Ia bilang Jokowi hanya dijadikan pendongkrak elaktabilitas partai, karena saat ini PDIP itu tak punya figur yang mumpuni. Memang tak ada aturan untuk menghukum ketidaksetiaan seseorang pada jabatan, selain sumpah atas nama UU dan atas nama Tuhan.
Apa artinya kesetiaan pada sumpah jabatan atas nama UU dan atas nama Tuhan, ketika kuantitas tak selesai di tunaikan meskpun kualitas telah mewarnai awal rajutnya kinerja Jokowi yang menjadi magnet di mata warga Jakarta.
Ia benar-benar kecewa. Ia kecewa karena dulu Jokowi telah komitmen dan berjanji akan membereskan masalah-masalah Jakarta. Ternyata Menuju Jakarta Baru hanya slogan belaka. Mumpung masih bisa loncat, loncat saja terus. Besok-besok loncat kemana lagi? Begitu kawanku ini bilang.
Ini Tanggapan Aku
Keberadaan Jokowi menjadi orang nomor satu di NKRI ini adalah keinginan seluruh masyarakat Indonesia. Jokowi milik semua orang, bukan hanya warga Jakarta saja. Justru jika Jokowi jadi Capres, maka persoalan Jakarta bisa cepat diselesaikan.
Kawanku ini lupa, atau mungkin ia tak tahu, atau jangan-jangan ia tak paham, bahwa persoalan Jakarta sejatinya adalah tanggungjawab Pemerintah Pusat. Selama ini fakta menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat tak begitu peduli atau bukan skala prioritas untuk mengurus ibu kota negara ini.
Yang pasti Jokowi tetap masih memikirkan permasalahan Jakarta kok. Kenapa sih harus pesimis? Masalah Jakarta adalah masalah bersama di negeri zamrud khatulistiwa ini.
Kita ambil contoh nyatanya saja deh, salah satu batu sandungan terlambatnya realisasi program-program Jokowi yaitu akibat APBD yang sulit sekali cair lantaran adanya unsur politis disitu. Dikala Jokowi sudah jadi Presiden, campur tangan Jokowi akan mencairkan gunung es yang membeku itu. Itu sudah pasti, dan itu fakta.
Bahaya Laten Opini Sesat