Mohon tunggu...
Maulidya Nur Azizah
Maulidya Nur Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA HUKUM KELUARGA ISLAM UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

jangan cape untuk berbuat baik, krna tidak tahu kapan kebaikan itu berbalik ke dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pencatatan Perkawinan di Indonesia, Sejarah Pencatatan

22 Februari 2024   21:20 Diperbarui: 22 Februari 2024   21:21 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berikan analisis sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia ?

Pada sejarah perkawinan ini muncul pada undang-undang pertama pencatatan perkawinan adalah undang- undang nomor 22 tahun 1946 tentang pencatatan perkawinan. Undang- undang tersebut hanya berlaku untuk daerah yang ada di pulau Jawa. Dan setelah Indonesia merdeka, baru lahirlah undang-undang nomor 32 tahun 1945 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk. Setelah itu lahir Undang-undang No. 22 Tahun 1946 yang diikuti dengan lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Undang-undang No. 1 Tahun 1975 yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 ini adalah Undang-undang pertama yang telah mencakup secara ke seluruhan unsur-unsur yang terdapat dalam perkawinan dan perceraian. 

Selanjutnya, kehadiran Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ini kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Pelaksanaannya dengan PP No. 9 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dan kemudian disusul lagi dengan keluarnya PMA dan Mendagri. Terkhusus untuk masyarakat muslim diatur dalam PMA No. 3 Tahun 1975 mengenai kewajiban pegawai-pegawai nikah dan tata kerja pengadilan agama dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perkawinan bagi yang beragama islam, kemudian peraturan tersebut diganti dengan PMA No. 2 Tahun 1990 tentang kewajiban PPN. Bagi yang beragama selain islam diatur dalam Keputusan Mendagri No. 221 a Tahun 1975, tanggal 01 Oktober 1975 tentang Pencatatan Perkawinan dan Perceraian pada Kantor Catatan Sipil.

Pada bulan juli tahun 1973, Pemerintah Republik Indonesia sempat mengajukan sebuah RUU yang terkenal dengan Rancangan Undang- undang Perkawinan kepada DPR-RI dan setelah mendapat banyak sekali tanggapan pro dan kontra mengenai beberapa bagian penting Materi RUUP tersebut baik di dalam DPR maupun di dalam masyarakat, namun akhirnya dicapailah suatu konsensus yang membawa pengaruh pada sidang-sidang selanjutnya, sehingga tercapai juga kata mufakat di antara para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah menetapkan Undang-undang Perkawinan pada tanggal 2 Januari 1974 dalam Lembaran Negara yang kebetulan nomor dan tahunnya sama dengan nomor dan tahun Undang-undang perkawinan tersebut yakni Nomor 1 Tahun 1974. Pada tanggal 1 April 1975, setelah 1 tahun 3 bulan undang-undang perkawinan ini diundangkan, lahir Peraturan Pemerintah Nomor 1975 undang-undang nomor 1 Tahun 1974 itu telah dapat berjalan secara efektif.

Mengapa catatan perkawinan itu diperlukan ?

Mencatat perkawinan itu sangat penting karna agar pasangan suami istri mempunyai bukti otentik. Dan dengan adanya bukti pernikahan akan dapat membuktikan keturunan sah yang dihasilkan dari pernikahan dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris. Serta bertujuan nya untuk memberikan jaminan perlindungan hak asasi jika nantinya timbul perbuatan hukum yang akibatnya terjadi implikasi terhadap hukum sehungga nanti bisa di buktikan dengan bukti yang jelas. Walaupun ketika pernikahan itu sah dalam agama tetapi di negara tidak ada keterangan menikah dan nantinya menjadi pertanyaan, dan kalo kita melihat dalam Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 terkait Perkawinan mengatakan bahwa perkawinan yang sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Semua perkawinan akan dicatat menurut peraturan Perundangan-undangan yang berlaku. Dan dalam perundang-undnagan memberikan penjelasan bahwa pencatatan pernikahan dilakukan guna untuk manfaat calon pengantin. Dalam ketentuan ini bisa kita simpulkan bahwa pencatatan perkawinan bukanlah syarat yang menentukan sahnya suatu perkawinan. 

Untuk melakukan pencatatan pernikahan untuk agama islam di Kantor Urusan Agama ( KUA )dan untuk warga negara non muslim mereka di Kantor Catatan Sipil. Pada sisi lain, ketentuan ini merupakan suatu kesatuan saja, maka peristiwa perkawinan tersebut belum memenuhi unsur hukum yang ditentukan oleh UU. Dengan banyaknya kasus penelantaran istri dan anak, perceraian, salah satunya disebabkan karena tidak dicatatkannya perkawinan. Dalam mengatasi hal tersebut pemerintah memberikan hukum yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2), PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan ada juga No. 32 Tahun 1954 Tentang Pencatatan Nikah Talak, dan Rujuk dan Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) mecegah upaya perlindungan dari negara terhadap masyarakat.


Manfaat yang timbul karena adanya pencatatan perkawinan, diantaranya: 

1) Terjamin kepastian hukum status suami atau istri serta anak anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
2) Terjamin kelangsungan (proses) pengurusan akta kelahiran bagi anak, dengan mencantumkan nama kedua orang tua secara lengkap.
 3) Terjamin hak waris dari suami atau istri yang hidup terlama serta anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut
Dalam penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa pencatatan bukan hal yg di anggap remeh karna hal itu sangat berkaitan untuk kelancaran rumah tangga suami istri dan kepentingan anak.

Berikan analisis mengenai makna filosofis, Sosiologis, Religius dan Yuridis pencatatan perkawinan ? 


Makna Filosofis Pencatatan Nikah:
Filosofi pencatatan nikah melibatkan pemahaman tentang arti pernikahan sebagai institusi yang melibatkan komitmen, cinta, dan tanggung jawab. Pencatatan nikah dapat dianggap sebagai langkah formal untuk mengukuhkan janji dan ikatan antara dua individu. Filosofisnya dapat berhubungan dengan gagasan tentang kesatuan, keseimbangan, dan pertumbuhan bersama dalam hidup berumah tangga.

Makna Sosiologis Pencatatan Nikah:
Secara sosiologis, pencatatan nikah mencerminkan struktur sosial masyarakat. Pencatatan ini dapat memainkan peran dalam membentuk keluarga sebagai unit dasar masyarakat. Pencatatan nikah juga dapat memengaruhi persepsi dan posisi sosial pasangan dalam masyarakat, serta dapat memberikan hak dan tanggung jawab hukum yang terkait dengan status pernikahan.

Makna Religius Pencatatan Nikah:
Dalam konteks keagamaan, pencatatan nikah dapat dianggap sebagai pengakuan formal terhadap ikatan pernikahan menurut ajaran agama tertentu. Proses ini dapat dilihat sebagai tindakan yang mendekati ideal agama terkait hubungan suami-istri. Pencatatan nikah juga dapat memastikan bahwa pernikahan tersebut diakui secara sah oleh otoritas keagamaan dan masyarakat beragama.

Makna Hukum Pencatatan Nikah:
Secara hukum, pencatatan nikah memiliki signifikansi dalam memberikan kejelasan dan perlindungan hukum bagi pasangan. Ini melibatkan pemberian hak dan kewajiban hukum kepada suami dan istri. Pencatatan nikah juga merupakan dasar untuk hak-hak tertentu, seperti hak waris, hak asuransi, dan hak kepemilikan bersama. Selain itu, proses pencatatan nikah dapat memastikan bahwa pernikahan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam melakukan analisis terhadap pencatatan nikah, penting untuk memahami bahwa perspektif filosofis, sosiologis, religius, dan hukum dapat saling terkait dan saling memengaruhi. Keseluruhan analisis ini dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang makna dan peran pencatatan nikah dalam konteks berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Bagaimana menurut pandangan kelompok anda tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologi religious dan yuridis ?

Pencatatan perkawinan dapat dilihat dari fungsi pencatatan perkawinan itu sendiri. Menurut MK, pentingnya kewajiban administratif berupa pencatatan perkawinan tersebut dapat dilihat dari 2 (dua) perspektif. Pertama, dari perspektif negara, pencatatan dimaksud diwajibkan dalam rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua, pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh negara dimaksudkan karena Perkawinan adalah perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh pasangan yang bersangkutan yang tentu menimbulkan konsekuensi yuridis yang sangat luas. Berkaitan dengan hal tersebut, dokumen yang dihasilkan dari pencatatan perkawinan di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara efektif dan efisien. 

Selanjutnya, dampak dari tidak tercatatatnya pernikahan itu dalam lingkup atau konteks sosiologi, religus, dan yuridis.

Pertama, dampak dalam sosiologis yaitu akan berdampak buruk bagi seorang anak jika pencatatan pernikahan kedua orangnya tidak dicatatkan sebab di zaman modern saat ini segala sesuatu harus memiliki kejelasan administrasi seperti jika anak ingin bersekolah anak harus memiliki surat-surat yang jelas termasuk kejelasan mengenai kedua orang tuanya. Tidak hanya itu kedua orang yang menikah tanpa adanya pencatatan yang jelas akan mendapat pandangan yang buruk dalam masyarakat. 

Kedua, dampak dalam religius ialah Hadirnya Islam membawa perubahan pandangan tentang pernikahan karena pernikahan dalam Islam merupakan akad yang menghalalkan kedua belah pihak antara antara laki-laki dan perempuan untuk
hidup bersama mencapai tujuan perkawinan yaitu sakinah, mawaddah dan warahmah.Islam memandang pernikahan bukan sebagai sarana untuk mencapai kenikmatan lahiriah semata, tetapi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada aturan Allah
(bernilai ibadah). Tidak tercatatnya pernikahan dalam konteks keagamaan dapat memiliki dampak yang signifikan. Dari perspektif agama, pencatatan pernikahan seringkali dianggap penting karena mengikuti aturan dan tata cara yang ditetapkan oleh agama tersebut. Dampak dari tidak tercatatnya pernikahan ini dapat bervariasi tergantung pada keyakinan agama masing-masing, namun beberapa dampak umum meliputi:
1.Validitas hukum: Dalam banyak hal, pencatatan pernikahan diperlukan untuk diakui secara hukum. Pernikahan yang tidak tercatat dapat berdampak pada hak-hak hukum, seperti hak waris, hak asuransi, dan hak kepemilikan bersama.
2.Status sosial: Dalam masyarakat yang mendasarkan nilai pada ajaran agama, tidak tercatatnya pernikahan dapat mempengaruhi status sosial pasangan tersebut dan anak-anak mereka.
3.Partisipasi dalam ritual keagamaan: Beberapa agama mensyaratkan pencatatan pernikahan untuk dapat berpartisipasi dalam ritual keagamaan tertentu, seperti sakramen dalam Gereja Katolik atau ibadah pernikahan dalam agama-agama lain.
4.Pengakuan oleh komunitas keagamaan: Tidak tercatatnya pernikahan dapat mempengaruhi pengakuan dan dukungan dari komunitas keagamaan, serta keterlibatan dalam kegiatan keagamaan di lingkungan gereja, kuil, atau tempat ibadah lainnya.


Oleh karena itu, bagi individu yang mendasarkan kehidupan mereka pada ajaran agama, penting untuk memahami konsekuensi tidak dicatatnya pernikahan dalam konteks keagamaan dan mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan bahwa pernikahan mereka diakui sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

Ketiga, dampak dalam yuridis pernikahan yang tidak dicatatkan tidak akan memiliki kekuatan hukum dan ini akan berdampak buruk jika di masa yang akan datang terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti perceraian atau salah satunya meninggal maka anak yang hadir dari kedua orang tua tersebut tidak akan mudah mendapat hak waris yang sah di mata hukum.

NAMA KELOMPOK :

  • Angga Alvin kurniawan 222121086
  • Maulidya Nur Azizah_222121110
  • Fitriyah Azizah_222121111

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun