Keluar-masuk desa sendiri, dari desa sendiri menuju desa orang lain bahkan sampai keluar kota (kabupaten) sudah pernah dijalaninya, seolah sudah menjadi keseharian lelaki ini. Beliau adalah Pak Munawar, lekaki paruh baya asal kota pudak Gresik yang sehari-harinya bekerja sebagai pemburu besi. Entah sudah berapa ratus atau bahkan ribu tempat di Gresik dan sekitarnya yang sudah didatanginya.
Entah sudah berapa kwintal atau bahkan ton bilah besi yang sudah berhasil diburunya. Pria asal Dawar (baca = Ndawar), Mojokerto - Jatim, yang lahir 53 tahun silam itu hingga kini masih tetap eksis dengan profesinya yang unik itu. Munawar bukanlah pemburu besi seperti orang kebanyakan (pemulung/tukang rombeng) yang asal ambil besi bekas begitu saja. Besi yang diburunya merupakan besi beton esser yang terdapat pada balok cor bekas rumah, gedung, dan jembatan.
“Kok soro emen nek nggolek wesine pak (kok susah sekali kalau cari besinya, Pak, red),” tanyaku membuka percakapan siang itu. Sambil mengusap keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, Munawar membalas, “Soale regane luwih larang, Dik (sebab harga jualnya lebih mahal, Dik, red)”. Bila diperhatikan, cara berburu besi yang dilakukan Munawar ini terbilang unik dan tak semua orang sanggup melakukannya. Ia harus terlebih dulu menghancurkan beton cor bekas rumah yang digusur atau gedung yang dirobohkan bahkan jembatan yang ambruk tak luput dari pengamatannya. Setelah beton coran semen berhasil dihancurkan, dari situ ia mulai mengambil bilah-bilah besi esser.
Setelah kerangka besi esser terlepas dari coran semen, ia masukkan ke dalam ronjot (keranjang bambu besar, red) yang terpasang di bagian belakang sepeda motor bututnya. Bilah-bilah besi yang sudah terkumpul kemudian dijual kepada pengepul langganannya. Selanjutnya, pengepul menyetorkannya ke pabrik untuk diolah lagi menjadi barang-barang baru.
Menurut pengakuan Munawar, besi beton esser hasil buruannya harga jualnya bisa lebih tinggi karena kualitas besinya masih bagus, nggak keropos (karatan, red) seperti besi rongsokan biasa. Harga sekilonya bisa mencapai 3 ribu rupiah, sementara untuk besi rongsokan biasa sekilonya paling dihargai Rp1.250,00 - Rp1.500,00. Kadang malah di bawah kisaran harga itu. Agar bisa dimuat ke dalam ronjotnya, tak jarang ia pun harus memotong besi esser buruannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gergaji khusus besi.
“Lha iyo, awak dhewe iki tambah tuo kok tambah soro. Yok opo iki, Dik? (Lha iya, saya ini bertambah usia kok tambah sengsara. Gimana ini, Dik? red)” keluhnya setengah berkelakar sambil duduk beristirahat di antara balok-balok cor yang ada. Munawar bukan pemburu (pemulung) besi biasa. Dengan ditemani palu besar mirip godam Thor dan sepeda motor butut kesayangannya, ia berkeliling mengisi hari-harinya. Hebatnya lagi ia bisa tahu di mana bongkahan besi berada.
Masih banyak yang lain. Bahkan beberapa tetangga desa Munawar juga mempunyai pekerjaan yang sama, yakni pemburu besi esser bekas bangunan. Bila ia terlebih dulu mengetahui letak besi bekas bongkaran rumah, ia pun memanggil teman-temannya untuk ikut berburu besi di tempat itu. Sebaliknya, ia pun sering mendapatkan informasi tentang letak besi bekas bangunan dari teman-teman seprofesinya.
“Ono rejeki yo dibagi-bagi, Dik (ada rezeki ya dibagi bersama, Dik, red)” pungkasnya, menutup perbincangan dengan saya siang itu. Satu lagi sepenggal cerita tentang kegigihan seseorang dalam mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ketika di luar sana banyak orang berebut posisi atau jabatan meski dengan cara yang tak wajar tetap saja dilakukannya, toh masih ada segelintir orang yang mengaisnya dengan cara halal. Harus terlebih dulu bekerja keras, bercucuran keringat, baru mendapatkan nafkah demi keluarga tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H