“Dulu tanaman kacang hijau baru bisa dipanen pada umur 4 bulan tapi sekarang umur 2 bulan saja sudah bisa panen” lanjut Pak Bandi.
Ia bahkan tidak tahu nama dari kacang hijau yang biasa ia tanam. Tapi sempat menyebut nama kacang hijau itu dari jenis “PB” (bukan singkatan Peta Baru lho!).
[caption caption="Petak lahan yang tak begitu luas dimanfaatkan untuk budidaya kacang hijau"]
[caption caption="Hand tracktor"]
Seperti pada teknik budidaya tanaman berumur pendek lainnya, sebelum memasukkan biji kacang hijau ke dalam lubang tanam, lahan terlebih dulu diolah, karena lahan milik Pak Bandi tak terlalu luas maka ia hanya perlu mencangkulnya saja, tak perlu menggunakan bajak sapi atau hand tracktor yang membutuhkan biaya sewa lebih mahal.
Tanah yang sudah diolah disirami air tampungan warga perumahan hingga menjadi gembur. Besuknya dilakukan pembuatan lubang tanam dengan gejik sekaligus memasukkan biji kacang hijau ke dalam lubang tanam yang sudah dibuat.
Kata Pak Bandi, satu lubang tanam bisa berisi 5-6 butir kacang hijau. Tapi bagi petani (praktisi) di lapangan tidak ada patokan soal jumlah biji yang dimasukkan dalam lubang tanam itu. Kadang hanya dikira-kira saja yang penting jangan terlalu banyak dan efisien dari segi waktu.
Umur 40 hari tanaman kacang hijau sudah mulai berbuah. Sejak tanaman muda hingga berbuah perlu dilakukan perawatan intensif. Pak Bandi hanya mengandalkan teknologi sederhana.
Penyiangan rumput atau gulma (tanaman pengganggu) lainnya cukup dengan hanya dicabuti saja. Pada lahannya yang sudah lama dibiarkan kosong dan disana penuh ditumbuhi rumput untuk itu ia memerlukan herbisida “Roundup” sebotolnya dengan berat bersih 1 liter dibelinya dengan harga 75 ribu rupiah.
Herbisida atau pestisida lainnya hanya diperlukan ketika ia kewalahan dengan hama, penyakit dan gulma yang menyerang tanaman di lahannya yang tak begitu luas itu.