Lantas, apakah rasa ingin bebas ini rindu? Atau hanya sembilu ego yang semu?
Maka, dengan segala apa yang telah kita punya, Tuhan mungkin telah menitipkan kita, untuk tetap istiqomah dalam berperan. Ya, berperan menjadi diri kita.Â
KITA yang seperti ini. Tanpa perlu merasa lelah dan gundah. Salah satu hal yang dapat memoles duka dan lara menjadi sebuah hikmah adalah, ketika kita menyadarinya dengan...
Menulis.
Menulislah, mungkin selama ini kita terlalu asyik membaca. Membaca keadaan, membaca hati dan fikiran, bahkan pada level gilanya, kita berusaha membaca takdir Tuhan. Janganlah kita terlalu sibuk untuk hal-hal yang afektif.Â
Lantas mengabaikan hak-hak personal kita. Karena semakin kita sibuk memikirkannya lebih dalam, semakin kita tidak mengerti solusinya. Semakin kita mengharapkannya lebih dalam, semakin kita buta akan realisasinya.Â
Semakin kita mencoba merancangnya lebih detail, semakin kita tak mengerti bentuk koordinatnya.
Detik ini, saatnya kita tersenyum pada goresan takdir yang menjadikan kita adalah KITA. Mungkin kita pernah pergi terlalu jauh dan nyaris amnesia jalan pulang. Mungkin kita pernah menjelajah terlalu tinggi dan limbung caranya kembali. Sekarang, saatnya jiwa kita berpulang kedalam dekapan ruh semangnya.Â
Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan saat usaha bertepuk sebelah tangan dengan ekspektasi adalah, memeluk realita itu sendiri tanpa pernah menyesalinya hadir. Karena yang kita cinta hanyalah, kedamaian.
Karena tujuan kita menjadi KITA bukanlah untuk dihargai. Kita juga tidak akan mengemis belas kasih dan rasa hormat, Tidak. Bukan agar kehadiran kita dianggap. Melainkan, agar kelak, kepergian kita berarti...
KITA YANG BARU