Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Munawar Mengais Rezeki dengan "Godam Thor"

13 Februari 2017   13:20 Diperbarui: 14 Februari 2017   09:25 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluar-masuk desa sendiri, dari desa sendiri menuju desa orang lain bahkan sampai keluar kota (kabupaten) sudah pernah dijalaninya, seolah sudah menjadi keseharian lelaki ini. Beliau adalah Pak Munawar, lekaki paruh baya asal kota pudak Gresik yang sehari-harinya bekerja sebagai pemburu besi. Entah sudah berapa ratus atau bahkan ribu tempat di Gresik dan sekitarnya yang sudah didatanginya.

Entah sudah berapa kwintal atau bahkan ton bilah besi yang sudah berhasil diburunya. Pria asal Dawar (baca = Ndawar), Mojokerto - Jatim, yang lahir 53 tahun silam itu hingga kini masih tetap eksis dengan profesinya yang unik itu. Munawar bukanlah pemburu besi seperti orang kebanyakan (pemulung/tukang rombeng) yang asal ambil besi bekas begitu saja. Besi yang diburunya merupakan besi beton esser yang terdapat pada balok cor bekas rumah, gedung, dan jembatan.

Kok soro emen nek nggolek wesine pak (kok susah sekali kalau cari besinya, Pak, red),” tanyaku membuka percakapan siang itu. Sambil mengusap keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, Munawar membalas, “Soale regane luwih larang, Dik (sebab harga jualnya lebih mahal, Dik, red)”. Bila diperhatikan, cara berburu besi yang dilakukan Munawar ini terbilang unik dan tak semua orang sanggup melakukannya. Ia harus terlebih dulu menghancurkan beton cor bekas rumah yang digusur atau gedung yang dirobohkan bahkan jembatan yang ambruk tak luput dari pengamatannya. Setelah beton coran semen berhasil dihancurkan, dari situ ia mulai mengambil bilah-bilah besi esser.

Ngasoh dulu setelah bekerja keras (dok.pri)
Ngasoh dulu setelah bekerja keras (dok.pri)
Sebelum menikmati hasil penjualan besi buruannya, terlebih dulu ia hancurkan balok-balok coran semen itu dengan palu godam (Jawa = bodem) yang beratnya 10 kilogram. Tentu saja itu bukan pekerjaan mudah. Palunya saja sudah cukup berat, ia harus mengerahkan segenap kekuatannya untuk menghantam balok cor dan mengayun-ayunkan palu andalannya yang sepintas mirip godam Thor itu he… he… .

Setelah kerangka besi esser terlepas dari coran semen, ia masukkan ke dalam ronjot (keranjang bambu besar, red) yang terpasang di bagian belakang sepeda motor bututnya. Bilah-bilah besi yang sudah terkumpul kemudian dijual kepada pengepul langganannya. Selanjutnya, pengepul menyetorkannya ke pabrik untuk diolah lagi menjadi barang-barang baru.

Menurut pengakuan Munawar, besi beton esser hasil buruannya harga jualnya bisa lebih tinggi karena kualitas besinya masih bagus, nggak keropos (karatan, red) seperti besi rongsokan biasa. Harga sekilonya bisa mencapai 3 ribu rupiah, sementara untuk besi rongsokan biasa sekilonya paling dihargai Rp1.250,00 - Rp1.500,00. Kadang malah di bawah kisaran harga itu. Agar bisa dimuat ke dalam ronjotnya, tak jarang ia pun harus memotong besi esser buruannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gergaji khusus besi.

Lha iyo, awak dhewe iki tambah tuo kok tambah soro. Yok opo iki, Dik? (Lha iya, saya ini bertambah usia kok tambah sengsara. Gimana ini, Dik? red)” keluhnya setengah berkelakar sambil duduk beristirahat di antara balok-balok cor yang ada. Munawar bukan pemburu (pemulung) besi biasa. Dengan ditemani palu besar mirip godam Thor dan sepeda motor butut kesayangannya, ia berkeliling mengisi hari-harinya. Hebatnya lagi ia bisa tahu di mana bongkahan besi berada. 

Bekerja keras namun halal demi keluarga tercinta (dok.pri)
Bekerja keras namun halal demi keluarga tercinta (dok.pri)
Sampeyan kok iso weruh nggone wesi, piye carane? (Sampeyan kok bisa tahu tempatnya besi, gimana caranya? red)” tanyaku penasaran. Kemampuannya dalam mengendus letak besi bekas bangunan patut diacungi jempol. Selain itu, pria beranak dua dan bercucu tiga itu juga memanfaatkan informasi gethok tular (dari mulut ke mulut, red) dari teman-temannya. Orang yang berprofesi sebagai pemburu besi esser ternyata bukan cuma Munawar. 

Masih banyak yang lain. Bahkan beberapa tetangga desa Munawar juga mempunyai pekerjaan yang sama, yakni pemburu besi esser bekas bangunan. Bila ia terlebih dulu mengetahui letak besi bekas bongkaran rumah, ia pun memanggil teman-temannya untuk ikut berburu besi di tempat itu. Sebaliknya, ia pun sering mendapatkan informasi tentang letak besi bekas bangunan dari teman-teman seprofesinya.

Ono rejeki yo dibagi-bagi, Dik (ada rezeki ya dibagi bersama, Dik, red)” pungkasnya, menutup perbincangan dengan saya siang itu. Satu lagi sepenggal cerita tentang kegigihan seseorang dalam mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ketika di luar sana banyak orang berebut posisi atau jabatan meski dengan cara yang tak wajar tetap saja dilakukannya, toh masih ada segelintir orang yang mengaisnya dengan cara halal. Harus terlebih dulu bekerja keras, bercucuran keringat, baru mendapatkan nafkah demi keluarga tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun