"Pertanyaan yang cukup mengejutkan. Kalau kau meminta jawaban jujur. Tentu, aku akan menagisimu hahaha. Kau satu-satunya orang yang aku percayai di dunia ini hahaha." Jawab Barid terkesan polos, dan terlihat tidak serius atau mencurigakan sesuatu ke Syaza, teman satu-satunya yang dekat dengannya.Â
"Hahaha. Oke, aku puas dengan jawabanmu." Kata-kata Syaza sedikit menggantung, dan mengisyaratkan bahwa ia menyembunyikan sesuatu. Tapi, Barid tidak menyadari itu, dia memang pria yang kurang peka.Â
Mereka berdua memang baru kenal dekat 7 tahun terakhir, tapi siapapun bisa lihat bahwa pertemanan mereka sudah seperti saudara kandung. Barid yang membenci di foto meski terpaksa untuk menjadi model cilik oleh Ibunya, kemudian di umur 19 tahun bertemu dengan Syaza yang memintanya untuk menjadi model tugas kuliahnya.Berkat bujukan Syaza, dari sanalah dia mulai sedikit menikmati pelerjaannya menjadi model meski perasaan benci terhadap Ibunya tidak berubah hingga sang Ibu bertemu sang Pencipta.
Siang itu entah mengapa atmosfir pembicaraan mereka begitu hangat disertai senyum cerah Syaza. Saat itu Barid benar- benar tidak tahu bahwa hari itu adalah hari terakhirnya melihat senyum cerah Syaza.Â
Sudah hampir satu minggu Barid tidak melihat Syaza di studio. Beberapa kalipun ia bertanya kepada pekerja di sana tentang Syaza, jawabannya adlah tidak tahu, kalaupun tahu sebagian besar menjawab kemungkinan Syaza cuti lagi untuk liburan. Tapi, Barid merasa bahwa Syaza tidak akan mengambil cuti di tengah jadwal mereka yang padat dan sibuk ini. Dia tahu betul bbahwa temannya sangat mencintai pekerjaanya sebagai fotografi.
Hingga tiba-tiba terdengar bunyi telepon masuk di handphone Barid. Tertulis nama Ibu Syaza di layar panggilan masuk handphone. Segera tanpa berlama lagi Barid mengangkatnya.Â
"Halo Barid, ini Ibunya Syaza...." Terdengar suara parau seorang Ibu di sebrang sana menjelaskan sesuatu hal penting yang membuat Barid kebingungan.
"Ngingg...."Sesaat setelah mendengar penjelasan Ibu Syaza, tiba-tiba telinganya berdengung dengan sangat kencang. Memberikan efek pusing yang lumayan menyakitkan kepalanya. Matanya seketika buram. Suasana studio pun mendadak ramai. Sepertinya berita itu menyebar dengan cepat di seluruh penjuru studio.Â
Barid berjalan dengan lunglai di lorong rumah penuh tangis. Ia bergegas ke sini setelah sempat hilang kesadaran selama 20 menit. Dia bingung, karena pertama kalinya merasakan hal menyesakkan ini. Padahal saat Ibunya pergi, dia masih baik-baik saja. Ya, Syaza secara tiba-tiba pergi meninggalkan Barid tanpa sepatah katapun. Membuat dirinya tidak bisa berpikir logis tentang kejadian yang mengejutkan ini.
"Barid.." Panggil seorang wanita paruh baya sambil berjalan menghampiri Barid yang terduduk lemas di depan jasad Syaza. Wanita itupun memberi sepucuk surat untuk Barid.Â
"Sebenarnya 3 tahun belakangan ini penyakit maaghnya kambuh dan menjadi parah. Sudah beberapa kali ia masuk rumah sakit. Dan seminggu ini kondisinya drop secara tiba-tiba. Melihat reaksimu sekarang dan surat ini, Ibu sudah mengira ia merahasiakan hal tersebut darimu." Ucap wanita itu sambil menahan tangisannya, dan bergegas berlalu pergi setelah memberi surat ke Barid.