Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengoleksi Prangko Bisa Menjadi Hiburan Saat Penat Kuliah

4 November 2017   21:37 Diperbarui: 5 November 2017   10:27 2030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa koleksi prangko asing (dok.pri)

Dunia surat-menyurat mungkin belakangan ini mulai menyurut. Masyarakat semakin jarang menggunakan sarana yang disediakan PT. Pos Indonesia khususnya dalam hal surat-menyurat itu. Kini orang enggan berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan surat karena terlalu ribet prosesnya.

Bertele-tele memang, seseorang harus menulis pesan atau ungkapan hati terlebih dulu ke dalam secarik kertas, lalu menempelkan prangko seharga yang ia inginkan di pojok kanan atas halaman depan sampul (amplop) surat. Kemudian harus bersusah-payah mendatangi kantor pos terdekat atau bus surat untuk memasukkan surat tadi dengan harapan agar suratnya bisa segera sampai dan dibaca oleh si penerima.

Teknologi berkomunikasi melalui handphone dan saluran  internet sudah semakin memasyarakat ditambah lagi hadirnya berbagai merk smartphone lengkap dengan aneka fitur dan aplikasi serta terjangkau harganya tentu akan lebih kekinian dan mudah diadaptasi oleh masyarakat modern. Kini orang bisa dengan mudah dan leluasa berbicara (berkomunikasi) langsung lewat handphone. 

Dengan saluran internet memungkinkan seseorang bisa ber-chating ria melalui sosmed (facebook, twitter, instagram, whatsapp dan lainnya) satu dengan lainnya secara real time. Tak heran bila surat-menyurat kini sudah dianggap tidak efektif lagi. Lalu bagaimana nasib PT. Pos Indonesia yang selama ini menangani urusan surat-menyurat, apakah merugi atau (maaf) bahkan bangkrut?  

Saya termasuk salah satu dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang sempat ngefans dengan dunia surat-menyurat itu terutama saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ketika kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Jember, Jember - Jawa Timur. Waktu di SMA, acara surat-menyuratnya masih belum seberapa. Saya masih bersekolah dan tinggal bersama orang tua di Surabaya. Namun semenjak saya aktif menulis di rubrik kronik pelajar harian sore (cetak) Surabaya Post, yang namanya surat dari sahabat pena itu saling berdatangan. 

Bahkan pernah suatu ketika seorang guru SMA menegur saya gegara banyak surat dari sahabat pena berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia dengan tujuan alamat sekolah saya. Padahal saya sebelumnya tidak mengenal mereka dan tidak pernah sekalipun memberitahukan alamat sekolah kepada mereka. Apakah hal itu karena mereka melihat profil saya di koran Surabaya Post hingga menjadikan saya ngetop he..he..

Lulus dari SMA, saya melanjutkan pendidikan ke Universitas Jember (Unej). Kali ini saya hidup merantau jauh dari orang tua. Saya harus ngekos dan makan dari warung ke warung sesuai selera dan pastinya uang yang tersedia. Orang tua terutama almarhumah ibu termasuk yang protektif. Ibu selalu menanyakan keadaan saya begitu pula sebaliknya. Saya kuliah di Unej mulai tahun 1989 dan lulus tahun 1994, kurang lebih 5 tahun saya kuliah di sana.

Alat penjepit prangko (pinset)(dok.pri)
Alat penjepit prangko (pinset)(dok.pri)
Sebulan ibu berkirim surat berperangko atau kilat khusus (tercatat) bisa 2 sampai 3 kali, minimal sekali dengan alamat tujuan rumah kos saya. Maklum waktu itu belum begitu populer handphone apalagi internet. Kebetulan pemilik rumah kos juga tidak menyediakan telepon atau handphone. Surat-menyuratlah yang menjadi sarana kami untuk berkomunikasi. 

Kadang di dalam surat itu juga disisipkan uang tambahan selain uang bulanan yang dikirim lewat wesel pos. Kalau ingat hal ini saya suka sedih, merasa sangat berdosa karena tidak bisa membalas budi baik kedua orang tua. Saya amat sangat terharu dengan perjuangan mereka. Kuliah itu sulit tapi masih lebih sulit perjuangan kedua orang tua dalam menguliahkan (menyekolahkan) anaknya hingga lulus.

Saya simpan dengan rapi semua surat dari ibu juga saudara-saudara kandung saya yang lain. Sudah bisa dibayangkan berapa jumlah surat berprangko dalam setahun yang saya terima dari ibu. Semua surat tetap tersimpan dalam amplopnya, sementara prangko saya lepas satu persatu kemudian dikumpulkan dalam sebuah album sederhana yang hingga kini masih saya simpan. Semua prangko dari surat-surat sahabat pena waktu SMA juga masih tersimpan dengan rapi. Saya juga meminta kepada ibu atau anggota keluarga lainnya untuk menyimpan semua prangko yang menempel pada setiap amplop surat yang saya kirimkan.

Hasrat untuk mengumpulkan (mengoleksi) prangko ini sebenarnya sudah mulai muncul waktu saya aktif surat-menyurat dengan teman-teman (sahabat pena) SMA.

Sebagian prangko koleksiku (dok.pri)
Sebagian prangko koleksiku (dok.pri)
Di sela-sela kegiatan perkuliahan saya juga aktif menjadi kolektor prangko atau istilah kerennya "filatelis". Ada seorang teman kos yang juga gemar mengumpulkan prangko, kami sering saling bertukar prangko untuk melengkapi koleksi yang ada. Semakin hari passion saya untuk berburu dan mengumpulkan prangko kian menggebu-gebu. Tak jarang saya mendatangi rumah kos teman-teman sesama fakultas atau kenalan dari fakultas lain hanya untuk meminta kesediaan mereka menyerahkan prangko yang menempel di surat-suratnya.

Kantor pengajaran fakultas yang selama ini menjadi jujugan datangnya surat para mahasiswa dari berbagai daerah juga menjadi ajang perburuan prangko, nah di situlah kadang saya mendapatkan prangko dari mahasiswa yang menerima surat kiriman orang tua atau bahkan teman-teman mereka yang kuliah dari daerah atau negara lain. Singkat kata, agar mendapatkan koleksi prangko yang lengkap saya harus proaktif, tidak sekedar menunggu surat dari orang tua saja.

Umumnya koleksi prangko saya merupakan prangko-prangko yang sudah terpakai (used), itu telihat dari stempel pos yang masih membekas. Kebanyakan berasal dari dalam negeri, sebagian lagi berasal dari luar negeri. Kadang kalau ada uang lebih saya juga membeli prangko baru tapi asli (mint) untuk melengkapi koleksi.

Beberapa koleksi prangko asing (dok.pri)
Beberapa koleksi prangko asing (dok.pri)
Khusus untuk prangko used memang gampang-gampang susah untuk melepaskan dari amplopnya. Setelah dikelontok (dilepas, red) dengan hati-hati bahkan bila perlu dipotong tapi jangan sampai merusak gerigi (perforasi) prangko kemudian merendamnya ke dalam air beberapa lama agar sisa lem atau kertas amplop yang menempel di bagian belakang prangko terkelupas. Selain itu agar prangko terlihat lebih bersih.

Prangko used yang sudah dibersihkan kemudian diletakkan di atas kertas isap agar sisa airnya mengering. Tidak perlu dijemur terkena sinar matahari langsung agar prangko tidak melengkung. Setelah kering, prangko bisa ditata rapi ke dalam album. Agar tidak rusak, sebaiknya saat menata atau menempatkan prangko ke dalam album menggunakan alat penjepit atau pinset.

Prangko asing (dok.pri)
Prangko asing (dok.pri)
Meski jumlah prangko yang saya koleksi tidak terlalu banyak namun bisa menjadi penghibur ketika pikiran penat menjalani perkuliahan. Dan yang terpenting dengan memandangi prangko-prangko itu saya jadi teringat kembali akan jasa-jasa almarhum-almarhumah kedua orang tua saya yang dengan ihlas berkirim kabar atau uang biaya kuliah sampai saya lulus menjadi sarjana. Semoga semua kesalahannya diampuni dan segala amal kebaikannya diterima Allah, amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun