[caption caption="Pedagang kecil yang menjadi sasaran sosialisasi masif"][/caption]Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki jumlah penduduk terpadat. Jumlah penduduk yang sangat banyak itu yakni sekitar 270 juta jiwa sebenarnya menguntungkan juga bagi negara kita. Memang selain menyediakan jumlah tenaga kerja potensial yang berlimpah, jumlah pengangguran juga masih jutaan banyaknya.
Diantara jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia, sekitar 70 juta jiwa bekerja di sektor informal. Tenaga kerja sektor informal seperti petani, tukang becak, pedagang kaki lima dan masih banyak lagi cukup besar peranannya bagi perekonomian Indonesia.
Tenaga kerja informal itu tak ubahnya pekerja formal lainnya, mereka juga tak luput dari risiko atau bahaya selama menjalankan pekerjaannya. Sebab itulah perlu mendapatkan perlindungan agar merasa nyaman dan tenteram selama bekerja. Dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja menegaskan bahwa pekerja informal atau yang biasa disebut pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) harus dilindungi seperti halnya mereka yang bekerja di sektor formal.
Agar supaya terlindungi maka para pekerja informal itu diajak oleh pemerintah untuk menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Kedua badan itu merupakan salah satu instrumen pemerintah Negara Indonesia dalam meningkatkan kualitas perlindungan dan kesejahteraan masyarakat umum termasuk di dalamnya mereka yang bekerja secara formal dan informal.
[caption caption="Slogan good governance"]
Mereka yang bekerja secara formal seperti buruh pabrik dan staf (karyawan) perusahaan tertentu biasanya terikat dalam sebuah unit kerja dengan sistem penggajian (upah) yang sudah tetap (have a fixed pay system) dan jam kerjanyapun (working hour) teratur tentu saja bisa dengan mudahnya menjadi peserta BPJS. Para pekerja formal itu secara kolektif didaftarkan oleh perusahaannya masing-masing untuk menjadi peserta BPJS.
Meski demikian ada saja perusahaan nakal yang belum bersedia mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS. Menurut informasi jumlah pekerja formal di Indonesia yang belum mengikuti kepesertaan jaminan sosial khususnya BPJS Ketenagakerjaan itu jumlahnya mencapai jutaan orang.
Sementara itu pekerja informal dengan sistem penghasilan yang kadang tak menentu seperti nelayan, tukang ojek, pedagang pasar, loper Koran dan masih banyak lagi tentu lebih sulit lagi untuk bisa secara sadar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Mungkin untuk BPJS Kesehatan sudah banyak masyarakat kita yang care (peduli) hingga mereka memandang perlu menjadi peserta tapi untuk BPJS Ketenagakerjaan itu masih perlu sosialisasi lebih lanjut agar para pekerja informal itu mudah menerima dan jumlah anggotanya meningkat.
[caption caption="Ajakan anti korupsi "]
Seperti diungkapkan oleh menteri ketenagakerjaan, Bapak M. Hanif Dhakiri bahwa agar pekerja informal itu terlindungi maka mereka harus ditata dan diarahkan ke sektor ekonomi formal yang lebih layak, produktif dengan lingkup pasar yang lebih luas. Cara yang ditempuh pemerintah diantaranya dengan memberikan bantuan modal, pendampingan manajerial dan pemasaran juga program-program pemberdayaan lainnya misalnya memasukkan pekerja informal ke Balai Latihan Kerja Industri (BLKI). Tapi transformasi (pengalihan) pekerja informal menjadi formal itu tidak mudah dan itu perlu dilakukan secara bertahap.
Adapun program yang dicanangkan BPJS Ketenagakerjaan untuk masyarakat Indonesia baik mereka yang bekerja di sektor formal maupun informal meliputi program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP). Bagi peserta yang berasal dari pekerja informal disarankan mengikuti program JKM, JKK dan JHT sedangkan Jaminan Pensiun tidak wajib.