Setelah ku renungkan dan berpikir matang-matang, yang jelas aku tak mau hidup seperti begini terus.
Aku akhirnya menyerahkan seluruh gaji aku ke istri, dan ia yang mengelola seluruh keuangan, Â pengeluarannya apa saja dan berapa besaran tabungan yang ditabung setiap bulan.
Setiap hari aku dijatah istri untuk uang makan, uang bensin, dan lain sebagainya. Kalau ada rejeki nomplok selain income rutin yang ku terima setiap bulan, misalkan bonus perusahaan, dan lain sebagainya, maka uang itu (istilahnya uang laki-laki) menjadi pegangan aku dan tak ku serahkan ke istriku. Ini sudah aku komunikasikan dengan istri sebelumnya, dan ia pun memahaminya.
Setelah semua keuanganku dikelola istri, aku tak pernah defisit lagi. Setidaknya aku sudah enggak galau lagi uangku habis ditengah bulan. Kami akhirnya punya tabungan yang lebih dari cukup karena setiap bulan istri aku rajin menabung di Bank (tanpa ATM) dan secara bersama-sama kami mengamati perkembangan saldonya.
2. Mengatur Pos Pengeluaran Bulanan
Bagi aku dan istri tak ada itu istilah uang suami adalah uang istri, uang istri bukan uang suami. Setiap bulan, gaji aku dan istri digabung jadi satu. Lalu istri aku mulai membagi-bagi pos pengeluaran;
1. Kebutuhan rumah tangga bulanan
2. Perpuluhan
3. Kolekte mingguan
4. Petty Cash (khusus untuk Kebutuhan rumah, misalkan ganti bohlam lampu yang mati, engsel pintu rusak, kran air yang rusak, dan lain sebagainya)
5. Arisan keluarga