Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Ayam" Kreasi Lampit yang Digandrungi Anak-anak

7 Maret 2017   13:16 Diperbarui: 8 Maret 2017   04:00 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klithok…klithok…klithok… terdengar suara khas dari sesuatu yang diputar-putar, benda yang menghasilkan bunyi unik itu tentu saja mengundang perhatian siapa saja yang ada di sepanjang jalan itu tak terkecuali saya. Benda itu hanyalah sebuah mainan anak-anak dan semua dari kita rata-rata sudah pernah melihatnya.

Dari kejauhan tampak seorang pria dengan tangan kanan sedang memegang stir sebelah kanan sepeda ontel yang bagian belakangnya penuh dengan Ayam-ayaman sementara tangan kirinya terlihat aktif memutar-mutarkan mainan yang menghasilkan bunyi khas itu. Mainan berbunyi khas tadi hanyalah alat bantu agar orang tertarik membeli ayam-ayaman.

Pak Lampit (dok.pri)
Pak Lampit (dok.pri)
Pak Lampit sudah 25 tahun berjualan ayam-ayaman. Bagi lelaki paruh baya kelahiran Lamongan 52 tahun silam itu, menjajakan ayam-ayaman sudah menjadi kesehariannya. Kehidupan keluarganya sangat tergantung dari hasil berjualan ayam-ayaman itu. Kadang ia sampai berhari-hari meninggalkan rumah dan keluarganya hanya untuk menjajakan ayam-ayaman dagangannya.

Nek wis payu kabeh lagek muleh mas (kalau sudah habis terjual baru pulang mas, red)” ungkapnya kepada saya siang kemarin (06/03). Pria yang sudah bercucu itu terbilang tangguh dan ulet dalam berjualan. Gaya berjualannya tidak pasif di rumah atau lapak tertentu melainkan berkeliling dari desa ke desa, bahkan tak jarang ia harus keluar Kota Lamongan untuk menghabiskan ayam-ayaman dagangannya.

Asal tahu saja, ayam-ayaman yang dijajakan Pak Lampit itu merupakan mainan untuk anak-anak yang terbuat dari daun pohon siwalan atau ada yang menyebutnya pohon lontar. Pohon siwalan banyak kita temukan di daerah-daerah yang berada di piggir pantai utara Pulau Jawa, seperti Kota Gresik, Lamongan, Tuban dan Rembang di Jawa Tengah.

Untuk sebuah ayam-ayaman ia jual dengan harga 5 ribu rupiah. Kadang bila dagangannya belum habis terjual, ia obral ayam-ayaman itu dengan harga 3 sampai 4 ribu rupiah perbijinya. “Sakno, arek-arek TK sangune gak akeh (kasihan, anak-anak TK uang sakunya tidak banyak, red)” ujarnya sambil melayani siswa-siswa TK yang tertarik dengan ayam-ayaman kreasinya.

Bila berhari-hari meninggalkan rumah dan keluarganya, ia sampai harus mbambung (seperti gelandangan, red) tidur di sembarang tempat, sering tidur di emperan toko, di masjid atau di mana saja yang penting dagangannya habis terjual dan ia kembali ke rumah dengan membawa uang untuk menafkahi keluarga tercinta. “Aku turune sak paran-paran (saya tidurnya di sembarang tempat, red) sambungnya memelas.

Mainan ayam-ayaman kreasi Lampit itu terlihat sangat unik bahkan sebagian anak-anak jaman sekarang dimana gaya hidup dan keseharian mereka sudah diwarnai gadget dan smartphones namun masih tetap saja melirik ayam-ayaman yang bersahaja itu.

Menurut Lampit untuk memproduksi ayam-ayaman modalnya juga tidak banyak. “Bondo satus ewu iso dadi sewu ayam-ayaman (modal seratus ribu bisa menghasilkan seribu ayam-ayaman, red)” jelentrehnya.

Sekedar diketahui, bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat ayam-ayaman antara lain : daun lontar, bambu, tali rafia dan pewarna (cat). Sepintas terlihat sangat mudah cara membuatnya, namun untuk bagian roda diperlukan ketelatenan ekstra untuk menganyamnya sebab ayam-ayaman itu dilengkapi roda agar bisa ditarik dengan tali rafia, seperti halnya mainan mobil-mobilan saja.

Mainan ayam-ayaman (dok.pri)
Mainan ayam-ayaman (dok.pri)
Kini ketika sebagian anak-anak Indonesia mulai berkiblat pada mainan modern nan canggih, bukan tidak mungkin ayam-ayaman kreasi Lampit akan mendapat saingan berat, perlahan-lahan akan tersisih dan akhirnya lenyap tergerus jaman. Sebagian anak-anak mungkin sudah emoh melihat mainan daerah (tradisional) yang sederhana namun sebenarnya penuh dengan nilai-nilai itu.

Di sini peran orang tua, guru dan masyarakat luas untuk mengajak dan mengenalkan kembali mainan tradisional bagi anak-anak jelas sangat diperlukan. Perjuangan Lampit berkeliling dari daerah ke daerah tak sebatas hanya untuk menafkahi keluarganya, iapun secara tak langsung juga turut mempromosikan dan melestarikan mainan tradisional.

Asyik juga jadi penjual ayam-ayaman (dok.pri)
Asyik juga jadi penjual ayam-ayaman (dok.pri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun