Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah Tipe Kompasianer Menurut Ahok

3 Oktober 2016   17:09 Diperbarui: 4 Oktober 2016   14:24 2424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari soshable.com, desain kreatif oleh Mawalu

Tulisan ini hanya iseng saja ditengah suhu panas politik menjelang Pilkada DKI 2017. Supaya ada balance otak agar senantiasa fresh dan kencang selalu, daripada berkutat mulu tentang Ahok, tentang Djarot, tentang Agus Barimurti, tentang Silvana Murni, tentang Anies Bawesdan dan tentang si Sandiaga Uno itu. Ibaratnya cemilan ringan, santai saja bro. Jangan dimasukkan kedalam hati, lalu mengamuk membabi-buta di kolom komen dengan HURUF BESAR semua. Namanya juga hiburan, kalau ada yang tersungging, eh tersinggung, dan dimasukin ke lubuk hati yang paling dalem, artinya there's must be something wrong with you, folks. Kalau jenengan punya pencernaan yang halus dan sensitif, sebaiknya menyingkir sebelum terlambat melanjutkan membaca tulisan ini sampai garis finish, karena hanya akan bermasalah dengan kesehatan jenengan, yaitu ngowos mendadak, melongo, tatapan mata nanar seakan tak percaya, dan kejet-kejet enggak karu-karuan. Mohon maaf juga jualan namanya Ahok, soale kalau enggak pakai modus ala abunawas begini, jumlah pembaca hanya 17 orang saja, sorry ya bro, peace :p 

Kompasianer Tukang Dramatis
Enaknya dibilang apa yach, dramatis, novelis, sinetronis, melankolis, kutu kupretis atau apa neh? Dari tulisan-tulisan maupun komen-komen para Kompasianer jenis ini demennya mendramatisir segala sesuatu. Contohnya disaat Ahok belum disundul PDIP, para Kompasianer penganut paham ngawurologi dan semprulisasi model begini dengan segala sotoynya mendramatisir bahwa Ahok itu musuh bebuyutannya Megawati.

Ngehe nggak tuh?

Kompasianer Orang Lama Akun Baru
Kalo yang ini nich tipe Kompasianer yang kurang kerjaan banget alias pengangguran tingkat dewa yang hobinya beternak akun tuyul kloningan siluman nan abal-abal. Tujuannya ya itu tadi untuk melengkapi komen-komen mereka di akunnya yang resmi alias akun Terverifikasi. Biar kelihatannya yang bersangkutan di puja-puja oleh Kompasianer lain, padahal itu akun kloningannya sendiri.

Yang konyolnya lagi, setelah mereka daftar akun tuyul mereka di Kompasiana, mulailah para jebolan padepokan gunung kemukus itu dengan modus basi yang tak mutu sengaja memperkenalkan diri untuk mengelabui para penonton, heelloowww saya penghuni baru di Kompasiana, heelloooowww sebenarnya saya sudah lama baca-baca Kompasiana, heelloooowww kali ini baru memberanikan diri menulis di Kompasiana heelloooowww bla bla bla bla bla......

Jenis Kompasianer macam begini ini pikirnya para penghuni Kompasiana ini adalah segerombolan manusia culun yang sekolah kurang sehingga bisa kena tipu mentah-mentah. Mereka lupa bahwa para kaum intelektual, kaum akademis, para politisi dan praktisi hukum, serta kaum birokrat, banyak yang bergabung di Kompasiana ini yang IQ-nya sudah barang tentu lebih tinggi daripada jenis Kompasianer model tukang tipu kelas keong itu.

Kompasianer Sok Senior
Kalo yang ini Mawalu banget yang selalu mengagul-agulkan dengan jumawa tanggal bergabungnya di Kompasiana ini, padahal ada ribuan Kompasianer senior lainnya yang bergabung di Kompasiana lebih dulu dari aku.

Jenis Kompasianer norak bin labil model begini ini adalah jenis Kompasianer yang mengidap penyakit post power sydrome ringan. Kompasiana ini bukan untuk senior-senioran. Lu mau gabung di Kompasiana ini sejak jaman Siti Nurbaya kek, kagak ada urusan itu.

Malah masih mending Kompasianer newbie, kualitas tulisan mereka jauh lebih berisi dan cerdas serta bermutu tinggi daripada yang sok senior-senioran di Kompasiana ini.

Kompasianer Newbie Pengin Tampil
Kalau yang ini sedih hatiku sampai tak mampu berkata-kata lagi. Saking pengen tampilnya di Kompasiana ini, sampai-sampai ngajarin yang senior cara menggunakan fitur-fitur Kompasiana.

Ampun diijeee...

Kompasianer Salah Kamar
Tipe Kompasianer model begini bukannya mereka bodoh kayak badut, tapi memang sengaja agar tulisan-tulisan mereka nangkringnya di kanal-kanal yang peminatnya bejibun. Contohnya, tulisan tentang lika-liku rumah tangga, tapi, postingnya di Kanal Politik. Kan kasihan Admin jadinya nambah kerjaan mindah-mindahin tulisan para dodolipet itu ke kanal yang lebih tepat.

Kompasianer model begini ini kalau dibilang bodoh nanti tersinggung tingkat dewa, dibilang Kompasianer pemburu jumlah klik nanti tambah tersinggung lagi, enaknya dibilang apa yach, jawab sendiri dweh.

Kompasianer Tukang Daur Ulang
Kalau Kompasianer yang model begini aku hanya bisa tepok jidat saja. Demennya nyomot artikel orang di Facebook atau blog-blog pribadi lainnya lalu didaur ulang sedemikian rupa pake gaya bahasa mereka sendiri.

Gambar dari afrenchguyinlondon.com, desain kreatif oleh Mawalu
Gambar dari afrenchguyinlondon.com, desain kreatif oleh Mawalu
Namanya juga bad habit, ya susah juga sich, pake cara apapun kagak bakalan bisa punah kebiasan norak model begitu. Soale sekali enggak ketahuan, seterusnya keenakan. Nanti kalau ketahuan, ngelesnya ukur tobat.

Asem tenan.

Kompasianer Tukang Lapor Hati-Hati
Kalo yang model begini ini tipe Kompasianer yang sedikit-sedikit bikin tulisan hati-hati penipuan, padahal belum tentu apa yang mereka laporkan itu adalah penipuan, akan tetapi karena keculunan mereka sendiri, bukan karena akibat ditipu orang.

Contohnya begini, ketika mereka habis nyuci mobil di tempat cuci mobil, pas lagi periksa dalam mobil, dongkrak mobil nggak ada. Langsung dweh tanpa pikir panjang lagi posting tulisan di Kompasiana Hati-hati Nyuci Mobil di Tempat Ini. Padahal, dongkrak mobil mereka lupa ketinggalan di rumah. Tuh, kan?

Kompasianer model begini ini hanya bikin susah orang saja.

Kompasianer Tukang Bikin Emosi Orang
Tipe Kompasianer model begini ini yang paling kusuka. Sekali bikin tulisan langsung dah ratusan komen pun bejibun bersahut-sahutan mencak-mencak sewot enggak karu-karuan pecah berserakan bagaikan bom molotov yang meledak memekkakan telinga.

Gambar dari cartoonstock.com, desain kreatif oleh Mawalu
Gambar dari cartoonstock.com, desain kreatif oleh Mawalu
Aku paling demen banget baca postingan-postingan jenis Kompasianer model begini, bikin terpingkal-pingkal sampai nyaris kencing dicelana.

Kompasianer Tukang Marahin Admin
Dulu aku termasuk jenis Kompasianer ini, namun kini sudah bertobat 100% setelah dibaptis di kanal Politik. Soale akhirnya malu juga sich, disini cuma numpang eksis doang, tapi nuntut perhatian yang over dosis.

Selain itu Kompasianer model begini ini biasanya rata-rata golongan BSH (Barisan Sakit Hati) karena korban pembredelan Admin akibat posting tulisan semau-maunya yang melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana. Sudah dikasi hati minta rempelo, alias udah gratis posting demi aktualisasi diri, tapi maunya postingan-postingan mereka yang banyak pelanggaran itu kagak boleh diganggu gugat.

Ditegur Admin malah mencak-mencak, posting tulisan protes Admin sok gahar segala, padahal Admin enggak ngundang mereka pakai surat resmi supaya datang nulis di Kompasiana.

Kasihan juga sich lihat Kompasianer jenis muka tembok model begini ini :-)

Kompasianer Tukang Komplen Iklan Porno
Kalau yang ini jenis Kompasianer dodol tingkat dewa. Bagaimana enggak kubilang dodol, mereka enggak menyadari dengan seringnya browsing situs bokep, maka cache history-nya secara otomatis nyantol di Komputer mereka sehingga ads Google pun juga secara otomatis menampilkan iklan dengan konten yang similar dengan hasil browsing mereka-mereka itu di Komputer mereka itu.

Contohnya aku, karena sering browsing website-website penyedia konten batu bacan, maka setiap kali aku buka Kompasiana, iklan yang muncul mayoritas tentang batu akik. Masa aku nuduh Admin, ternyata mas Isjet dan Kang Pepih pecinta batu akik.

Nah yang lucunya para Kompasianer dodolipet itu supaya dibilang kompasianer suci pemegang kunci kerajaan sorga, mereka dengan segala pede-nya langsung posting tulisan protes keras ke Admin dengan menuduh Admin menayangkan iklan porno, supaya mereka dapat pujian dan berwakaka berwekeke ria dengan para Kompasianer lainnya.

Ngehe nggak tuh?

Kompasianer Hilang Akal
Kalau jenis Kompasianer ini postingan mereka selalu galau persis kayak anak punk yang punya rambut warna-warni, kadang botak, kadang pake kuncir, kadang jambulnya menjulang tinggi dengan anting-anting yang memenuhi alis, kuping, hidung, dan mulut mereka

Bagaimana enggak hilang akal, jumlah pembaca dibawah 100 pembaca, langsung kalap mata titip link secara membabi-buta kesana kemari agar jumlah pembacanya mencapai target. Salah satu Kompasianer jenis ini adalah Mawalu.

Norak yak?

Kompasianer Spesialis Jessica
Kompasianer macam begini ini asli bikin ngenes. Dengan segala sotoynya, analisa-analisa mereka melebihi analisa para pakar dan saksi ahli. Setelah ku obrak-abrik Google, ternyata mereka comotnya dari pendapat para ahli di media online dan sadur dikit-dikit dari hasil kesaksian para ahli di  pengadilan.

Memamgnya kite-kite ini kagak nonton jalannya persidangan Jessica kali yach.

Manusia memang ada-ada saja.

**

Sebenarnya sich masih banyak banget lagi jenis dan tipe Kompasianer yang kayak nano-nano manis asam-asin ramee rasaya itu. Ada yang lucu, kocak, sok serius, sensitif, perasaan halus, ada pula yang galak, ibaratnya senggol bacok, dan masih banyak lagi. Namun, intinya, moral story dati tulisan ini, ada dua,  yaitu;

1. Orang-orang yang enggak disukai di Kompasiana, yaitu;

(a). Sok tau;
(b). Sok ngajariin;
(c). Sok pintar;
(d). Sok hebat;
(e). Sok ngetop;
(f). Sok galak.

2. Sedangkan yang paling disukai, yaitu yang:

(a). Humoris;
(b). Rendah hati;
(c). Suka bergaul;
(d). Ramah sama orang;
(e). Suka tersenyum;
(f).  Enggak suka marah-marah;
(g). dan cerdas, tentu saja.

Yo wis ngono wae.

Salaman :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun