Bila Anda atau pengunjung Bromo lainnya yang kebetulan menggunakan kendaraan sepeda motor biasa (bebek) atau dari jenis matic sebenarnya tak terlalu menjadi masalah namun mengingat jalan menuju Bromo itu berliku, menanjak dan menurun akan lebih baik bila menggunakan sepeda motor yang dilengkapi kopling (persneling) saja atau kendaraan roda empat yang double gardan. Pada saat turun dari view point Penanjakan menuju kawah Bromo dan lautan pasir maka persneling pada sepeda motor Anda bisa berfungsi efektif sebagai engine brake selain rem yang ada. Rem pada roda depan dan belakang serta kopling akan membantu menghambat laju kendaraan.
Berbeda dengan motor matic yang hanya mengandalkan rem dalam menghambat laju kendaraan saat menuruni puncak Penanjakan. Tanjakan dan turunan serta jalan berliku tak jarang menyebabkan rem menjadi lebih cepat panas dan menimbulkan bau seperti benda terbakar (sangit). Dalam keadaan seperti itu boleh jadi rem menjadi tidak pakem lagi alias ngeblong.
Maka pengendara motor matic sebaiknya menghentikan perjalanan, beristirahat sejenak untuk memulihkan stamina sekaligus mendinginkan mesin dan rem. Sebaiknya tidak mengguyurkan air secara langsung ke area cakram rem atau tromol yang dalam keadaan panas itu sebab bisa mengakibatkan cakram menjadi bengkok atau malahan pecah akibat shockperubahan suhu. Pengendara cukup dengan mengusapkan kain lap basah pada bagian cakram atau tromol atau menunggu agak dingin dulu baru kemudian disiram air langsung.
Saat mengunjungi kawasan wisata Gunung Bromo, biasanya angan pengunjung hanya tertuju pada sunrise dan kawah aktif, sementara padang savana dan lautan pasir sering terlewatkan. Waktu lebih banyak dihabiskan hanya untuk menikmati sunrise dan kawah aktif selanjutnya mereka lebih memilih kembali ke penginapan atau langsung pulang ke rumah masing-masing.
Gunung Bromo dengan sudut-sudut cantiknya tak pernah bikin bosan orang yang memandangnya. Mulai sunrise dari view point Penanjakan, kawah aktif Bromo, Bukit Cinta, Simpang Dingklik, Savana Teletubies hingga lautan pasir Bromo, semuanya menjadi spot yang tak boleh terlewatkan begitu saja saat menjelajah kawasan Bromo. Lautan pasir oleh masyarakat setempat disebut juga dengan istilah “Segoro Wedhi”. Hamparan padang pasir ini bisa disaksikan bila Anda melanjutkan penyusuran ke sebelah timur Gunung Bromo. Pada musim hujan seperti sekarang ini, jalanan berpasir baik menuju kawah Bromo maupun Segoro Wedhi relatif lebih muda dilalui sebab strukturnya lebih mantap (padat dan keras) akibat guyuran air hujan yang terus-menerus.
Pada musim kemarau, tiupan angin yang kencang tak jarang menyebabkan mata Anda kelilipan akibat terkena debu Bromo atau serpihan pasir, untuk itu Anda perlu mengenakan pelindung kepala atau kaca mata. Berkendara di medan berpasir tak jarang menyebabkan kendaraan roda dua Anda mengalami selip bukan tidak mungkin Anda juga tergelincir dan akhirnya jatuh. Oleh karena itu sepeda motor sebaiknya menggunakan ban khusus untuk medan berpasir, seperti bentuk ban pada sepeda motor trail (Jawa = ban tahu) agar roda bisa lebih mencengkeram tanah berpasir yang ada.
Musim kemarau bukan saja menciptakan suasana gerah di kawasan Bromo, justru di saat itulah pengunjung bisa menyaksikan fenomena alam Bromo yang disebut dengan Pasir Berbisik. Terjangan angin kemarau di permukaan lautan pasir akan menyebabkan butir-butir pasir terangkat, bergesekan satu sama lain hingga menimbulkan suara khas. Fenomena alam berupa suara khas lautan pasir akibat tiupan angin kencang itulah yang dinamakan Pasir Berbisik. Pengunjung Bromo pasti akan dibuat penasaran dengan spot ini, yang ada hanyalah hamparan pasir yang sangat luas. Sementara itu, Gunung Bromo dengan gumpalan asapnya yang tebal juga Gunung Batok yang ada disampingnya menambah cantik panorama Pasir Berbisik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H