Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gambaran Kehidupan Masyarakat Wetar "Tempo Doeloe" melalui Tradisi Cagulu-cagulu

30 Oktober 2017   08:53 Diperbarui: 31 Oktober 2017   11:55 2803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Wetar juga mengenal panji dan kegiatan beternak
Kegiatan bertenak ini tidak selalu umum. Namun dengan gambaran seperti cagulu-cagulu berikut dapat diketahui bahwa pen-cagulu mengamati perilaku ternak peliharaan.

Bom jatuh bendera naik (Bom jatuh, bendera dinaikkan)
Jawabannya "kuda sedang membuang kotoran".

Kotoran hewan yang jatuh dimetaforakan sebagai "bom", sementara ekornya yang menaik dimetaforakan sebagai "bendera". Bom dan bendera dijadikan bahan metafora untuk kotoran dan bagian ekor kuda. Boleh dikata, masyarakat Wetar juga sudah mengenal adanya bom. Jika dikaitkan dengan kemerdekaan Indonesia, rasanya ada kesesuaian. Setelah bom sekutu dilepas ke Hiroshima dan Nagasaki, Indonesia menyatakan diri sebagai negara merdeka.

Masyarakat Wetar memiliki perilaku umum yang mudah gelisah namun tetap berusaha tenang
Masyarakat Wetar masa lalu tidak mengenal adanya kakus/toilet atau WC. Jika akan membuang hajat selalu dilepaskan ke alam bebas yang tidak terlihat oleh orang. Misalnya seperti gambaran cagulu-cagulu berikut.

Lari-lari usir sapa (lari-lari mengejar siapa)
Dudu-dudu tunggu sapa (duduk-duduk menunggu siapa)
Jawabannya "orang membuang hajat".

Seseorang yang sudah sakit perutnya dia akan bergegas dengan cepat menuju ke tempat yang tidak terlihat oleh orang lain. Dulu, masyarakat Wetar belum mengenal adanya toilet sehingga perilaku membuang hajat ke hutan itu identik dengan mengejar seseorang di hutan. Membuang hajat ke hutan bukan sesuatu yang lumrah terjadi pada masyarakat tradisional.

Sakit perut yang dimetaforakan dengan lari-lari usir menggambarkan pula kegelisahan. Umumnya masyarakat pesisir ketika menemukan masalah selalu terlihat gelisah. Sementara dudu-dudu yang dimetaforakan dengan sikap duduk, menggambarkan ketenangan. Cagulu-cagulu ini pula menggambarkan tingginya budaya "malu" oleh masyarakat setempat.

Inilah segelintir fakta mengenai keberadaan orang Wetar yang dapat diamati melalui cagulu-cagulu mereka. Jika ada kesamaan cagulu-cagulu ini dengan daerah lainnya, saya pastikan bisa digeneralisir sepanjang diksi yang dipakai masih sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun