Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kasan : Suami Harus Jujur dan Istri Nurut

26 Mei 2016   11:35 Diperbarui: 13 Agustus 2016   09:10 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berfotoria bersama Pak Kasan (dok.pri)

Apa arti bahagia?

Setiap manusia pasti mendambakan hidup bahagia. Agar hidupnya bahagia maka manusia menempuh bermacam cara. Mungkin cara yang biasa dilakukan manusia agar hidup bahagia ialah dengan berusaha sedapat mungkin memenuhi segala kebutuhannya, baik itu kebutuhan jasmani atau yang bersifat materi keduniawian dan kebutuhan rohani yang berupa ketenangan hati (jiwa).

Kebahagiaan bila ditinjau selayang pandang biasanya dikaitkan dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan seseorang, apakah itu berupa sandang (pakaian), papan (tempat tinggal/rumah) atau pangan (makanan). Semua itu akan bisa diraih manakala seseorang telah mendapatkan kelebihan materi (finansial) yang diperolehnya melalui pekerjaan yang mapan atau kesuksesan dalam berusaha.

Dengan uang atau harta benda berlimpah menjadikan seseorang bisa memperoleh apa saja yang ia inginkan. Umumnya manusia seperti itu tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka capai. Punya rumah dan mobil mewah satu baginya masih kurang.

Harta berlimpah bukan sekedar untuk membeli rumah, mobil, pakaian mewah atau makanan berselera tinggi bahkan bila memungkinkan pulaupun bisa dibelinya agar terpuaskan semua kebutuhan yang diinginkan. Dengan istri satu kadang juga belum puas, sebagian orang memilih menikah lagi dengan 2 atau lebih wanita agar lebih terpuaskan kebutuhannya.

Singkat kata dengan uang atau harta berlimpah menjadikan sebagian orang merasa yakin bahwa hidupnya akan menjadi bahagia, benarkah?

Seseorang merasa dirinya telah bahagia tidak selalu dikaitkan dengan materi yang berlimpah. Dalam sebuah rumah tangga, seorang suami beristrikan perempuan solihah dengan anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya meski secara ekonomi pas-pasan boleh jadi mereka sudah merasa bahagia. Tidak ada patokan khusus seperti apa makna bahagia itu karena setiap orang memiliki standarisasi atau kriteria sendiri-sendiri.

Islam sebagai agama yang saya anut atau mungkin juga agama-agama lainnya memberikan batasan bahwa bahagia yang hakiki (sejati) itu terletak pada ketenangan atau ketenteraman hati. Kadang kita melihat sebuah keluarga dimana secara ekonomi hidupnya diwarnai kekurangan namun keluarga itu merasa cukup dengan apa yang mereka dapatkan, hatinya tenteram, mereka merasa sudah bahagia dengan keterbatasan yang ada.

Untuk itu Islam mengajarkan bahwa dengan selalu mengingat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa maka hati akan menjadi tenang. Allah adalah dzat yang membolak-balikkan hati manusia, menciptakan dan menentukan kebahagiaan hamba-hambanya. Maka selalu berusahalah untuk mendapatkan ketenteraman hati dengan bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.

Tidak bisa dipungkiri bila untuk bisa bahagia maka seseorang setidaknya berkecukupan secara finansial (keuangan). Sesibuk apapun aktivitas seseorang maka di rumahlah ia akan kembali dan berkumpul bersama keluarganya. Di rumahlah seseorang akan menghabiskan hari-harinya.

Rumah yang mewah tidak selalu membuat nyaman mereka yang tinggal di dalamnya. Hati yang tenteram dan damailah yang menjadikan seseorang bisa bahagia di rumah, sehingga tinggal di rumah seperti apapun kondisinya akan terasa nyaman.

Meski kebahagiaan itu terletak di dalam hati sanubari bukan di rumah yang megah namun bukan berarti rumah yang ditempati itu kondisinya ala kadarnya. Rumah sebagai tempat yang mendatangkan kebahagiaan hati tetap harus memenuhi syarat kesehatan dan fungsi sebagai tempat tinggal yang layak.

Tak heran bila ada ungkapan rumahku istanaku, rumahku surgaku, sedemikian besarnya arti penting rumah untuk menciptakan kebahagiaan bagi seseorang. Rumah bukan sekedar tempat bernaung dan berlindung dari hujan dan panas matahari. Namun di rumahlah para orang tua akan menanamkan pendidikan ahlak dan nilai-nilai kepada anak-anaknya.

Seseorang yang memiliki rumah sendiri meski keadaan rumahnya itu sangat sederhana bila dibandingkan kalau ia hanya ngontrak di rumah mewah (apartemen) mungkin kesempatan untuk mendatangkan kebahagiaan hati lebih besar kalau ia punya rumah sendiri karena ia tak terbebani biaya sewa kontrak rumah yang mahal itu. 

Bicara soal rumah, jadi teringat lirik lagu "rumah kita" yang disenandungkan penyanyi rock yang melegenda di tanah air, ia adalah Ahmad Albar. Adapun cuplikan syair lagunya kurang lebih berikut ini :

Hanya bilik bambu, tempat tinggal kita. Tanpa hiasan, tanpa lukisan. Beratap jerami, beralaskan tanah. Namun semua ini punya kita. Memang semua ini milik kita, sendiri. Hanya alang-alang pagar rumah kita. Tanpa anyelir, tanpa melati. Hanya bunga bakung tumbuh di halaman. Namun semua itu… punya kita. Memang semua itu milik kita. Haruskah kita beranjak ke kota. Yang penuh dengan tanya. Lebih baik di sini. Rumah kita sendiri. Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa. Semuanya ada di sini, rumah kita.

Cuplikan syair lagu Ahmad Albar di atas bukan saja enak didengar namun juga sarat akan pesan moral. Meski hidup di dalam rumah yang sangat sederhana, berdindingkan bambu, beratapkan jerami dan beralaskan tanah tapi kalau rumah itu milik kita sendiri ya terasa nyaman-nyaman saja. Rumah sesederhana apapun kondisinya tidak akan menghalangi curahan nikmat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Bahagia di Rumah ala Pak Kasan

Bahagia di rumah tidak hanya dilukiskan secara apik melalui lirik lagu Ahmad Albar yang bertitel rumah kita, seorang tokoh masyarakat di Desa Beciro, Wonoayu - Sidoarjo – Jawa Timur juga punya pendapat yang menarik tentang bagaimana agar bisa hidup bahagia di rumah.

Setiap hendak mengunjungi rumah kakak yang terletak di Desa Lambangan, Wonoayu-Sidoarjo, saya selalu lewat depan rumah Pak Kasan (65 tahun). Akses terdekat menuju rumah kakak memang harus melalui Jalan Beciro dan dari jalan itu terlihat dengan jelas kediaman Pak Kasan.

Rumah Pak Kasan menurut saya tampak unik dan kuno, yang menggambarkan rumah desa tempo dulu. Rumah itu juga terlihat sangat terawat namun tetap berpamor. Jika diperhatikan gaya bangunannya, saya mengira rumah itu warisan Belanda, ternyata dugaan saya keliru. Rumah Pak Kasan merupakan warisan orang tuanya, yang dibangun sejak ia masih kecil begitu pengakuannya saat berbincang-bincang dengan saya siang itu (24/05/2016).

Meski secara materi ia berkecukupan, tokoh Desa Beciro itu tetap terlihat begitu bersahaja. Ia menyambut dengan ramah saat saya mampir ke rumahnya. Kini sehari-harinya pria dengan dua (2) anak dan tiga (3) cucu itu menikmati masa tuanya dengan mengisi berbagai kesibukan seadanya. Sebagai anak orang kaya di desanya, Kasan muda tidak membiarkan dirinya dengan bergelimang harta, kongkow-kongkow layaknya anak muda sekarang yang menggantungkan hidupnya dari kekayaan orang tuanya. Ia tetap rajin bekerja keras untuk mengisi hidup ini.

Usaha mobil angkutan perkotaan (angkot) nya saja pernah mencapai 25 unit belum lagi rumah dan tanah pekarangan yang terbilang luas. Dulu orang tua Pak Kasan merupakan orang terpandang di desanya. Sebagian harta benda Pak Kasan yang berupa tanah ia berikan kepada saudara-saudaranya yang kurang mampu. Ia juga merawat anak dari saudaranya yang sejak kecil sudah yatim-piatu. Meski kini gemerlapnya dunia bisnis sudah lama ia tinggalkan namun ia merasa bahagia tinggal di rumahnya yang ada di pinggir Jalan Desa Beciro itu.

“Aku saiki bendinane yo koyok ngene iki dik (kesibukan saya setiap harinya ya seperti ini dik, red) tuturnya saat sedang membersihkan pekarangan rumahnya siang itu.

Dengan ditemani sang istri tersayang yang juga sudah cukup tua usianya, Pak Kasan mengisi hari-harinya di sebuah rumah bergaya lama di kawasan Beciro dengan halaman pekarangan yang cukup luas. Sebagian pekarangan depan rumahnya ia tanami pohon pisang, di samping kanan rumah terdapat kandang ayam dan kambing berpagar bambu. Singkat kata meski pensiun dari dunia bisnis toh ia tak kekurangan dari segi materi. Kedua anaknya juga sudah berkeluarga, tinggal di Surabaya dengan penghidupan yang layak.

“Uripku ayem-tentrem masio gak sugih koyok biyen (hidup kami tenang-damai meski tidak kaya seperti dulu, red) cetusnya dengan tersenyum lebar.

Menemukan manusia seperti Pak Kasan ini ternyata gampang-gampang susah. Ia bukanlah guru atau pensiunan pejabat terhormat lainnya yang di usia senjanya memiliki harta benda cukup banyak. Ia hanya orang biasa yang di masa mudanya suka bekerja keras meski orang tuanya kaya raya dan menyerahkan segalanya hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Para tetangga di desanya menganggap Pak Kasan sebagai tokoh yang setiap saat bisa dimintai saran atau bahkan pertolongan.

“Kuncine rumah tangga bahagia, yo sing lanang jujur, wong wedok’e nurut (kunci rumah tangga bahagia, suami jujur, istri nurut, red) ungkapnya saat bercengkerama dengan saya di pekarangan rumahnya yang teduh itu.

Menurut Pak Kasan, kehidupan sebuah rumah tangga sangat tergantung pada orang-orang yang tinggal di rumah itu. Suami yang jujur sepak terjangnya dan istri yang setia (penurut) menjadi modal yang tak terkira untuk bisa bahagia di rumah. Berkecukupan secara materi memang perlu tapi bukan penentu bahwa seseorang akan bahagia. 

Kelebihan materi menjadi salah satu faktor yang sifatnya mendorong untuk mudah menjadi bahagia. Kehidupan suami-istri yang harmonis yang tidak diwarnai percek-cokkan, anak-anak yang patuh tentu menjadi berkah dan anugerah sebuah keluarga untuk bisa bahagia di rumah.

Sebelum meninggalkan kediaman Pak Kasan, saya sempat merenung sejenak. Meski sangat simpel, bukankah pengalaman Pak Kasan yang diceritakan kepada saya siang itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua tak terkecuali para pembaca yang budiman. Sebuah pelajaran dari orang biasa tentang bagaimana hidup bahagia di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun