Proses Menjadi Peserta BPJS Kesehatan
Sebagai orang yang sudah berkeluarga dan tidak memiliki penghasilan yang tetap atau yang dalam istilah asingnya dikatakan have no a fixed income kadang merasa keder (takut) juga mengikuti program-program yang dicanangkan pemerintah seperti BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan.
Program pemerintah itu jelas punya maksud dan tujuan yang baik namun tidak gratis sama sekali. Untuk bisa menikmati layanan BPJS setiap peserta wajib membayar iuran setiap bulannya. Khusus untuk program BPJS Kesehatan yang saya ikuti iuran setiap bulannya tidak sama tergantung kelas layanan yang dipilih.
Informasi tentang program BPJS Kesehatan sebenarnya sudah lama saya dengar namun saya belum tergerak juga untuk mendaftarkan diri. Baru setelah terjadi kecelakaan yang menimpa diri kami (saya dan istri) mau tak mau akhirnya saya terdorong memberanikan diri mengikuti program itu.
Saya mendengar beberapa bank pemerintah seperti BNI, BRI dan Mandiri juga dijadikan tempat pendaftaran para peserta BPJS Kesehatan. Kebetulan tidak jauh dari kami tinggal ada kantor BRI cabang pembantu unit Driyorejo-Gresik, nah di situlah saya mencoba mendaftarkan diri.
Untuk bisa mendaftarkan diri sebagai peserta harus terlebih dulu memiliki rekening bank BRI atau bank lain yang menjadi partner BPJS. Petugas BRI meminta foto copy KSK (Kartu Susunan Keluarga) dan buku tabungan, karena saya mendaftar di BRI berarti foto copy buku tabungan BRI yang saya berikan.
Ternyata untuk bisa mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan di kantor BRI juga tidak semudah yang saya bayangkan. Setelah nomer KSK kami dimasukkan ke dalam sistem data komputer milik BPJS Kesehatan ternyata yang tercantum hanya nama istri saya saja. Nama saya dan anak justru tidak ada.
Petugas BRI KCP Driyorejo-Gresik mengaku banyak menemukan kasus serupa yang juga dialami peserta BPJS Kesehatan lainnya. Untuk kasus seperti itu petugas BRI tidak bisa berbuat apa-apa selain menyarankan peserta mendatangi langsung kantor BPJS Kesehatan yang ada di Kota Gresik.
Wah.. pikir saya untuk apa dibuka kantor perwakilan BPJS Kesehatan yang ada di bank-bank pemerintah itu toh pihak bank tidak bisa membantu seratus persen calon peserta yang ada masalah dengan data sistem kependudukan (KSK) mereka.
Kebetulan tempat tinggal kami terletak agak jauh, ya.. sekitar 40 kilometer dari tempat kantor BPJS Kesehatan yang ada di pusat Kota Gresik. Tapi saya bertekad tetap datang ke sana sambil memeriksakan kondisi lutut kaki saya di RSUD Ibnu Sina Gresik yang sudah 2 bulan tak kunjung sembuh paska kecelakaan beberapa waktu lalu itu.
Sejak 2 September 2015 kami tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan tingkat perawatan/layanan kelas 3. Setiap bulan kami harus menyetorkan sebesar Rp. 25.500,- per orang via ATM BRI sesuai nomer virtual account yang kami terima.
Beberapa ketentuan yang harus dipatuhi peserta BPJS Kesehatan diantaranya, pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, bila melebihi tanggal 10 akan dikenakan denda sebesar 2% perbulan. Pemberi pelayanan kesehatan tingkat awal/pertama apakah itu berupa klinik atau Puskesmas harus yang terdekat dengan tempat tinggal kita. Penggantian jenis fasilitas kesehatan tingkat awal dapat dilakukan minimal 3 bulan setelah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Penggantian kelas perawatan dapat dilakukan minimal 1 tahun setelah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dalam keadaan darurat (emergency) peserta dapat langsung datang ke rumah sakit terdekat (pemberi fasilitas kesehatan lanjutan) tanpa meminta surat rujukan dari pemberi fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas/klinik).
Sudah 10 bulan kami menjadi peserta BPJS Kesehatan, Alhamdulillah senantiasa dikaruniai kesehatan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Kesehatan merupakan nikmat dari Tuhan yang tiada tara nilainya. Kata orang, meski kita sanggup membayar iuran BPJS Kesehatan untuk perawatan kelas satu (1) sekalipun toh masih enak bila kondisi tubuh kita tidak sakit alias selalu sehat.
Mendengar Keluhan Peserta BPJS Kesehatan
Sering sekali saya mendengar keluhan dari para peserta BPJS Kesehatan tentang ketidaknyamanan layanan yang diberikan badan pelayanan sosial itu. Pernyataan ini bukan bermaksud menyudutkan, meski tidak menyebutkan satu-persatu nama orang yang kurang puas dengan layanan BPJS Kesehatan itu namun keterangan yang saya buat ini memang benar adanya.
Belum lama saya mendengar seorang tetangga dekat di perumahan kami juga menyatakan keluhannya tentang layanan BPJS Kesehatan itu. Baru saja ia dirawat di sebuah rumah sakit (RS) swasta yang terletak di kawasan Kota Sepanjang, Surabaya-Jawa Timur karena menderita penyakit jantung.
Tetangga yang sehari-harinya berprofesi sebagai karyawan PT. Pos Indonesia itu sebelumnya bila berobat di RS yang ada di kawasan Sepanjang itu menggunakan status pasien umum (tanpa fasilitas kesehatan apapun). Ia disambut dengan ramah dan ditangani dengan tidak berlama-lama.
Belakangan ia menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan kelas satu (1) untuk memeriksakan penyakit jantungnya yang tiba-tiba kambuh sebulan terakhir ini. Untuk bisa menikmati layanan BPJS Kesehatan itu ia harus antri di RS sebelum Subuh. Belum lagi persyaratan ini-itu juga harus dipenuhi.
Hampir seharian ia harus antri menunggu panggilan petugas RS dengan kondisi badan agak gemetaran akibat penyakit jantung yang dideritanya. Padahal ia rajin membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya dan ia memilih fasilitas kesehatan yang kelas 1 pula tapi nyatanya saat berobat di RS itu petugas di sana kurang memberikan layanan yang baik.
Tanggal 07/06/2016, saya mengantar anak semata wayang kami ke Puskesmas Driyorejo, Gresik - Jawa Timur, anak kami mengeluh dengan giginya. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ada karang gigi menempel pada giginya. Kami menyodorkan kartu BPJS Kesehatan dengan harapan agar tak terkena biaya perawatan alias gratis. Namun dokter atau petugas medis di Puskesmas Driyorejo menolak layanan dengan kartu BPJS Kesehatan dengan alasan karang gigi bukan tergolong penyakit yang bisa dijamin BPJS Kesehatan.
“Karang gigi termasuk dalam kategori perawatan kecantikan, alatnya harus membeli sendiri dengan harga 120 ribu perbuahnya” terang dokter Puskesmas Driyorejo.
Rupanya tidak semua masalah kesehatan (penyakit) bisa dijaminkan dengan layanan BPJS Kesehatan. Contoh lain seperti pemeriksaan laboratorium, foto ronsen dan obat yang atas permintaan sendiri juga tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Mungkin masih banyak contoh lainnya yang kadang tidak diketahui oleh si pasien.
Saya juga pernah mendengar keluhan seseorang yang sedang berobat di sebuah klinik sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama namun ia tetap harus mengeluarkan sejumlah uang padahal ia tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan yang tidak pernah telat membayar iuran setiap bulannya.
Entah berapa banyak lagi keluhan yang kita dengar tentang ketidak-beresan layanan BPJS Kesehatan. Namun kita juga harus jujur bahwa banyak pula masyarakat kita yang telah diuntungkan dengan layanan BPJS Kesehatan itu. Mereka tidak hanya menerima sisi kekurangannya saja tapi juga kelebihannya. Dengan mengikuti program BPJS Kesehatan, mereka bisa berobat secara gratis dengan layanan yang tak kalah memuaskan bila dibandingkan dengan kalau menjadi pasien umum yang nota bene membutuhkan biaya pengobatan atau perawatan jauh lebih besar.
Iuran Bulanan Sebagai Bentuk Gotong-Royong
Seperti apapun kelas perawatan yang dipilih seseorang, ingin kelas satu, dua atau tiga itu tidak menjadi masalah, yang penting pembayaran iuran setiap bulannya tidak terlambat. Ada istilah Jawa Timuran, “Sik enak gak loro, seger waras terus (masih enak tidak sakit, sehat walafiat terus, red)". Pernyataan itu tentu didambakan banyak orang. Siapa orangnya yang ingin sakit meski ia telah memilih kelas perawatan nomer satu atau bahkan VIP sekalipun toh masih enak dalam keadaan sehat walafiat.
Lalu kalau kebetulan kita dikaruniai kesehatan, buat apa secara rutin membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya? Saya pernah mendengar sebuah bank swasta nasional menawarkan program asuransi kesehatan. Biaya premi (iuran) yang dibayarkan setiap bulannya bisa diambil kembali sesuai jangka waktu yang ditetapkan pihak bank dan telah dipilih oleh nasabah tadi, layaknya menabung saja.
Perlu diingat bahwa BPJS Kesehatan bukanlah bank yang menawarkan program asuransi tadi. Tentu saja iuran yang dibayarkan setiap bulannya tidak bisa diambil kembali meski peserta BPJS Kesehatan tadi tidak pernah sakit atau pernah sakit tapi bukan mengidap penyakit berat.
Berat-tidaknya penyakit yang diderita seseorang jelas tidak sama. Peserta BPJS Kesehatan yang kebetulan tidak pernah mengidap penyakit berat atau kondisi tubuhnya relatif sehat walafiat sehingga jarang atau tidak pernah memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan tidak perlu merasa rugi karena secara teratur telah membayar iuran setiap bulannya.
Rajin membayar iuran setiap bulan bukanlah pekerjaan sia-sia. Selain untuk antisipasi (jaga-jaga) kalau-kalau harus berobat dengan biaya yang cukup besar, iuran yang dibayarkan setiap bulannya merupakan bentuk solidaritas terhadap sesama peserta BPJS Kesehatan lainnya.
Mungkin sebagai peserta, kita tidak membutuhkan namun saudara kita lainnya justru sangat membutuhkan fasilitas kesehatan dari program BPJS Kesehatan itu. Iuran yang kita bayarkan setiap bulannya bisa dialokasikan untuk biaya pengobatan peserta-BPJS Kesehatan lainnya. Masing-masing peserta BPJS Kesehatan secara tak langsung sudah ikut bergotong-royong secara nasional membantu biaya pengobatan peserta lainnya.
Jiwa bergotong-royong merupakan watak asli masyarakat Indonesia. Selama ini kita mendengar kegiatan gotong-royong hanya berkisar pada program kebersihan lingkungan, penanggulangan bencana banjir, bahaya kelaparan dan masih banyak lagi contoh kegiatan gotong-royong di sekitar tempat tinggal kita.
Mengikuti program BPJS Kesehatan esensinya juga merupakan kegiatan gotong-royong bahkan skalanya sudah nasional. Biaya kesehatan (pengobatan) masyarakat Indonesia itu tidak sedikit. Negara mungkin akan merasa berat bila menanggung semua biaya pengobatan warganya sendirian, maka dari itu melalui program BPJS Kesehatan segenap rakyat Indonesia bergotong-royong menopang biaya pengobatan yang besar itu.
Suara-suara sumbang berkaitan dengan layanan BPJS Kesehatan sebaiknya tidak ditanggapi secara berlebihan. Namanya juga program yang menyangkut kehidupan orang banyak pasti ada kekurangan dalam pelaksanaannya. Negara tentu tidak tinggal diam dalam masalah ini. Berdasarkan masukan dari banyak pihak, BPJS Kesehatan senantiasa melakukan pembenahan-pembenahan demi sempurnanya layanan. Semua itu bertujuan agar Indonesia (rakyatnya) menjadi lebih sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H