Barid membuka surat tersebut.Â
"Hai Barid, temanku yang sangat dingin tapi memikat hahaha kau memang terlahir menjadi model, dan aku beruntung bertemu dengan model yang keren ini. Benar-Benar kebanggaanku. Aku tidak tahu apakah surat ini akan sampai pada dirimu atau tidak. Tapi, jika surat ini sampai, itu tandanya aku sudah tidak ada di dunia ini. Maaf dan terimakasih. Maaf karena kau tidak pernah bisa memberi tahu dirimu soal keadaanku. Dan terimakasih, jika kau menepati ucapanmu saat aku bertanya di retoran Jepang terakhir kali. Soal pertanyaan apakah kau akan menangisiku di hari pemakamanku.
Mungkin kau bingung kenapa aku mengucap terimakasih. Tapi, jika kali ini kamu menangisi kepergianmu tandanya aku berhasil membuat hatimu tidak mati rasa hehe. Aku merasa usahaku selama 7 tahun ini menyentuh hatimu tidak sia-sia. Maka, aku mohon, jangan simpan emosimu. Aku ingin sekali melihatmu menangis, tertawa atau marah. Meski sekarang tangisanmu terjadi karena diriku. Aku berharap semoga kebahagiaanmu berdasarkan orang yang kau cintai nanti.Â
Kamu tidak sendiri Barid, kamu bisa kapan saja bertemu orang tuaku. Kau juga tahukan bahwa orang tuaku juga menyayangimu.
tertanda
Syaza R, Temanmu yang bangga memilikimu."
Seperti ucapan Barid di restoran Jepang saat itu, kini ia benar-benar menangis sejadi-jadinya. Dadanya sesak, dia kini benar-benar merasakan hati Syaza yang menyentuh hatinya selama ini. Bagaimana Syaza mengubahnya, meyakinkannya dan menyadarkannya. Kini semua kenangan bersama Syaza seperti sebuah film yang muncul di memori Barid. Dia sangat berterimakasih, karena Syaza berhasil menyentuh hatinya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H