Rupanya pasca pemberitaan The Jakarta Post, harian nasional berbahasa Inggris itu, yang merilis berita tentang pengusiran Puan Aharani terhadap Jokowi setelah keluarnya hasil hitung cepat Pemilu Legislatif, masih terus berlanjut dan semakin lama semakin memanas.
Baik di dunia maya maupun dunia nyata, semua orang bicara, semua orang angkat suara. Namun sebagai media terkemuka, The Jakarta Post justru tampaknya adem ayem saja alias bodoh amat menanggapi reaksi keras PDIP dan masyarakat luas tentang berita pengusiran Jokowi oleh Puan Maharani itu.
Sikap cueknya The Jakarta Psot seolah-olah menunjukan kepada publik bahwa mereka telah memiliki kunci password yang jitu yaitu narasumber yang kredibel dan layak dipegang omongannya, jadi untuk apa ditanggapi. Ibarat kata, kalau macam-macam tinggal sebutkan saja narasumbernya, habis perkara. Maka PDIP akan semakin terpuruk dan terjerembab karena kehilangan simpati dari masyarakat luas.
Akibat reaksi overload dari masyarakat dan partai berlambang banteng bermoncong putih itu yang sebegitu kerasnya mengecam The Jakarta Post yang dianggap telah menebarkan berita bohong, imbasnya justru disadari atau enggak disadari bisa berakibat fatal terhadap laju langkah Jokowi menuju istana negara.
Mari kita simak dengan seksama apa-apa saja imbasnya;
1. Masyarakat Bisa Kehilangan Kepercayaan Terhadap Kepemimpinan Jokowi
Mungkin saja wartawan The Jakarta Post, si Hans David Tampubolon itu, dalam benaknya sama sekali tak menyadari bahwa akibat dari pemberitaannya yang ditulisnya bisa berakibat fatal bagi karir Jokowi menuju orang nomor satu di negeri ini.
Kenapa demikian? Karena sudah pasti secara otomatis Jokowi akan kehilangan kepercayaan masyarakat luas untuk memilihnya menjadi Presiden RI. Ibaratnya, sama Puan Maharani saja di usir, apalagi kalau ia sudah jadi Presiden?
Kan fatal akibatnya bilamana ada kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan Presiden yang tak disetujui oleh Puan Maharani, maka Jokowi akan kena semprot dan tak menutup kemungkinan mengusirnya. Ini yang tak diinginkan oleh masyarakat luas, tak seorangpun mau Presidennya hanya sebagai boneka saja.
Kesalahan fatal dalam pelaksanaan kaidah dan etika jurnalistik tak memperhatikan hal ini, namun betapa kasihannya perjuangannya Jokowi selama ini kalau sampai ia gagal mendapatkan dukungan rakyat hanya karena pemberitaan yang sepele itu.
2. Makanan Empuk Para Lawan Politik Jokowi
Disadari atau tidak, dengan adanya pemberitaan dari The Jakarta Post itu akan menjadi makanan empuk bagi para lawan politik Jokowi. Mereka seolah-olah telah mendapatkan senjata baru untuk menumbangkan Jokowi sebelum sampai ke Istana Negara dan menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Para lawan politik Jokowi akan dengan mudah mempengaruhi masyarakat plus ta$bahan berbagai macam bumbu-bumbu penyedap seolah-olah berkata, ini lho calon Presiden negara ini, apa kalian mau punya Presiden yang gampang diatur-atur, dimarah-marahi dan diusir?
Mau jadi apa negara ini kalau Presidennya mudah disetir dan diatur-atur harus begini harus beginu? Bukan tak mungkin kesan dan stigma macam begitu itu diciptakan oleh para lawan politik Jokowi untuk mempengaruhi alam bawah sadar msayarakat luas sehingga mereka pun menjadi ragu dan berpikir dua kali untuk memilihnya menjadi Presiden.
3. Pembunuhan Karakter Jokowi
Setiap manusia punya keterbatasan mental dan karakter. Seorang pemimpin yang tangguh sekalipun ketika dibombardir dengan pemberitaan-pemberitaan yang miring, suatu saat nanti akan tumbang juga.
Seseorang yang mengalami pembunuhan karakter akan membuat pergerakannya menjadi terkunci, mau begini salah, mau begitu juga salah. Semuanya serba salah. Inilah jahatnya pembunuhan karakter. Bukan tak mungkin Jokowi pun akan mengalami hal yang sama akibat dari pemberitaan itu, yang kalau kalau saja seandainya benar, akan membuat karakternya tumbang dan kelimpungan.
Pemberitaan itu kelihatannya sepele hanyalah bentuk reportasi ringan biasa, namun siapa sangka akibat dan imbasnya bisa membuat kerusakan yang sedemikan parahnya.
Meralat Berita Bukan Dosa Besar
UU Pers di negeri ini memberikan kesempatan kepada media untuk meralat suatu pemberitaan. Memang iya sih fungsi media yaitu memberitakan suatu pemberitaan yang aktual dan terpercaya, akan tetapi sejatinya ketika akan merilis ke publik, sejatinya media juga memperhatikan aspek-aspek kerugian yang akan diderita oleh sosok yang dijadikan target pemberitaan.
Kalau memang hati nurani sudah buta dan tuli dan tak peka dengan hal ini, ya mau bilang apa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H