Mohon tunggu...
Maulida Nafeesa
Maulida Nafeesa Mohon Tunggu... Lainnya - Pena generasi cerdas

pendidik generasi, berani berpikir kritis, intelektual.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berani Bertani di Musim Kemarau? Siapa Takut!

12 Agustus 2020   06:44 Diperbarui: 12 Agustus 2020   06:43 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak mudah bagi petani menghadapi kemarau panjang. Keringnya tanah membuat gagal panen dan berimbas pada suplai produksi. Jika produksi pertanian menurun sedangkan kebutuhan manusia akan makanan terus bertambah. Sungguh tragis jika Negara Agraris tapi kekurangan pangan.

Dimanapun wilayahnya, produksi pertanian membutuhkan air dan tanah sebagai komponen utama. Faktanya 95 persen dari makanan kita diproduksi di tanah yang menyediakan nutrisi penting, air, oksigen, dan penunjang akar. Jadi kalau tanah kering dan cuaca panas berkelanjutan maka krisis pangan bisa melanda negeri ini.

Pada tahun kedepannya, tantangan pertanian tidak hanya dihadapkan pada kemarau panjang namun lahan pertanian yang semakin tergeser dengan beralih fungsi. Maka harus ada pengembangan pertanian yang memenuhi kebutuhan pangan secara holistik dalam satu lahan. Pengembangan Pertanian Terpadu dengan metode Zerowaste menjadi pilihan tepat untuk masa depan pertanian.

Lantas, seperti apa Pertanian Terpadu? Yuk kita simak data ini. Dikutip dari BBC, organisasi pangan dan pertanian PBB (Food and Agricultural Organization/FAO), memperkirakan penduduk dunia dapat mencapai 10 miliar pada tahun 2050. 

Kemudian FAO pada Maret 2020 mengeluarkan peringatan kepada Negara di dunia tentang ancaman krisis pangan dunia karena Pandemi Covid-19. Ditambah musim kemarau di Indonesia akan menyulitkan produksi pangan.

Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan makanan, maka volume produksi pertanian harus ditingkatkan. Karena itu, dibutuhkan Sistem Pertanian Terpadu dimana pengelolaan dalam satu hamparan dapat dibudidayakan banyak komoditas seperti sayur, padi, ayam, lele, sapi dan tanaman pangan lain. Bahkan Zerowaste dapat mengatasi dampak kekeringan karena efisien dari sisi input.

Jika Zerowaste bisa menjadi solusi saat kemarau panjang, lalu bagaimana penerapan metode Zerowaste itu? Prinsip Zerowaste itu 4 R (Reduce, Reuse, Recycle, Rot) yaitu Mengurangi, Penggunaan kembali, Daur ulang, dan Membusuk. 

Prinsip ini sangat tepat di aplikasikan pada pertanian masa depan dimana input diminimalisasi, apa yang ada di dalam diputar agar efisien dari sisi input dan pangan yang dihasilkan organik. Zerowaste memberikan dua pendekatan di bidang pertanian yang bisa mendorong pengelolaan tanah.

Pertama, Zerowaste pendekatan Agroekologi dan Pertanian Organik. sistem pertanian yang menjaga keseimbangan ekosistem dan tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Kesuburan tanah merupakan landasan dari pengelolaan secara organik.

Keberhasilan kang Heri Sunanto harus ada yang melanjutkannya. Petani asal Sukoharjo, Jawa Tengah dari kisahnya di Ekonomi.bisnis. Ia berhasil mengembangkan lahan seluas 2 hektare dengan prinsip Zerowaste. 

Kang Heri mampu memproduksi padi gabah basah 11 ton per hektare, jerami untuk memberi makan 4 ekor sapi, kotoran sapi untuk pupuk padat. Sistem kerjanya, air diputar untuk kebutuhan ternak ayam, sayuran Hidroponik, kolam lele dan tanaman padi.

Pertanian Zerowaste juga dapat di adaptasi pada lahan sempit seperti perkotaan dan perkarangan rumah dengan cara Akuaponik. Air pada kolam budidaya ikan dapat dipakai sebagai pupuk dan nutrisi tanaman Hidroponik sehingga lebih efisien air.

Metode Zerowaste dalam Program Sistem Pertanian Terpadu (Simantri)  telah dilakukan sejak 2002 dan tahun 2009 keberhasilannya tampak terlihat di pulau Dewata, Bali. "Berhasilnya Simantri tidak terlepas dari satuan teknis, Pemerintah Daerah, dan Pembinaan ke petani" terang Anak Agung Kamandalu, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, kepada Businessnews Indonesia.

Kedua, Zerowaste pendekatan Agroforestri. Sistem penggunaan tanah secara modern dan tradisional dimana pohon dikelola bersama dengan tanaman panen dan hewan ternak. Keuntungan Agroforestri dapat memitigasi risiko lingkungan dan bertindak sebagai penampungan air.

Di Sumatera Utara, daerah yang telah menerapkan Agroforestri di lansir dari Medanbisnisdaily diantaranya lahan pertanian sepanjang Jalan Medan-Berastagi,  bantaran Sungai Wampu di Stabat, dan bantaran sungai di Langkat. Petani biasanya menjalankan Agroforestri sesuai dengan lahannya dan tingkat kemampuan pengelolaan yang dimiliki.

Mengapa harus metode Zerowaste yang menjadi solusi masa depan? Karena Kegiatan Pertanian Terpadu ini berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zerowaste)  dan menghasilkan 4F (food, feed, fertilizer, fuel). 

Pertama Food (makanan), metode ini bisa menghasilkan lebih dari 2 komoditas budidaya dalam satu lahan dan hasilnya organik. Karena peningkatan volume produksi pertanian bukan hanya melihat dari kuantitas tapi kualitas untuk menghasilkan pertanian sehat bagi masyarakat.

Kedua Feed (pakan), yang digunakan hasil limbah dari jerami dan sisa sayur. Pakan lebih bergizi dan bernutrisi untuk hewan ternak. Ketiga Fertilizer (pupuk),  hasil kotoran ternak dan sisa sayur dapat menjadi pupuk organik padat dan cair yang menyuburkan tanah serta tanaman. Keempat Fuel (bahan bakar), hasil dari fermentasi kotoran ternak menjadi biogas.

Pertanian Terpadu Zerowaste juga sangat tepat di integrasikan dengan Pertanian Cerdas untuk menghadapi tantangan teknologi digital. Kemajuan teknologi digital di era Revolusi Industri 4.0 telah memberikan ide cerdas terhadap pertanian. 

Seperti kehadiran perangkat aplikasi untuk memudahkan petani mendapat modal dari investor dan subsidi pemerintah. Adanya kerjasama dengan Marketplace yang memudahkan petani memasarkan produk segar langsung ke konsumen.

Konsep Pertanian Cerdas diharapkan diisi oleh anak muda atau Petani Millenial. Petani Millenial memiliki kemampuan menggunakan alat berbasis digital dengan penggunaan Pengembangan Internet of Things (IoT), seperti traktor virtual yang dapat dikendalikan dari jarak jauh, penyemprotan menggunakan drone, mengotomatisasi proses di siklus produksi seperti pengendalian hama, pemupukan, efisiensi peralatan, kesehatan ternak bahkan konsultasi petani pada pakar pertanian melalui aplikasi cerdas.

Hal ini dilakukan oleh Diyah Rahmawati, dikutip dari Republika. Ia adalah pemilik Natural Organic Indonesia dan juga founder Abang Sayur Organik di Kota Malang, Jawa Timur.  Ia memanfaatkan ojek online untuk membantu pengiriman sayuran organiknya agar semua produk bisa segera sampai ke tangan konsumen. 

Begitupun dengan Sofian, sebagai Ketua Kelompok Tani Millenial Citra Muda Getasan di kabupaten Semarang. Dikutip dari Pikiranrakyat,  ia menggunakan aplikasi pintar untuk memasarkan 70 lebih jenis sayuran organik secara online.

Adanya Pertanian Terpadu metode Zerowaste menjadi solusi tepat dalam menghadapi kemarau panjang dan ketahanan pangan. Integrasi Zerowaste dan Pertanian Cerdas menjadi peluang bagi pertanian di masa depan. Peran generasi Millenial juga penting untuk merealisasikan usaha pertanian dengan orientasi tanpa limbah, organik dan berbasis teknologi digital.

Berhasilnya sistem ini bergantung dari optimalnya kebijakan pemerintah di Pusat dan Daerah serta bersinergi dengan masyarakat khususnya para petani. Sehingga Ketahanan Pangan Nasional dapat terpenuhi dan Ekspor pun akan meningkat tajam dalam membantu ekonomi Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun