Tentu saja, tidak. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang tenang dan bijaksana sangat penting, dan Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima kenyataan dengan lapang dada, meskipun hati ini terkadang ingin menggerutu.
Kami tiba di basecamp sekitar pukul 03.00 subuh, yang berarti waktu subuh hampir tiba. Beberapa dari kami beristirahat sejenak, sementara yang lain memilih untuk bermain ponsel. Setelah shalat, kami segera melanjutkan pendakian.
Meskipun kabut tebal menyelimuti, kami tidak hanya mengejar sunrise sebagai tujuan, tetapi juga menikmati setiap langkah perjalanan kicauan burung, hembusan angin, serta udara dingin yang menusuk tubuh.
Setelah sekitar dua jam berjalan, kami akhirnya tiba di puncak dan menikmati pemandangan sambil menyantap camilan. Meskipun kabut menyelimuti puncak, kami tetap bersyukur, karena itu adalah bagian dari kenyataan yang tidak bisa kita ubah.
Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Kami sebenarnya masih ingin menikmati pemandangan, tetapi tak ingin melewatkan momen berharga ini, jadi kami segera mengambil beberapa foto meski dalam hujan deras.
Perjalanan pulang dari puncak pun penuh tantangan. Hujan yang mengguyur membuat jalan menjadi licin dan becek, sehingga kami harus lebih berhati-hati.
Keseimbangan dan konsentrasi sangat dibutuhkan, karena satu langkah salah bisa membuat kita terpleset. Dan, tentu saja, saya lupa membawa jas hujan, jadi saya kehujanan sepanjang jalan.
Setelah beberapa menit, kami sampai kembali di basecamp. Kami beristirahat sejenak dan membersihkan diri, meskipun tidak membawa pakaian ganti, sehingga kami tetap basah kuyup.
Meskipun dingin mulai menusuk tulang, kami tidak bisa berbuat banyak. Saat itu, hujan semakin deras, dan kami memutuskan untuk menunggu hujan reda sebelum kembali pulang.
Di basecamp, ada permainan UNO yang mengisi waktu luang, kami bersenda gurau tenyata mampu melupakan  rasa dingin ini. Kami bermain sekitar satu jam, meskipun hujan belum juga berhenti. Beberapa dari kami memesan teh, mie, dan snack sisa dari puncak tadi.
Suasana pun semakin lengang, satu per satu ada yang tertidur, sementara yang lainnya masih bertahan bermain UNO. Akhirnya, kami semua tertidur sejenak, meskipun dengan tubuh yang basah kuyup dan dingin yang menyusup ke tulang.