Bagaimana mungkin ibukota negara dalam kondisi pecah kerusuhan di seluruh pelosok Jakarta, Wiranto yang menjabat sebagai Pangab saat itu justru lebih memilih menghadiri kegiatan upacara di Malang? Suatu kebetulan atau suatu kesengajaan? Ini sama persis dengan prilaku Soeharto dulu ketika tahu bahwa akan ada gerakan G30SPKI.
Bagaimana mungkin Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Pangab tak tahu menahu (atau memang sengaja tak mau tahu) kondisi runyamnya Jakarta saat itu? Apakah mungkin Badan Intelijen ABRI saat itu tak membisikan ke kuping Wiranto bahwa ibukota negara akan ada kerusuhan?
Saat ini Wiranto mencoba lagi keberuntungannya mencalonkan dirinya menjadi Calon Presiden RI melalui Partai besutannya, Hanura, di Pemilu 2014 yang akan datang. Akankah buah kepahitannya terulang kembali? Kita lihat saja nanti. Sudah hilangkah trauma bangsa ini akan tragedi 1998 lalu yang notabene hasil mega karya buah tangannya Wiranto? Belum tentu. Tak semudah itu.
Pembaca masih ingat pernyataan Wiranto terkait kasus penyerangan lapas Cebongan? Wiranto dengan bangganya melontarkan statement jika kasus itu diserahkan ke dirinya, maka dalam tempo 1 x 24 jam, ia akan menuntaskan kasus itu dan mengungkapkan siapa pelakunya.
Ini artinya Wiranto paham betul sistem kekerasan di Internal aparat bersenjata di negeri ini, sama halnya seperti yang terjadi di tahun 1998 itu. Ingin tampil pencitraan, tapi justru berakibat konyol karena menjadi bumerang bagi dirinya terungkapnya dosa-dosa masa lalu yang dilakukannya pada tahun 1998 silam.
Coba saja kalau dulu dia mau menerima amanah Soeharto melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan kendali negara, mungkin saja sampai saat ini Wiranto masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Sungguh aneh tapi nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H