Di tengah hiruk pikuk kegaduhan politik menjelang Pilkada DKI 2017, ada yang menarik dari situasi terbaru saat ini yaitu keputusan Risma yang menolak mengikuti Pilkada DKI Jakarta dan memilih tetap stay di Surabaya karena ia mengendus adanya permufakatan jahat segelintir golongan yang ingin mendepaknya secara halus dari Surabaya.
Rupanya dibalik manuver sekelompok orang/politisi yang mendorong Risma ikut Pilkada DKI Jakarta, tujuan utama mereka bukan hanya semata-mata untuk menjegal Ahok jadi Gubernur DKI Jakarta, akan tetapi ada tujuan yang lebih besar dari itu, yaitu agar mereka tak terganggu dengan kiprah Risma di Surabaya.
Risma sudah mengetahui akal bulus itu dan ia sudah memegang bukti. Ia tahu ada segelintir golongan yang pura-pura mendorongnya ikut dalam Pilkada DKI Jakarta karena selama ini Risma mengakui ia ketat dalam menjalankan kebijakannya selama memimpin Surabaya, sehingga mereka tak bisa apa-apa (Baca beritanya disini).
Itulah sebabnya Risma akan terus menjalankan amanah yang diberikan warga Surabaya kepada dirinya sampai ia tuntas menyelesaikan tugasnya sebagai Wali Kota Surabaya. Risma meminta maaf kepada semua pihak yang selama ini mendorongnya untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta karena ia tetap akan di Surabaya dan tak akan mengikuti Pilkada DKI Jakarta.
Upaya busuk segelintir golongan untuk menyingkirkan Risma secara halus dari Surabaya itu sama persis dengan apa yang pernah diucapkan oleh Adolf Hitler, “Ich konnte all die Juden in dieser Welt zu zerstören, aber ich lasse ein wenig drehte-on, so können Sie herausfinden, warum ich sie getötet”, yang artinya, "Bisa saja saya memusnahkan semua orang Yahudi di dunia ini, tapi sengaja saya sisakan sedikit yang hidup supaya Anda dapat memahami mengapa saya membunuh mereka."
Risma dan Bunuh Diri Politik
Keputusan Risma yang bersikukuh tetap membangun kota Surabaya sekalipun dibujuk rayu oleh oknum-oknum yang tak ingin terganggu di Surabaya adalah langkah yang tepat dan patut diapresiasi. Selain itu, bukan meremehkan Risma, mengikuti Pilkada DKI sesuai kemauan para oknum itu sama saja bunuh diri politik, setidaknya dari indikator dan parameter sebagai berikut;
1. Potensi Menang Sangat Tipis
Yang memilih Risma pada Pilkada DKI yaitu dari golongan BSH (Barisan Sakit Hati), golongan ABA (Asal Bukan Ahok), golongan fanatik taqlid yang mengharamkan pemimpin Non Muslim, golongan non partisan Jokowi-Ahok, mafia TPU, mafia tanah negara, serta keluarga dan sanak saudara para PNS DKI yang dipecat Ahok karena terlibat korupsi dan kinerja yang buruk.
Golongan lainnya yaitu, para pengusaha licik (pengusaha parkir liar, dan lain sebagainya yang pendapatan mereka menurun drastis setelah Ahok memperketat kebijakannya di Jakarta), termasuk para golongan RT/RW yang terkunci other income mereka setelah Ahok menerapkan program Smart City.
Secara stastistik, golongan-golongan itu tak banyak di Jakarta. Tentu saja Risma sudah berpikir matang-matang dari segala sisi, termasuk namun tak terbatas pada potensi resiko kekalahan yang akan ia hadapi.