Usaha mobil angkutan perkotaan (angkot) nya saja pernah mencapai 25 unit belum lagi rumah dan tanah pekarangan yang terbilang luas. Dulu orang tua Pak Kasan merupakan orang terpandang di desanya. Sebagian harta benda Pak Kasan yang berupa tanah ia berikan kepada saudara-saudaranya yang kurang mampu. Ia juga merawat anak dari saudaranya yang sejak kecil sudah yatim-piatu. Meski kini gemerlapnya dunia bisnis sudah lama ia tinggalkan namun ia merasa bahagia tinggal di rumahnya yang ada di pinggir Jalan Desa Beciro itu.
“Aku saiki bendinane yo koyok ngene iki dik (kesibukan saya setiap harinya ya seperti ini dik, red) tuturnya saat sedang membersihkan pekarangan rumahnya siang itu.
Dengan ditemani sang istri tersayang yang juga sudah cukup tua usianya, Pak Kasan mengisi hari-harinya di sebuah rumah bergaya lama di kawasan Beciro dengan halaman pekarangan yang cukup luas. Sebagian pekarangan depan rumahnya ia tanami pohon pisang, di samping kanan rumah terdapat kandang ayam dan kambing berpagar bambu. Singkat kata meski pensiun dari dunia bisnis toh ia tak kekurangan dari segi materi. Kedua anaknya juga sudah berkeluarga, tinggal di Surabaya dengan penghidupan yang layak.
“Uripku ayem-tentrem masio gak sugih koyok biyen (hidup kami tenang-damai meski tidak kaya seperti dulu, red) cetusnya dengan tersenyum lebar.
Menemukan manusia seperti Pak Kasan ini ternyata gampang-gampang susah. Ia bukanlah guru atau pensiunan pejabat terhormat lainnya yang di usia senjanya memiliki harta benda cukup banyak. Ia hanya orang biasa yang di masa mudanya suka bekerja keras meski orang tuanya kaya raya dan menyerahkan segalanya hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Para tetangga di desanya menganggap Pak Kasan sebagai tokoh yang setiap saat bisa dimintai saran atau bahkan pertolongan.
“Kuncine rumah tangga bahagia, yo sing lanang jujur, wong wedok’e nurut (kunci rumah tangga bahagia, suami jujur, istri nurut, red) ungkapnya saat bercengkerama dengan saya di pekarangan rumahnya yang teduh itu.
Menurut Pak Kasan, kehidupan sebuah rumah tangga sangat tergantung pada orang-orang yang tinggal di rumah itu. Suami yang jujur sepak terjangnya dan istri yang setia (penurut) menjadi modal yang tak terkira untuk bisa bahagia di rumah. Berkecukupan secara materi memang perlu tapi bukan penentu bahwa seseorang akan bahagia.Â
Kelebihan materi menjadi salah satu faktor yang sifatnya mendorong untuk mudah menjadi bahagia. Kehidupan suami-istri yang harmonis yang tidak diwarnai percek-cokkan, anak-anak yang patuh tentu menjadi berkah dan anugerah sebuah keluarga untuk bisa bahagia di rumah.
Sebelum meninggalkan kediaman Pak Kasan, saya sempat merenung sejenak. Meski sangat simpel, bukankah pengalaman Pak Kasan yang diceritakan kepada saya siang itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua tak terkecuali para pembaca yang budiman. Sebuah pelajaran dari orang biasa tentang bagaimana hidup bahagia di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H