Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reaksi Duterte Terhadap Kemenangan Trump

10 November 2016   17:32 Diperbarui: 10 November 2016   20:38 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte akhirnya mengucapkan selamat kepada Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump. Ia berharap dapat bekerjasama dengan Trump untuk meningkatkan hubungan diplomatik kedua negara dengan hubungan yang saling menghormati, harmonis, dan saling menguntungkan satu sama lain.

Dengan kemenangan mutlak Donald Trump menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat itu, Duterte berharap Presiden Amerika terbaru kali ini lebih baik dari Barrack Obama yang baru-baru ini (4/10/2016) ia umpat dengan ucapan go to hell Obama (Aljazeera News).

Dengan kemenangan Trump yang mengejutkan dunia itu, sikap Duterte terhadap Amerika Serikat justru melunak. Presiden yang dijuluki sebagai The Punisher ini memuji sistem demokrasi di Amerika dan rasionalitas pola berpikir orang Amerika yang justru memilih Presiden yang kontroversial.

Padahal sebelumnya Duterte pernah murka lantaran statement-nya Trump yang bikin panas kupingnya. Duterte pernah menantang Trump untuk adu jotos dengan dirinya karena ia tersinggung berat dengan ucapan Trump yang melarang warga Filipina masuk ke Amerika Serikat.

Dalam salah satunya pidato kampanyenya, Trump menyerukan larangan imigran gelap dari negara-negara seperti Afghanistan, Irak, Maroko, Pakistan, Filipina, Somalia, Suriah, Uzbekistan dan Yaman memasuki Amerika Serikat. Trump menyebut para imigran gelap yang masuk Amerika secara illegal itu dengan sebutan “hewan”.

Trump juga mengecam Duterte yang dianggapnya sebagai Presiden yang anti Amerika. Kecaman ini dilontarkan oleh Trump karena Duterte mengusir pasukan militer Amerika agar angkat kaki dari pangkalan militer di Filipina.

"Saya ingin negara saya bebas dari kehadiran pasukan militer asing", ucap Duterte dalam pidatonya pada hari kedua lawatannya ke Jepang (CNN). Bukan hanya itu saja, Duterte juga mempersilahkan para pengusaha Amerika segera angkat kaki dari negaranya.

"Saya pikir itu hal yang mengerikan bahwa Amerika diusir dengan semena-mena dari suatu negara," ucap Trump sebagai reaksinya terhadap keputusan Duterte itu. Namun Trump juga tak menampik reaksi keras Duterte itu akibat ulah Barrack Obama juga yang dianggapnya tak mampu membangun komunikasi yang baik dan hubungan yang harmonis dengan Duterte.

Kemarahan Duterte Terhadap Amerika Serikat dan Obama

Kemarahan Duterte terhadap Amerika Serikat, khususnya kepada Barrack Obama, tentu saja ada pemicunya. Obama dianggap lancang oleh Duterte yang mengecamnya telah melakukan pelanggaran HAM berat dengan membunuh ribuan Bandar narkoba dalam perangnya Duterte melawan narkoba di Filipina.

Duterte mengumpat Barrack Obama dengan sebutan son of a bitch. Bukan hanya Obama saja yang kena semprot, Kedutaan AS di Filipina juga kena damprat dari Duterte dengan menyebut mereka sebagai sekumpulan manusia homo keparat (huffingtonpost). Duterte juga mengancam akan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Amerika Serikat dan menjalin hubungan yang lebih erat dengan Tiongkok dan Rusia.

Duterte yang pernah berprofesi sebagai pengacara, jaksa, anggota Kongres, dan mantan walikota Davao City di Filipina itu mengatakan bahwa selama Filipina masih di bawah kendalinya, ia jamin negaranya tak akan tergantung pada Amerika Serikat. 

Antara Trump dan Duterte

Kita lupakan sejenak soal perseteruan antara Duterte dengan Amerika Serikat, mari kita bahas kesamaan yang signifikan antara Donald Trump dan Rodrigo Duterte. kedua pemimpin ini sama-sama keras kepala.

Rodrigo Duterte adalah Presiden yang bertemperamen keras. Sebelum menjadi Presiden Filipina, Duterte adalah Walikota Davao City yang dikelolanya dengan tangan besi, mulai dari larangan warganya mengkonsumsi alkohol, larangan merokok, dan memberlakukan jam malam pukul 21:00 di kotanya.

Larangan-larangan itu ia berlakukan karena Duterte menginginkan agar seluruh warganya di Davao City bisa tidur nyenyak dimalam hari dan anak-anak mereka dapat mempersiapkan diri untuk sekolah pada keesokan harinya.

Duterte juga dikenal memiliki prilaku yang unik dan hobi yang nyeleneh yaitu setiap hari memburu dan membantai bandar narkoba di Davao City dengan senjata laras panjang dan motor Harley Davidson Kesayangannya.

Setelah dilantik sebagai Presiden Filipina, 4 ribu lebih nyawa bandar narkoba melayang ditangannya. Namun angka itu masih sangat kecil menurutnya karena targetnya yaitu menembak mati 100 ribu bandar narkoba diseantero Fiipina.

Barrack Obama mengencam keras tindakan Duterte yang dianggapnya telah melakukan tindakan pelanggaran HAM yang berat karena tiap orang mempunyai hak untuk hidup. Obama menasihati Duterte bahwa pemberantasan narkoba tidak perlu dengan cara kekerasan menghilangkan nyawa orang lain.

Akibatnya fatal, Duterte murka dan marah besar. Ia mengumpat Obama sebagai anak haram jaddah yang tak perlu menguliahi caranya pemberantasan narkoba dinegara yang dipimpinnya. Duterte geram dan menyerang Obama bahwa HAM bukanlah alasan untuk menghancurkan negaranya dari racun narkoba.

Lantas bagaimana dengan Donald Trump?

(Credit: AP/LM Otero)
(Credit: AP/LM Otero)
Ini juga adalah sosok pemimpin yang keras kepala dan kontroversial. Sekalipun keras kepala, Donald Trump adalah seorang yang cerdas dan tak gentar menghadapi tekanan publik dengan ide-idenya yang kontroversial dan dianggap gila.

Trump adalah pengusaha yang sukses yang memiliki kekayaan bersih lebih dari US$ 10 miliar dan beberapa aset terbesar di dunia, termasuk Menara Trump, Trump Turnberry Resort Golf, dan lain masih banyak lagi. Bisnisnya Trump di Indonesia yaitu Trump Hotel Collection dimana ia bekerjasama dengan pengusaha sekaligus politisi Hary Tanoesoedibjo untuk membangun hotel super mewah di Bali dan Lido, Sukabumi Jawa barat, dibawah payung MNC Group.

Foto bersama antara Donald Trump dan Hary Tanoesoedibjo beserta istri di Amerika Serikat (CNN Indonesia)
Foto bersama antara Donald Trump dan Hary Tanoesoedibjo beserta istri di Amerika Serikat (CNN Indonesia)
Kalau Duterte menyingsingkan lengannya perang melawan narkoba, maka Trump mengepalkan tinjunya untuk perang terhadap imigran gelap. Momok imigran gelap di Amerika Serikat adalah concern utamanya karena menurut Trump rata-rata pelaku kriminal di Amerika Serikat adalah para imigran gelap yang memperkosa wanita-wanita Amerika, mengedar narkoba, menciptakan ketakutan dengan aksi terorisme dan pembunuh berdarah dingin.

Program kerja Duterte dalam 100 hari pemerintahannya menjadi Presiden Filipina yaitu menghabisi nyawa 100 ribu Bandar narkoba, maka Trump berjanji akan membereskan persoalam imigran gelap dalam 18 bulan pertama pemerintahannya. Trump bersumpah akan membasmi semua imigran gelap di Amerika Serikat dan memperlakukan mereka seperti penjahat.

Trump akan membuat tembok Besar Mexico, yaitu tembok yang memisahkan Amerika dan Mexico untuk mencegah imigran gelap dari Mexico masuk ke wilayah negara adidaya itu. Trump ingin tembok yang ia bangun itu nantinya lebih megah dan lebih besar dari Tembok Cina. Menurut kalkulasi Trump, tembok Mexico akan dibangun dengan dana kurang lebih sekitar US$ 6 Milyar.

Selain komitmennya untuk membasmi imigran gelap di Amerika Serikat, Trump juga akan memperketat persyaratan untuk visa H-1B, yaitu visa yang memungkinkan pengusaha AS untuk merekrut dan mempekerjakan orang asing di Amerika Serikat.

Banyak orang yang tak menyangka statement-statement kontroversialnya itu justru membawanya menuju gedung putih. Harapan mayoritas para pemimpin dunia agar kemenangan itu diraih oleh Hillary Clinton akhirnya pupus sudah karena rakyat Amerika lebih cenderung memilih Trump yang lebih cemerlang ide-idenya dibandingkan Hillary Clinton.

Slogan Trump make America great again telah membius alam bawah sadar jutaan rakyat Amerika untuk meletakkan asa mereka ke pundak Trump. Trump berjanji akan membuat Amerika bangkit kembali dan berjaya dengan sistem pemerintahan yang sesungguhnya, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Sebagai seorang pengusaha sukses, Trump berjanji akan mempertahankan upah minimum yang selama ini berlaku di Amerika Serikat yaitu US$ 7,25 per jam, sekalipun perwakilan buruh Amerika Serikat selama ini berjuang untuk angka US$ 15 per jam.

Menurut perhitungannya Trump yang adalah businessman sejati, dengan upah minimum US$ 7,25 per jam, maka seseorang yang datang dan bekerja di Amerika Serikat dengan standard waktu kerja maksimal yang berlaku di Amerika, maka ia akan meperoleh pendapatan sebesar US$ 13,926.83 dalam satu tahun. Itu angka yang cukup besar untuk hidup layak di Amerika Serikat. Jangan menambah beban negara dan pengusaha dengan angka US$ 15 per jam itu.

Dibidang perdagangan, Trump berjanji akan melakukan negosiasi ulang mengenai perjanjian Perdagangan Bebas antara Amerika Utara dengan Kanada dan Meksiko agar tidak merugikan Amerika. Dibidang kebijakan energi dan lingkungan, Trump akan membatalkan suntikan dana miliaran dollar dalam program perubahan iklim PBB. Trump akan mengalihkan dana yang besar itu untuk program perubahan iklim untuk proyek-proyek infrastruktur di Amerika Serikat.

Dibidang perpajakan, Trump berjanji akan menaikkan pendapatan pajak sebesar $ 11.9 trilyun dalam satu dekade. Dengan demikian maka ia akan mendapatkan suntikan dana segar untuk pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 11%.

Trump juga akan meningkatkan alokasi dana untuk perang melawan terorisme yang selama ini pos pengeluaran untuk pemberantasan terorisme sebesar US$ 6 trilyun. Menurut Trump, rencana program kerja serta keputusan yang ia tempuh itu bukan hanya asal njeplak saja agar ia bisa menang pilpres, akan tetapi telah melalui kajian yang mendalam bersama team-nya, 

Makna Tersirat Reaksi Duterte

Dengan mengucapkan selamat kepada kemenangan Trump dan memuji sistem demokrasi di Amerika Serikat tentunya ada beberapa indikator sehingga membuat sikapnya melunak terhadap Amerika Serikat, yaitu indikator yang pertama Duterte adalah pemimpin yang berjiwa sprotif dan hatinya baik. Biasanya begitu, orang yang prilakunya gahar dan cadas, tapi hati mereka sebenarnya baik.

Sekalipun sebelumnya Duterte terlibat perang urat syaraf dengan Obama dan Trump, namun dalam lubuk hatinya yang paling dalam tentunya sebagai manusia biasa ia menginginkan adanya hubungan baik yang dapat tercipta.

Indikator yang kedua, tentunya Duterte berharap dapat memulihkan hubungan antara Filipina dan Amerika Serikat pasca lengsernya Barrack Obama. Harapannya, dibawah kendali kepemimpinan Trump, jalinan kerjasama dan saling pengertian kedua negara dapat tercipta

Indikator yang ketiga ada hubungannya dengan sengketa Laut Cina Selatan dimana mau tak mau peran serta Amerika Serikat sebagai negara adidaya dibutuhkan Duterte untuk mengamankan kepentingan Filipina dalam Sengketa Laut Cina Selatan itu dengan macan Asia, negara Tiongkok.

Namun apapun itu, satu hal yang perlu dipelajari dari kedua pemimpin kontroversial ini adalah komitmen mereka demi kepentingan negara. Mereka berdua adalah pemimpin yang berkarakter, memegang teguh prinsip yang kokoh, berbucara apa adanya tanpa perlu inflasi kata-kata sesuai karakter diri masing-masing tanpa perlu mengedepankan prilaku kemunafikan yang memuakkan.

Yang jelas, mereka terpilih menjadi pemimpin karena mereka dicintai oleh rakyatnya.

Salam Kompasiana.

Rujukan: Dailymail | Reuters

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun