Pada menit-menit terakhir, seperti yang kita ketahui saat ini, nama Prof. KH. Ma'ruf Amin yang adalah Rays Am NU dan ketua MUI-lah yang keluar sebagai pilihan koalisi. Selang sehari, oposisi pun mendeklarasikan pilihan cawapres mereka yang adalah orang nomor di 2 DKI, Prof. Sandiaga Uno. Menariknya ialah, kehadiran nama Sandiaga ini tidak terprediksikan.
 Selain karena sedang menjabat sebagai Wagub DKI, Sandi juga adalah kader Partai Gerindra. Sangat di luar dugaan ketika partai-partai yang memiliki figur potensial mendampingi Prabowo Subianto tidak dipilih koalisi. Demokrat yang terus-menerus mendorong Agus Harimurti Yodhoyono pun terpaksa harus ikut dengan keputusan mayoritas dalam koalisi, karena tidak mungkin Demokrat harus berjalan sendiri sementara incaran terhadap kursi senayan ikut terancam.
 Dari rangkaian isu yang dimainkan, apalagi dengan menjual nama Ustad Abdul Somad dalam bursa cawapres kubu oposisi, membuat koalisi petahana harus menjatuhkan pilihan kepada tokoh yang dianggap bisa meredam perpecahan karena kepentingan sekular.Â
Karena dengan cara apapun, doktrin keyakinan adalah ihwal kebenaran yang tidak boleh diraba-raba oleh siapapun sehingga pertimbangan dan saran yang diberikan para ulama kepada kubu oposisi menjadi jebakan bagi petahana. Petahana dalam lingkaran koalisi ingin menerapkan strategi "man to man defense", dan di situlah satu kemenangan dari oposisi.
Fakta ini menimbulkan kekecewaan bagi para pendukungnya walaupun pernyataan mereka tetapi mendukung petahana. Belum lagi terpilihnya Prof. Ma'ruf Amin sebagai cawapres yang mendampingi petahana berpotensi adanya degradasi dukungan dari pendukung Ahok.Â
Pasalnya, dalam jabatan Prof. Ma'ruf sebagai ketua MUI telah mengeluarkan keputusan sikap dan pendapat keagamaan yang menjebloskan Ahok ke jeruji besi. Kita tidak dapat menafikan bahwa di luar sana substansi dari pendapat itu pun masih dipertanyakan banyak orang. Namun semua itu adalah desakan umat yang perlu dihormati semua pihak.
Prof. Ma'ruf tidak boleh dipandang hanya sebagai peredam isu sara. Celakalah jika mengerucutkan pandangan ke sana. Karena jika demikian, Prof. Ma'ruf seolah-olah tidak mampu dan tidak punya kapabilitas menjadi seorang cawapres; akibatnya berpotensi memicu perpecahan di internal umat. Bagaimanapun, Ma'ruf adalah seorang guru besar. Tentu ia tidak kosong sama sekali mengenai pembangunan keindonesiaan ini di tengah peradaban zaman.
Di tengah berlangsungnya deklarasi capres pilihan dan putusan koalisi, pentolan Demokrat keluar dengan suatu ancaman yang cukup menggegerkan. Dalam banyak media yang beredar, cuitan Andi Arief yang adalah Wakil Sekjen Partai Demokrat menghembuskan ada transaksi cawapres dalam kubu oposisi. Sandiaga Uno diduga telah memberikan mahar kepada PAN dan PKS sehingga menggeserkan kedudukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari bursa cawapres.Â
Walaupun sebagian tokoh Demokrat mengatakan bahwa itu adalah pendapat pribadi, namun sampai detik ini belum ada pernyataan resmi dari Partai Demokrat untuk meng-counter kicauan Andi Arief.Â
Bahkan, Andi Arief pun dalam siaran langsung yang ditayang Kompas TV pada Senin via live phone mengatakan bahwa ia diperintah (oleh partainya) untuk mengatakan hal itu kepada publik. Peristiwa ini memberi gambaran bahwa Demokrat belum kalah dalam melakukan strategi "perang", walau harus ada satu "jenderal" yang dikorbankan dalam laga.