Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gambaran Kehidupan Masyarakat Wetar "Tempo Doeloe" melalui Tradisi Cagulu-cagulu

30 Oktober 2017   08:53 Diperbarui: 31 Oktober 2017   11:55 2803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga contoh cagulu-cagul uatas berkategori hutan. Cabe dan jagung adalah tumbuhan yang diperoleh melalu bercocok tanam. Tanaman bisa terawat dengan aman, biasanya dipagari dengan bambu (bamboe) agar terhindar dari hama babi hutan. Pilihan kata yang dipakai sebagai metafora adalah baju dan topi. Diksi semacam ini dipilih karena melekat dengan aktivitas masyarakat. Baju (mewakili pakaian) sebagai sandang dan kebun sebagai pangan adalah bagian yang sangat melekat dengan kehidupan masyarakat.

Masyarakat Wetar sudah mengenal perhiasan
Perhiasan sering dipakai untuk memperelok diri. Masyarakat Wetar pun sudah mengenal aksesori semacam ini. Misalnya yang terlihat pada cagulu-cagulu berikut.

Cabu lobang tinggal tiang (Melepas lobang, yang tersisa hanyalah tiang)
Jawabannya "cincin".

Konon, perkawinan orang Wetar zaman dulu pada saat peminangan dipasangkan lingkaran rotan sebagai gelang tangan. Ini juga sebuah hiasan yang menandai bahwa seseorang telah dipinang sehingga ia tidak lagi bujang. Generasi zaman now mengadopsi dan adaptasi ke bentuk cincin yang ditaburi logam.

Masyarakat Wetar selain berkebun, hidupnya di pesisir pantai
Kehidupan di pesisir pantai adalah kehidupan yang selalu berteman dengan kebisingan laut. Kehidupan itu digambarkan dengan cagulu-cagulu berikut.

Dari jauh nene-nene gulung tikar hitam (Dari kejauhan nenek menggulung tikar hitam)
Sampai deka buka tikar putih (Setelah dekat dibukalah tikar putih)
Jawabannya "gelombang yang memecah di pesisir pantai'.

Masyarakat Wetar sudah terbiasa dengan kehiduan di pesisir. Jangan heran ketika mereka berbicara selalu ada intonasi suara yang menaik alias sedikit berteriak. Gelombang dimetaforakan sebagai tikar (alat rumah tangga). Ini menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat Wetar tidak bisa dilepas-pisahkan dengan wilayah pesisir.

Masyarakat Wetar juga sudah mengenal alat tangkap ikan. Misalnya pada cagulu-cagulu berikut.

Dudu-dudu sama konde (Duduk seperti konde)
Lari-lari sama gurita (Berlari seperti gurita)
Jawabannya "jala"

Cagulu-cagulu di atas menggambarkan kesamaan bentuk antara konde dengan jala, dan gurita dengan jala saat dilempar. Konde biasanya dipakai di kepala wanita-wanita dewasa. Tentu cegulu-cegulu di atas berorientasi pada penafkahan.

Mencari lauk di pesisir pantai itu adalah jagonya orang Wetar. Dulu, masyarakat ini sudah mengenal jala. Kendati jala bagi masyarakat Wetar hanya bisa dilempar beberapa meter dari pijakan kaki. Mereka tidak pernah melempar jala seperti nelayan-nelayan di daerah lainnya yang melempar jala dari kapal-kapal. Masyarakat Wetar tidak begitu pandai mencari di laut lepas. Kalaupun ada, itu tidaklah umum; atau bisa saja bukan keturunan asli masyarakat Wetar (silang keturunan). Oleh karena itu, andaikata pemerintah memberikan sumbagan perahu nelayan maka apa yang akan terjadi dengan perahu itu? Perahu itu akan dijadikan alat transportasi antar desa dan sebagai pengganti dermaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun