Mohon tunggu...
Mawalu Si Pembully
Mawalu Si Pembully Mohon Tunggu... -

Banyak orang menulis bagaikan thriller psikologis dengan pola berpikir seperti orang epilepsi. Orang bebal ketika ditegur justru mengagulkan bebalnya itu dengan jumawa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada yang Aneh dengan Wiranto

31 Juli 2013   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:46 3214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenapa ku bilang aneh? Ini alasannya.

Pada bulan kelima di tahun 1998 yang silam, dalam Pidato kenegaraannya, Soeharto menyerahkan estafet kepemimpinannya ke Wiranto untuk mengambil alih kendali negara. Akan tetapi Wiranto tak mau memanfaatkan kesempatan itu. Padahal posisi Wiranto pada saat itu sama persis dengan posisi Soeharto yang mengambil alih kekuasaan dengan berbekal sepucuk surat sakti bernama Supersemar dari Soekarno.

Lalu pada Sidang Umum tahun 1999 lalu, Wiranto ditawari menjadi Calon Presiden dari fraksi poros tengah untuk menjegal deru laju Megawati menjadi Presiden ke-4. Lagi-lagi Wiranto tak mau memanfaatkan kesempatan itu.

Kenapa Wiranto tak mau memanfaatkan dua kali kesempatan emas itu? Bukankah pepatah mengatakan kesempatan tak mungkin datang kedua kali? Tapi ini dua kali kesempatan emas datang kepada dirinya, dan ia tak mau memanfaatkan momen-momen yang indah itu dengan sebaik-baiknya. Ada apa ini?

Ataukah mungkin saja Wiranto ini ingin bermain cantik menunjukan kepada bangsa ini seolah-olah ia tak mau aji mumpung. Padahal sejarah mencatat beberapa Presiden RI menjadi orang nomor satu di negeri ini juga karena aji mumpung tanpa melalui sistem mekanisme Pemilu. Contohnya Soekarno, Soeharto, dan BJ Habibie itu.

Setelah dua kali menolak jadi Presiden, Wiranto lalu maju mencalonkan dirinya menjadi Calon Presiden melalui Golkar pada Pemilu 2004, yang justru berbuah kepahitan karena tak dipilih rakyat menjadi orang nomor satu di negara ini.

Akar kepahitan kegagalannya pada Pemilu 2004 itu tetap saja Wiranto ini kekeh jumekeh mencoba lagi keberuntungannya dengan mengadu nasib mencalonkan dirinya menjadi Cawapres melalui Golkar pada Pemilu 2009. Lagi-lagi buah kepahitan terpaksa ditelannya lagi. Gagal lagi tak dipilih rakyat.

Kenapa bisa begitu? Kenapa Wiranto selalu gagal dan gagal lagi pada dua periode Pemilu 2004 dan 2009 lalu? Ini karena rakyat masih trauma dengan peristiwa chaos di Jakarta pada tahun 1998 silam.

Masih terekam jelas dalam sanubari para korban yang tersakiti akibat pembantaian rakyat tak berdosa, pembantaian dan perkosaan massive warga etnis keturunan cina, dan penculikan para aktivis Reformasi.

Belum lagi penembakan brutal secara membabi buta kepada para mahasiswa pejuang Reformasi yang dilakukan oleh para prajurit bermental keparat. Semua peristiwa berdarah itu atas instruksi Soeharto melalui Wiranto karena ingin negara ini tetap dalam kendali militer.

Yang anehnya, ketika Jakarta dalam kondisi genting, Wiranto justru meninggalkan Jakarta menuju malang dengan membawa serta Jenderal-Jenderalnya. Maksudnya apa pulak ini?

Bagaimana mungkin ibukota negara dalam kondisi pecah kerusuhan di seluruh pelosok Jakarta, Wiranto yang menjabat sebagai Pangab saat itu justru lebih memilih menghadiri kegiatan upacara di Malang? Suatu kebetulan atau suatu kesengajaan? Ini sama persis dengan prilaku Soeharto dulu ketika tahu bahwa akan ada gerakan G30SPKI.

Bagaimana mungkin Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Pangab tak tahu menahu (atau memang sengaja tak mau tahu) kondisi runyamnya Jakarta saat itu? Apakah mungkin Badan Intelijen ABRI saat itu tak membisikan ke kuping Wiranto bahwa ibukota negara akan ada kerusuhan?

Saat ini Wiranto mencoba lagi keberuntungannya mencalonkan dirinya menjadi Calon Presiden RI melalui Partai besutannya, Hanura, di Pemilu 2014 yang akan datang. Akankah buah kepahitannya terulang kembali? Kita lihat saja nanti. Sudah hilangkah trauma bangsa ini akan tragedi 1998 lalu yang notabene hasil mega karya buah tangannya Wiranto? Belum tentu. Tak semudah itu.

Pembaca masih ingat pernyataan Wiranto terkait kasus penyerangan lapas Cebongan? Wiranto dengan bangganya melontarkan statement jika kasus itu diserahkan ke dirinya, maka dalam tempo 1 x 24 jam, ia akan menuntaskan kasus itu dan mengungkapkan siapa pelakunya.

Ini artinya Wiranto paham betul sistem kekerasan di Internal aparat bersenjata di negeri ini, sama halnya seperti yang terjadi di tahun 1998 itu. Ingin tampil pencitraan, tapi justru berakibat konyol karena menjadi bumerang bagi dirinya terungkapnya dosa-dosa masa lalu yang dilakukannya pada tahun 1998 silam.

Coba saja kalau dulu dia mau menerima amanah Soeharto melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan kendali negara, mungkin saja sampai saat ini Wiranto masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sungguh aneh tapi nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun