Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Batu Akik Tak Pernah Mati

1 Juni 2016   17:00 Diperbarui: 2 Juni 2016   14:04 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka jenis Batu Akik yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Dok.Pri)

Tadi malam selepas maghrib aku meluncur ke Pasar Minggu, Jakarta Selatan, nyari sayur kesukaan aku yaitu sayur Pucuk Labu sama sayur Selada Air. Dua jenis sayur ini agak langka di Jakarta, nyarinya kalau nggak di Supermarket, ya harus ke pasar rakyat seperti Pasar Minggu.

Di Pasar Minggu semua jenis sayur mayur, buah-buahan, ikan, daging, dan segala dagangan semuanya ada, harganya pun harga rakyat jelata, Soale kalau mengharapkan pedagang sayur keliling paling yang dijual itu-itu saja, Kangkung, Sawi, Kol, Brokoli, dan Kacang Panjang. Bosan aku.

Setelah selesai belanja sayur Pucuk Labu dan Selada Air, ketika akan pulang ku lihat banyak pedagang batu Akik dan tukang poles batu Akik menggelar lapak mereka disepanjang jalanan Pasar Minggu.

Aneka jenis Batu Akik yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Dok.Pri)
Aneka jenis Batu Akik yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Dok.Pri)
Menarik juga nih. Ku samperin salah satu pedagang batu Akik sekaligus tukang poles Akik untuk memoles batu Bacan kesayangan aku.

"Bro, poles berapa duit?"

"Ceban, bang", jawab si tukang poles sembari tetap fokus memoles batu Akik di mesin poles didepannya.

"Murah juga ya, bro. Kalau dulu sekali poles Rp 40.000"

Ia tersenyum, "Itu kan dulu, bang, karena lagi musim aja. Kalau sekarang mah enggak mau orang dengan harga segitu"

(Dok.Pri)
(Dok.Pri)
"Oh begitu. Kok bisa sekarang enggak demam batu Akik lagi ya", aku pura-pura lugu bertanya.

"Kalau sekarang yang maen batu paling para pemaennya aja sama yang benar-benar hobbi. Kalau dulu kan orang-orang cuma pada ikut rame doang."

"Oohh pantesan ya, bro. Ya sudah dipoles ya", aku melepas cincin dari jari ku dan menyerahkannya ke dia.

Ia tampak meneliti sesaat batu Bacan aku itu.

"Udah cakep nih bang Bacannya. Udah tembus dan kristalnya udah mau keluar". Ia menyenter batu Bacan aku dengan senter kecil dari bawah ikatan cincin.

"Sudah lama itu, bro. Sudah setahun lebih ku pakai", jawab ku.

"Kalau dijual harganya tinggi nih, bang. Bacan mah harganya tetap stabil", sembari ia melepas batu Bacan itu dengan ketokan palu kecil dari ikatan cincin dengan hati-hati dan perlahan-lahan.

Aneka batu Akik di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Dok.Pri)
Aneka batu Akik di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Dok.Pri)
Setelah batu Bacan itu terlepas dari ikatan cincin, jari jemarinya lincah bergerak ke kiri dan kekanan atas bawah menekan permukaan Bacan ke mesin poles yang dibalut kertas amplas 2000 itu. Sesekali ia memercikkan air ke permukaan amplas itu. Ku lihat Bacan aku semakin halus dan kinclong saja.

Sambil menunggu ia memoles batu Bacan aku, aku lalu jalan-jalan keliling melihat-lihat pedagang batu Akik lainnya sembari nanya ini itu kok batu Akik masih ramai saja ini.

Pedagang batu Akik di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang tetap antusias mengeruk untung dari penjualan aneka batu Akik (Dok.Pri)
Pedagang batu Akik di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang tetap antusias mengeruk untung dari penjualan aneka batu Akik (Dok.Pri)
Para pedagang batu Akik itu menjelaskan bahwa sekarang memang nggak seramai dulu, karena sekarang khusus yang benar-benar hobi saja dan para pemaennya doang. Beda dengan pada saat masih booming dulu, semua orang ramai-ramai ikut-ikutan latah memakai batu Akik karena mengikuti trend saat itu.

Salah satu pedagang yang ku tanyai menjelaskan kenapa batu Akik tak pernah mati musimnya karena sejak jaman dulu kala orang sudah pakai batu Akik. Beda dengan orang yang hobi pelihara burung dan ikan hias, hanya musiman saja dan juga ada batasan umur, sedangkan batu Akik justru semakin tua semakin indah.

(Dok.Pri)
(Dok.Pri)
Aku manggut-manggut saja mendengar penjelasan mereka. Ternyata benar juga kata orang selama ini, batu Akik tak pernah mati.

Ya sudah itu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun