Matahari hampir tenggelam, langit dengan warna merah dan jingga menghiasi khatuliswa sore ini. Hari ini sangat berbeda ya hari ini hari terakhirku di kota ini sudah kuanggap rumahku kedua selain tempat lahirku, Jakarta.
Bayangkan seribu hari sama halnya tiga tahun aku berada di kota khaltulistiwa tanpa ada sanak keluarga kukunal disini tapi aku punya Bima menemaniku selama ini.
Diatas motor menyelusuri kota Pontianak bersama Bima menikmati hari terakhirku di kota ini. Aku membentangkan tangan membiarkan angin sore memerpa wajah, senyumku terus mengembang penuh dengan kebahagian.
Mataku tertuju pada taman favoritku, taman Khaltulstiwa aku memepuk bahu Bima menyuruhnya untuk singgah.
“singah dulu yuk” ajakku.
Bima langsung mengangguk itu adalah permintaan satu hari bersamanya, semua keinginanku harus diturutinya.
Motor bima memasuki Kawasan taman, aku langsung turun dan melepas helm memberikan kepada laki-laki selama di kota Khaltulstiwa menemaniku.
Kami berjalan memasuki taman, sore hari waktu tepat bersantai disini, melihat langsung matahari terbenam di samping pas tugu titik nol bumi berada. Kami duduk di kursi taman langsung berhadapan dengan tugu Khaltulistiwa.
“Gak kerasa ya kalau besok aku harus pulang. Coba aja waktu bisa di putar kembali aku ingin tetap disini kalau bisa selamanya,” ucapku sambal tertawa .
Bima disampingku tertawa. Permintaanku tak masuk akal emang.
“ya. kayak kemarin aku jemput salah sasaran malah jemput kamu” kata Bima.
Akut teringat pertama kali datang ke sini bertemu degan Bima sedang menunggu di bandara kukira dia ojek online yang kupesan setelah turun dari pesawat. Ternyata bukan. Cerita menarik juga pada Bima ketika salah sasaran saat dia menjemput seseorang, Bima kira orang yang akan ia jemput adalah aku ternyata salah. Aku langsung diturunkan di tepi jalan sambal mengerutuiku lalu ia menjemput orang yang ia tuju.
Ternyata tuhan tak sampai distu pertemuan kita ada saja cara lain memertemuakan kami. Suatu peremuan tidak direncanakan manusia tapi itu rancana dan takdir tuhan.
“kita di pertemukanhal temeh juga di pisahakan hal yang remeh juga,”tutur bima.
Aku tersenyum dan mengagguk.
Saksi kehidupanku adalah khatulistiwa.tempat melepas rindu tempat melepas resah dan luka. Tapi khatulistiwa juga tempat perpisahanku. Iya walaupun khatulistiwa adalah garis nol derajat bumi tapi bukan garis hidupku. Seribu hari bersama khatulistiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H