Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Irisan Jebakan Batman Pada Pilihan Cawapres 2019

15 Agustus 2018   16:39 Diperbarui: 15 Agustus 2018   16:47 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan Jokowi deklarasi dukungan tanpa gambar (Sumber: Kompas)

Tentu pemahaman terhadap fenomena ini dibangun dari kerangka pikir semiotika. Pada kesempatan ini saya tidak mengulas konsep semiotika, tetapi kiranya pembaca dapat memahami bahwa seluruh tanda yang bertalian selalui memiliki makna. 

Tanda-tanda dimaksud dapat berupa bahasa, pun di luar bahasa. Produksi wacana, penamaan koalisi, gaya komunikasi, gerak tubuh, lambaian tangan, gaya berpakaian bahkan sampai pada senyuman, semuanya memiliki makna. Dan hal-hal semacam itulah dalam filsafat bahasa dan ilmu komunikasi disebut sebagai semiotik. 

Dengan pemahaman ini, setiap peristiwa merupakan tanda yang mengomunikasikan sesuatu hal. Tanda tidak sekadar mengartikan dirinya sendiri; demikian tanda mengimplikasikan arti yang lain tergantung siapa yang memandang dan dengan cara apa ia memandang. Begitulah tulisan ini dilokuskan pada peristiwa penjaringan cawapres yang memberi tanda-tanda, dan keputusan pilihan cawapres sebagai pertanda.

Pada masa penjaringan capres dan cawapres, banyak isu miring menyerang petahana. Salah satu isu yang tidak berdasar ialah pengkotak-kotakan umat. Petahana dalam menjalankan kekuasaannya dianggap tidak menghargai ulama dan umat. 

Apalagi serangan-serangan terhadap pemuka agama mayoritas, penanganannya lamban dan pelakunya selalu kelainan jiwa; sementara pelaku penyerangan terhadap pemuka agama minoritas penanganannya cepat bahkan ada yang ditembak di tempat. Fakta-fakta semacam ini menjadi amunisi bagi oposisi untuk terus menyerang dengan isu primordial. Kubu oposisi jauh-jauh sampai ke tempat kediaman salah satu ulama besar di Arab Saudi, Habib Rizieq Shihab. 

Tidak tanggung-tanggung, dari kejauhan diserukan satu nama koalisi, yakni Koalisi Keumatan. Koalisi ini lebih bersifat keagamaan, bahkan lebih cenderung ke agama mayoritas. 

Nama koalisi ini sebagai penegasan terhadap tuduhan mereka kepada petahana sebagaimana disebutkan di atas. Harapannya ialah mereka bisa mendapatkan simpati dari pemilih mayoritas yang seiman. Sebagaimana namanya, koalisi ini lebih banyak mendengar masukan dari para ulama hingga muncul Ijtima Ulama yang diselenggarakan tanggal 27-29 Juli kemarin.

Serangan terhadap petahana dan munculnya Koalisi Keumatan, membuka ruang bagi Partai Demokrat untuk mengambil jalan tengah. Gerilya konsolidasi partai yang dilakukan menjadikan mereka menawarkan suatu koalisi yang bersifat nasional, yakni Koalisi Kerakyatan. Namun dalam perjalanan, Demokrat terganjal berkoalisi karena harus berjalan sendiri. Akhirnya Demokrat harus mengikuti Gerindra, PKS dan PAN, dan dua partai lainnya sebagai pendukung, yakni Partai Bulan Bintang dan Partai Berkarya.

Pada masa-masa penjaringan dan penyaringan cawapres, petahana memiliki banyak kandidat yang punya elektabilitas yang kuat. Paling tidak, popularitas mereka sudah tidak diragukan, seperti Prof. Mahfud MD (Mantan Ketua MK), Purn Jend. Moeldoko, Susi Pudji Astuti, Muhammad Zainul Majdi (TGB), Muhaimin Izkandar, Airlangga Hartarto, Romahurmuziy, Prof. Ma'ruf Amin, Budi Gunawan, Sri Mulyani, Tito Karnavian, Gatot Nurmantyo, dan masih banyak tokoh nasional lainnya. 

Simulasi pun dibuat dan elektabilitas tertinggi berada pada Prof. Mahfud MD. Sementara dari kubu oposisi, simulasi dibuat selain dari elit partai koalisi juga mempertimbangkan ijtima ulama. Nama Habib Rizieq Shihab dan Ustad Abdul Somad pun santer disebut-sebut media. 

Munculnya satu nama kandidat dari kubu oposisi yang saya sebutkan terakhir yang akrab disapa UAS memang sangat dan perlu dipertimbangkan sematang-matangnya oleh koalisi dari petahana. Apalagi para pembesar NU yang ikut memberi sugesti bahwa cawapres harus dari kalangan NU memang tidak dapat ditawar lagi oleh koalisi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun