[caption caption="Dilarang bawa makanan dan minuman tapi sampah masih berserakan"]
[caption caption="Stan penjual sate dalam Sirkuit Sepang"]
[caption caption="Ayam bakar ala Sirkuit Sepang"]
Di dalam area sirkuit banyak terlihat stan-stan penjual makanan dan minuman. Kata Pak Ang Tek Khun (kompasianer), penonton dilarang membawa makanan dan minuman mungkin maksudnya agar mereka hanya membeli makanan dan minuman yang disediakan oleh para penjual di dalam sirkuit. Juga meminimalisir masalah kebersihan. Tapi nyatanya saya masih melihat banyak botol bekas air minum, apakah itu dari kemasan plastik atau kaleng berserakan di mana-mana. Ya kurang lebih mirip dengan mentalitas penonton di Indonesia.
Saya sempat melihat ada stan penjual sate dan ayam bakar. Ada kemiripan dengan kekayaan kuliner di negara kita. Pikiran saya jadi terkenang ke masa silam. Mengingat-ingat kembali acara Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang kala itu menjadi channel tayangan satu-satunya dan belum banyak TV swasta seperti sekarang ini. Acara yang bertajuk “Titian Muhibah” yang merupakan kerjasama TVRI dan TV Malaysia (RTM).
Para penyanyi Malaysia dan Indonesia secara bergantian menunjukkan kemampuan olah vokalnya di depan banyak pemirsa kedua negara itu. Tak heran bila lantaran acara Titian Muhibah itu kita yang ada di Indonesia menjadi sangat akrab dengan suara merdu Sheila Majid asal Malaysia sebaliknya para pemirsa di Malaysia juga menggandrungi suara emas Si Burung Camar, Vina Panduwinata.
Kata orang, Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kesamaan, kedua negara ini serumpun. Ada banyak kesamaan yang dimiliki oleh kedua negara. Apakah itu dari segi bahasa, adat istiadat atau budaya. Namun harus diakui dalam perjalanan sejarah, kedua negara ini sering terlibat perseteruan. Mungkin kita masih ingat peristiwa “Konfrontasi Malaysia” yang terjadi pada tahun 1960-an di era kepemimpinan mantan Presiden Soekarno. Tak hanya itu persengketaan seputar batas wilayah atau perebutan pulau dan klaim budaya juga tak bisa terelakkan. Kasus Pulau Sipadan dan Ligitan yang ada di Selat Makasar juga Blok Ambalat beberapa waktu lalu sempat memanaskan hubungan kedua negara. Malaysia juga pernah mengklaim bahwa lagu Rasa Sayange (Maluku), Tari Pendet (Bali), Keris (Jawa) dan Wayang Kulit (Jawa) merupakan kebudayaan asli bangsanya. Terang saja sikap Malaysia itu menyulut amarah sebagian masyarakat Indonesia. Sampai ada yang secara sinis memlesetkan sebutan Malaysia dengan (maaf) Malingsia. Karena menganggap negara ini menjadi maling bagi sebagian karya asli Indonesia.
Namun seiring dengan berjalannya sang waktu, lagi-lagi hubungan kedua negara membaik (normal) kembali. Coba bayangkan bagaimana kalau seandainya antara Malaysia dan Indonesia masih terlibat perang atau persengketaan lain sehingga hubungan kedua negara menjadi tidak harmonis. Tentu bagi para penggemar berat olah raga MotoGP tidak akan pernah menyaksikan aksi fenomenal Valentino Rossi dan kawan-kawannya.
Setidaknya Sirkuit Sepang dengan olah raga MotoGP-nya menjadi saksi bisu bagi sebagian warga Malaysia dan Indonesia atau mungkin juga warga negara lain di muka bumi ini untuk senantiasa mempererat hubungan persaudaraan. Di sirkuit itu mereka berkumpul dan nonton lomba MotoGP bersama sambil berinteraksi satu sama lain melupakan kejadian kelam di masa lalu. Kedahsyatan olah raga MotoGP di Sirkuit Sepang seolah membius penikmatnya, menghindarkan permusuhan-permusuhan di masa silam yang pernah terjadi antara kedua negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H