Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Risma Mengendus Permufakatan Jahat

5 Agustus 2016   17:27 Diperbarui: 6 Agustus 2016   08:37 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah hiruk pikuk kegaduhan politik menjelang Pilkada DKI 2017, ada yang menarik dari situasi terbaru saat ini yaitu keputusan Risma yang menolak mengikuti Pilkada DKI Jakarta dan memilih tetap stay di Surabaya karena ia mengendus adanya permufakatan jahat segelintir golongan yang ingin mendepaknya secara halus dari Surabaya.

Rupanya dibalik manuver sekelompok orang/politisi yang mendorong Risma ikut Pilkada DKI Jakarta, tujuan utama mereka bukan hanya semata-mata untuk menjegal Ahok jadi Gubernur DKI Jakarta, akan tetapi ada tujuan yang lebih besar dari itu, yaitu agar mereka tak terganggu dengan kiprah Risma di Surabaya.

Risma sudah mengetahui akal bulus itu dan ia sudah memegang bukti. Ia tahu ada segelintir golongan yang pura-pura mendorongnya ikut dalam Pilkada DKI Jakarta karena selama ini Risma  mengakui ia ketat dalam menjalankan kebijakannya selama memimpin Surabaya, sehingga mereka tak bisa apa-apa (Baca beritanya disini).

Itulah sebabnya Risma akan terus menjalankan amanah yang diberikan warga Surabaya kepada dirinya sampai ia tuntas menyelesaikan tugasnya sebagai Wali Kota Surabaya. Risma meminta maaf kepada semua pihak yang selama ini mendorongnya untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta karena ia tetap akan di Surabaya dan tak akan mengikuti Pilkada DKI Jakarta.

Upaya busuk segelintir golongan untuk menyingkirkan Risma secara halus dari Surabaya itu sama persis dengan apa yang pernah diucapkan oleh Adolf Hitler, “Ich konnte all die Juden in dieser Welt zu zerstören, aber ich lasse ein wenig drehte-on, so können Sie herausfinden, warum ich sie getötet”, yang artinya, "Bisa saja saya memusnahkan semua orang Yahudi di dunia ini, tapi sengaja saya sisakan sedikit yang hidup supaya Anda dapat memahami mengapa saya membunuh mereka."

Risma dan Bunuh Diri Politik

Keputusan Risma yang bersikukuh tetap membangun kota Surabaya sekalipun dibujuk rayu oleh oknum-oknum yang tak ingin terganggu di Surabaya adalah langkah yang tepat dan patut diapresiasi. Selain itu, bukan meremehkan Risma, mengikuti Pilkada DKI sesuai kemauan para oknum itu sama saja bunuh diri politik, setidaknya  dari indikator dan parameter sebagai berikut;

1. Potensi Menang Sangat Tipis

Yang memilih Risma pada Pilkada DKI yaitu dari golongan BSH (Barisan Sakit Hati), golongan ABA (Asal Bukan Ahok), golongan fanatik taqlid yang mengharamkan pemimpin Non Muslim, golongan non partisan Jokowi-Ahok, mafia TPU, mafia tanah negara, serta keluarga dan sanak saudara para PNS DKI yang dipecat Ahok karena terlibat korupsi dan kinerja yang buruk.

Golongan lainnya yaitu, para pengusaha licik (pengusaha parkir liar, dan lain sebagainya yang pendapatan mereka menurun drastis setelah Ahok memperketat kebijakannya di Jakarta), termasuk para golongan RT/RW yang terkunci other income mereka setelah Ahok menerapkan program Smart City.

Secara stastistik, golongan-golongan itu tak banyak di Jakarta. Tentu saja Risma sudah berpikir matang-matang dari segala sisi, termasuk namun tak terbatas pada potensi resiko kekalahan yang akan ia hadapi.

2. Karakteristik dan Pola Berpikir Warga Jakarta yang Berbeda Dengan Surabaya

Kerasnya kehidupan di Jakarta membuat mayoritas warga Jakarta memiliki pola berpikir yang realistis dan selangkah lebih maju kedepan. Dengan melihat kinerja Ahok selama ini dan perubahan-perubahan signifikan yang telah dilakukannya di Jakarta, mayoritas warga Jakarta sudah cukup puas, sehingga memiliki keengganan untuk memilih orang baru, sekalipun berprestasi di daerah.

Ibaratnya, sudah ada Gubernur bagus didepan mata, untuk apa lagi pilih orang baru dan mulai dari nol lagi?

Media Mainstream yang Ingin Risma Hengkang dari Surabaya

Akhir-akhir ini terlihat dengan jelas media mainstream yang menunjukkan keberpihakanya terhadap Risma agar hengkang dari Surabaya, yaitu detik.com.

Dari pola pemberitaan detik.com akhir-akhir ini, sangat terlihat jelas sekali pemberitaan mereka yang tak seimbang yang membanding-bandingkan Risma dengan Ahok. Contohnya mereka posting berita bahwa di Surabaya, semua trotoar bersih, luas, dan bebas dari PKL, tidak seperti di Jakarta yang kumuh, kotor, sempit, dan dikuasai oleh PKL (Baca: Beda dengan Jakarta, Trotoar Surabaya Cantik dan Nyaman Bagi Pejalan Kaki)

Pemberitan pesanan model begini sudah bukan barang baru lagi menjelang, baik itu Pilpres maupun Pilkada, sehingga justru hanya menimbulkan perspektif yang subyektif dalam mindset masyarakat bahwa media mainstream saat ini tak dapat dipegang lagi unsur kebenaran yang tersirat maupun tersurat dalam suatu pemberitaan karena cenderung berkiblat ke golongan yang lebih kuat secara finansial dan yang punya misi politik tertentu.

Kalau sebelumnya pemberitaan di detik.com lebih cenderung memihak kepada Ahok dengan seringnya memberitakan keberhasilan, prestasi, serta kinerja Ahok, mungkin saja ada relawan, atau pendukung Ahok yang membayar media itu.

Saat ini pemberitaan-pemberitaan di detik.com cenderung memojokkan Ahok dengan membanding-bandingkannya dengan Risma. Mungkin saja mereka dibayar oleh para golongan yang disebutkan Risma yang tak menginginkannya di Surabaya.

Rasionalisasi media dalam kehidupan berpolitik di negeri ini seolah-olah sudah mati suri dan tak ada maknanya lagi, padahal rasionalisasi dan intelektualisme yang dikedepankan oleh media mainstream diharapkan dapat memberikan sesuatu yang lebih sebagai bentuk kontribusi kepada negara, yaitu memberikan pendidikan politik yang positif dan bermartabat bagi masyarakat.

Keberpihakan media tanpa pengendalian tak ada bedanya dengan taqlid buta, yaitu mengikut sesuatu tanpa berpikir kritis, realistis dan argumentatif, serta pertimbangan yang sehat dan logis.

Ya itulah politik. Banyak pihak dan kepentingan yang bermain didalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun