Disadari atau tidak, dengan adanya pemberitaan dari The Jakarta Post itu akan menjadi makanan empuk bagi para lawan politik Jokowi. Mereka seolah-olah telah mendapatkan senjata baru untuk menumbangkan Jokowi sebelum sampai ke Istana Negara dan menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Para lawan politik Jokowi akan dengan mudah mempengaruhi masyarakat plus ta$bahan berbagai macam bumbu-bumbu penyedap seolah-olah berkata, ini lho calon Presiden negara ini, apa kalian mau punya Presiden yang gampang diatur-atur, dimarah-marahi dan diusir?
Mau jadi apa negara ini kalau Presidennya mudah disetir dan diatur-atur harus begini harus beginu? Bukan tak mungkin kesan dan stigma macam begitu itu diciptakan oleh para lawan politik Jokowi untuk mempengaruhi alam bawah sadar msayarakat luas sehingga mereka pun menjadi ragu dan berpikir dua kali untuk memilihnya menjadi Presiden.
3. Pembunuhan Karakter Jokowi
Setiap manusia punya keterbatasan mental dan karakter. Seorang pemimpin yang tangguh sekalipun ketika dibombardir dengan pemberitaan-pemberitaan yang miring, suatu saat nanti akan tumbang juga.
Seseorang yang mengalami pembunuhan karakter akan membuat pergerakannya menjadi terkunci, mau begini salah, mau begitu juga salah. Semuanya serba salah. Inilah jahatnya pembunuhan karakter. Bukan tak mungkin Jokowi pun akan mengalami hal yang sama akibat dari pemberitaan itu, yang kalau kalau saja seandainya benar, akan membuat karakternya tumbang dan kelimpungan.
Pemberitaan itu kelihatannya sepele hanyalah bentuk reportasi ringan biasa, namun siapa sangka akibat dan imbasnya bisa membuat kerusakan yang sedemikan parahnya.
Meralat Berita Bukan Dosa Besar
UU Pers di negeri ini memberikan kesempatan kepada media untuk meralat suatu pemberitaan. Memang iya sih fungsi media yaitu memberitakan suatu pemberitaan yang aktual dan terpercaya, akan tetapi sejatinya ketika akan merilis ke publik, sejatinya media juga memperhatikan aspek-aspek kerugian yang akan diderita oleh sosok yang dijadikan target pemberitaan.
Kalau memang hati nurani sudah buta dan tuli dan tak peka dengan hal ini, ya mau bilang apa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H