Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kinerja Pegawai Sosial dan Ancaman Mensos untuk Mutasi ke Papua

14 Juli 2021   13:41 Diperbarui: 14 Juli 2021   17:36 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemberian gelar kehormatan oleh Masyarakat Papua kepada Tri Rismaharini./Gambar milik Tempo.com


Menteri Sosial, Tri Rismaharini, pada 13 Juli lalu diberitakan memarahi bawahannya yang dinilai bekerja di bawah ekspektasi. Pasalnya, pada pelaksanaan PPKM Darurat di Kota Bandung, Jawa Barat, Kemensos ikut menyiapkan dapur umum. Setelah dilakukan pemantauan langsung di Kawasan Wyata Guna itulah didapati dapur umum belum begitu siap untuk dioperasikan.

Risma yang dikenal cekatan itu diberitakan kecewa dengan persiapan yang dilakukan pegawainya. Lantas, pada saat yang sama ia memarahi mereka.

"Temen-temen itu kerja di kementrian sosial, bukan di rehabilitasi sosial. Mulai sekarang saya tidak mau lagi lihat seperti ini. Kalau ada seperti ini lagi, saya pindah semua ke Papua. Saya enggak bisa pecat orang kalau enggak ada salah, tapi saya bisa pindahkan ke Papua. Jadi tolong yang peka,"  tegas Risma sebagaimana yang dikutip di berbagai media.

Penyebutan Papua sebagai lokasi sasaran mutasi antardaerah itulah kemudian mendapat reaksi dari masyarakat. Banyak pihak menilai Risma sedang merendahkan Papua. Tak pelak ada juga yang menilai kalau Mensos yang berasal dari PDIP itu sedang melakukan rasisme.

Natalius Pigai, aktivis HAM asal Papua tak ketinggalan ikut berkomentar dengan nada profokatif.  "Harap maklum kalau orang Papua benci suku orang Jawa sampai OPM ancam bunuh orang Jawa di Papua. Rasisme sistematis terus berlangsung dan otak-otak rasis ini masih dipelihara, beri jabatan dan kekuasaan. Sementara Jokowi selalu diam atau dia juga pendukung rasisme entalah," kata Natalius dalam VIVA, Rabu 14 Juli 2021.

Mantan Politisi Gerindra, Fadli Zon, yang rajin bermain tweeter pun tak ketinggalan. Ia menilai pernyataan Risma sangatlah tendensius sehingga ia menyarankan agar Risma mencabut pernyataannya. "Pernyataan Menteri Sosial ini menyiratkan seolah Papua jadi tempat hukuman ASN yang tak becus. Sebaiknya cabut saja pernyataan sensitif seperti ini," tweet Fadli Zon.

Gonjang-ganjing Politik
Sudah sangat lumrah ketika pernyataan-pernyataan tokoh politik kemudian dinisbikan dengan sesuatu yang bermakna politik pula. Namun perlu diingat pula bahwa interpretasi yang lepas konteks bisa membangkitkan gelombang amarah yang tiada perlu.

Wanita pertama yang pernah menjabat sebagai Walikota Surabaya itu dengan kerja tulusnya bisa didegradasi dengan ujaran spontannya yang dinilai merendahkan Papua. Ungkapan semacam itu jika tidak dinilai secara politis maka tak ada yang harus tersinggung. Semua ini menjadi ramai karena oposisi politik ikut beri komentar yang tiada mencerahkan.

Mengapa Harus Papua?
Berbicara tentang Papua adalah berbicara tentang suatu ketertinggalan infrastruktur. Walaupun fakta di lapangan tidak hanya Papua yang demikian. Namun sudah menjadi streotipe bahwa Papua adalah salah satu provinsi yang baru mulai terbuka "aksesnya" di jaman pemerintahan Jokowi.

Papua juga dikenal dengan tempat mekarnya gerakan separatis yang dari dulu sampai saat ini masih terus memburu orang-orang yang ingin memajukan Papua.  Kita tidak bisa menafikan Papua dari kondisi-kondisi di atas.

Ketika Risma mengancam mutasi bawahannya ke Papua tidak bermakna Risma sedang merendahkan Papua. Tidak juga bermakna PNS di Papua adalah pegawai buangan. Mantan Walikota Surabaya itu secara tidak langsung hendak memberitahukan kepada bawahannya supaya lebih bersyukur sedang bekerja di daerah mereka yang notabene tidak seperti kondisi di Papua. 

Pegawai-pegawai di Papua terutama di pedalaman Papua bekerja dengan akses yang terbatas tidak seperti mereka yang di perkotaan, terutama di daerah Jawa. Ancaman nyawa pun menanti di tengah disintegrasi kelompok yang ingin berdiri sendiri. Karena itu, pegawai-pegawai yang tidak merasakan kondisi di Papua harusnya lebih bertanggung gugat atas tanggung jawab yang diemban.

Jika kita melihat ke belakang pada 2017 lalu, mantan Walikota Surabaya itu dianugerahi gelar kehormatan oleh masyarakat Papua yang ada di Surabaya. Risma diberi gelar sebagai Mama Papua. Gelar itu diberikan oleh karena jasa-jasanya dalam memperhatikan masyarakat Papua yang ada di Surabaya. Pada kesempatan yang sama ia menyatakan bahwa sebagai Mama Papua, ia akan siap membantu masyarakat Papua yang sedang berada di Surabaya agar kelak bisa kembali dan membangun Papua.

Pernyataan Mensos dinilai merendahkan Papua oleh karena telah masuk ke balutan diskursus politik.  Sebaiknya media perlu menyudahi pemberitaan terkait ini agar tidak menguras energi bangsa. Lagi pula di tengah kondisi bangsa yang dilanda bencana non alam ini, alangkah baiknya semua pihak dapat bersinergi untuk kemajuan bersama.

Kita bukanlah bangsa yang baru lahir kemarin sore. Kita ini sudah lebih dari 75 tahun menyatakan diri sebagai bangsa yang bebas dan bersatu. Jangan karena sebuah peryataan lantas mendegradasi nilai persatuan kita.

Salam dari perbatasan.

FFM: Wetar, 14 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun