juga mengisi hari-harinya dengan belajar membuat kerajinan dari kain flanel. Untuk kegiatan ini sang istri tercintalah yang telaten mengajari dan berperan aktif. 

Meski dengan kondisi tangan yang belum sempurna namun semangat Devi dalam belajar membuat kerajinan dari kain flanel itu patut diacungi jempol. Sebagian hasil karya-karyanya diminati para tetangga, kawan-kawan sekolah ngajinya, sebagian lagi disimpan di rumah untuk koleksi pribadinya.

Sebagai keluarga terdekat yang biasa merawat Devi, kami tahu bahwa Devi tidak bisa bertahan terlalu lama dari sakit kejangnya (epilepsi) ketika pikirannya sedang tegang atau kelelahan setelah beraktivitas terlalu banyak. Biasanya setelah itu dia akan mengalami kejang. Atau pada saat menjelang menstruasi, kejangpun tak terelakkan. 

Obat anti kejang yang biasa ia minum sepertinya tak pernah terlambat karena fenitoin bisa kami dapatkan dengan harga yang terjangkau. Kadang kejang itu muncul di luar dugaan, meleset dari tanda-tanda yang biasa kami "titeni".

Mengurut tengkuk leher dengan kayu putih aromaterapi (dok.pri)
Mengurut tengkuk leher dengan kayu putih aromaterapi (dok.pri)
Istri saya tak jarang mengurut tengkuk leher / memijat punggung, perut, kaki atau bagian badan Devi lainnya dengan minyak KayuPutihAroma khususnya dengan minyak ekaliptus (oleum eucalyptus) varian aromatherapy lavender agar badan Devi merasa nyaman kembali. Setelah mengalami kejang biasanya sekujur badan Devi menjadi lemah dan nyeri, perut menjadi kaku dan bagian kepala terasa pusing. 

Penderita Epilepsi Rasmussen Ensefalitis seperti Devi memiliki kondisi badan yang cukup rentan terhadap masuknya penyakit lain karena imunitas tubuhnya tidak begitu kokoh. Tanpa harus mengalami kejangpun, Devi mudah terkena flu (batuk / pilek) atau mual dan sakit perut (mulas dan kembung).

Bermain atau bepergian selalu
Bermain atau bepergian selalu
Kalau telanjur terserang flu setelah meminum wedang jahe atau tablet influenza lainnya, Devi juga rajin menghirup minyak kayu putih ekaliptus. Dengan sebentar-sebentar menghirup bau khas minyak ekaliptus apalagi dipadu lavender fragrance, hidung tersumbat, ingus, dahak dan gejala flu yang dialami Devi menjadi reda. Bau khas ekaliptus ternyata dapat berfungsi sebagai dekongestan.

Kabarnya nih aroma lavender juga bermanfaat mengurangi rasa tertekan, emosi, stres, nyeri pada saat mengalami haid (menstruasi), sedang kalut (panik) atau bahkan seseorang yang sedang mengalami frustrasi. 

Aroma lavender pada minyak kayu putih ekaliptus bukan saja membantu memberikan efek segar setelah menghirupnya melainkan juga membantu meningkatkan rasa nyaman, lebih terbuka dan yakin, serta membantu meningkatkan keseimbangan dan ketenangan pada pemakainya.

Mual dan perut kembung seolah sudah menjadi penyakit tradisi bagi Devi, oleh sebab itu ia membiasakan diri membawa minyak ekaliptus kemanapun pergi, bila duduk santai ia menghirup baunya atau mengoleskan ke bagian perutnya. Ia kemudian merasa nyaman setelah itu.

Minyak kayu putih ekaliptus (aromatheraphy lavender) ternyata berpengaruh positif pada kondisi kesehatan Devi, minyak yang diproses dari tumbuhan bernama ilmiah Eucalyptus globules itu dapat membantu mengatasi (meredakan) rasa nyeri dan sakit kepala sebelum atau sesudah Devi mengalami kejang akibat epilepsi yang dideritanya. Devi dapat terus beraktivitas dan berkreasi seperti gadis normal lainnya tanpa harus terganggu dengan penyakitnya.

Sebagai informasi tambahan, minyak kayu putih ekaliptus juga memiliki beragam manfaat yang lain diantaranya sebagai bahan anti bakteri dalam membantu meredakan penyakit / infeksi yang menyerang saluran pernafasan seperti bronkitis, sinusitis dan asma. Mengatasi bau mulut dan karang (plak) gigi, menghangatkan badan, masuk angin dan gatal-gatal akibat gigitan serangga. 

Selain aroma lavender, di pasaran tersedia pula varian aroma mawar (rose fragrance) dan teh hijau (green tea fragrance). Aroma rose membantu mengatasi rasa cemas, depresi, bad mood dan stres. Sedangkan aroma green tea dapat membantu memperbaiki konsentrasi pikiran dan mengeluarkan dahak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun