Maulida HidayantiÂ
(Mahasiswa Program Studi S1 Manajemen Universitas Islam Sultan Agung Semarang )Â
Email : Maulidamaulida589@gmail.com
Â
Mielan arsanti S.Pd.,M.Pd.Â
(Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung Semarang)Â
Â
Abstrak
along with the globalization of trade that leads to a free market, resulting in more and more variations of products being sold, both in the form of products and services.Â
This, on the other hand, has benefits for customers, but on the other hand, it has the potential to harm consumers due to the actions of business actors in producing goods and services often not paying attention to consumer rights related to existing legal provisions, in this case the inclusion of labels.Â
Halal for imported products law number 8 of 1999 and government regulation No. 69 of 1999 as a legal umbrella for consumers in Indonesia, has clearly regulated the obligation of business actors to include a label as proof of halal. The formulation of the problem in this study is about consumer protection efforts related to imported products without halal labels and Indonesian language labels according to the customer protection Act. The research used is a normative juridical approach.Â
keywords: customer Rights, Label Inclusion, business Actor's liability
Abstrak
Seiring menggunakan globalisasi perdagangan yang mengarah di pasar bebas, mengakibatkan semakin banyak variasi produk yang dijual, baik berupa produk juga jasa. Ini, di sisi lain, mempunyai manfaat bagi konsumen, namun pada sisi lain berpotensi merugikan konsumen dampak perbuatan Pelaku usaha pada menghasilkan barang serta jasa acapkali tidak memperhatikan hak-hak konsumen terkait ketentuan aturan yang terdapat, dalam hal ini pencantuman label.Â
Halal untuk produk impor aturan nomor  8 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah nomor  69 Tahun 1999 menjadi payung aturan bagi konsumen dalam Indonesia, sudah mengatur secara jelas kewajiban pelaku usaha untuk mencantumkan label menjadi bukti kehalalan.
Rumusan persoalan pada penelitian ini artinya tentang upaya perlindungan konsumen terkait impor produk tanpa label halal dan  label bahasa Indonesia menurut perlindungan Konsumen Bertindak. Penelitian yang digunakan merupakan pendekatan yuridis normatif.Â
Kata kunci : hak pelanggan,pencamtuman label,kewajiban pelaku usaha
- PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Perkembangan perekonomian di bidang perdagangan dan  industri nasional telah menghasilkan berbagai produk dan  jasa. Konsumen menjadi korban para pelaku usaha dalam meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, karena itu diperlukan seperangkat aturan hukum yang tujuannya untuk melindungi konsumen. pada Pasal 4 UUPK tentang hak-hak konsumen.Â
Hak yang terpenting dan  yang utama dalam persoalan perlindungan konsumen sesuai dengan Pasal 4 UUPK adalah keamanan, kenyamanan dan  keselamatan konsumen.Â
Terkait dengan hak konsumen, maka konsumen harus mendapatkan perlindungan atas hak kenyamanan, keamanan, dan  keselamatan khususnya terhadap produk atau barang impor. berdasarkan pernyataan tersebut diatas, maka pihak pelaku usaha memiliki kewajiban-kewajiban yang harus yang tertuang dalam Pasal 7 dan  Pasal 8 UUPK mengatur mengenai perbuatan yang tidak boleh dilanggar.Â
Keliru satu pelanggaran yang di Indonesia sendiri, yaitu banyaknya barang atau produk impor baik pangan maupun non pangan yang tidak memberikan label halal dan label berbahasa Indonesia pada produk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada. dilakukan terhadap konsumen dan apabila kewajiban tersebut dilanggar maka akan mendapatkan sanksi.
Perumusan masalahÂ
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang ada sebagai berikut :
- Bagaimana perlindungan konsumen menurut Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen atas produk-produk impor yang tidak memberikan label halal dan  label berbahasa Indonesia ?
- Apakah penjualan jenis produk pangan bebas tanpa mencantumkan label halal di Kota Palopo, Sulawesi Selatan dibenarkan menurut hukum positif Indonesia ?
- Metode Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian yakni penelitian yuridis normatif melalui penelitian kepustakaan yakni penelitian terhadap petunjuk yang dikaitkan dengan permasalahan yang ada. Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsep (Conceptual Approach), yaitu pengkajian yang landasan pendukungnya literatur oleh para pakar hukum serta pendapat para ahli dan pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) sendiri didalamnya menyertakan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik yang dibahas dengan mengkaji dan meneliti norma-norma hukum tersebut.
PEMBAHASAN
Perlindungan Konsumen berdasarkan Undang-Undang nomor  8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen Atas Produk-Produk Impor yang tidak memberikan Label Halal dan  Label Berbahasa Indonesia
Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen adalah melalui peraturan perundang-undangan atau dalam suatu produk hukum, karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa untuk ditaati serta memiliki sanksi yang tegas.Â
Perlindungan hukum bagi konsumen merupakan hal penting dalam menjaga keseimbangan hubungan hukum antara pelaku dan konsumen, oleh karena itu pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen yang posisinya memang lemah. akibat dampak penting yang ditimbulkan dari tindakan para pelaku usaha yang sewenang-wenang dan  hanya mengutamakan keuntungan dari bisnisnya maka dibutuhkan suatu aturan hukum yang dapat menjembatani kepentingan konsumen dan  para pelaku usaha, maka pada tanggal 20 April 1999, disahkanlah Undang-Undang nomor  8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen.Â
UUPK telah lama  dinantikan oleh banyak pihak karena ketentuan hukum yang melindungi konsumen selama ini dinilai belum memadai. Selain itu di dalam perjanjian jual beli terdapat beberapa asas yang mendasari perjanjian jual beli yaitu 5 :
(1) Asas kebebasan berkontrak
(2) Asas konsensualisme
(3) Asas mengikatnya suatu perjanjian
(4) Asas itikad baik
 (5) Asas kepribadian
Pertimbangan yang menjadi dasar diundangkannya UUPK antara lain karena pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi wajib  dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka ragam barang dan  jasa.Â
Tumbuhnya dunia usaha tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan  sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan  jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen, sehingga sangat jelaslah bahwa tujuan hukum perlindungan konsumen secara langsung adalah untuk meningkatkan martabat dan  kesadaran konsumen dan  ecara tidak langsung akan mendorong para para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dengan penuh tanggung jawab.Â
Hal ini secara tegas dinyatakan dalam penjelasan umum  UUPK : "Undang-undang tentang perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara Pancasila dan  konstitusi negara.
Jenis Produk Pangan Bebas Tanpa Mencantumkan Label Halal di Kota Palopo, Sulawesi Selatan Dibenarkan menurut hukum Positif Indonesia
Kondisi produk makanan impor yang ditemukan oleh tim inspeksi mendadak di Kota palopo berada dalam tiga kondisi yakni, berlabel palsu, tidak berlabel, dan  tidak berlabel dalam bahasa Indonesia. Pertama, produk makanan impor yang tidak memiliki label yang diperdagangkan di pasar Indonesia melanggar ketentuan Pasal 7 dan  Pasal 8 UUPK.Â
Para pelaku usaha yang tidak memberi label otomatis tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk memberikan informasi yang benar sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf b UUPK.Â
Dengan adanya ketentuan Pasal 8 UUPK mengindikasikan bahwa dalam suatu produk barang dan /atau jasa harus mencantumkan label pada kemasannya oleh para pelaku usaha guna memberikan informasi terkait produk yang diperdagangkan.Â
Produk impor makanan yang tidak memiliki label melanggar ketentuan Pasal 8 huruf i UUPK yang mengatur bahwa para pelaku usaha dilarang memproduksi dan /atau memperdagangkan barang dan /atau jasa yang tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan  alamat para pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.
Kedua, produk makanan impor yang memiliki label palsu mengartikan bahwa semua informasi yang dicantumkan dalam label tersebut adalah tidak benar. apabila benar demikian maka para pelaku usaha melanggar ketentuan Pasal 8 huruf b, d, e, f, g, dan  h UUPK.Â
Label yang palsu berarti para pelaku usaha dalam memproduksi dan  memperdagangkan produk impor tersebut tidak memberikan jaminan Netto harus tercantum dalam kemasan produk (Pasal 8 huruf b), tidak memberikan jaminan kondisi, keistimewaan atau kemanjuran yang seharusnya tercantum dalam label (Pasal 8 huruf d), tidak memberikan jaminan kesesuaian mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana harus dicantumkan dalam label (Pasal 8 huruf e), tidak memberikan kesesuaian janji yang seharusnya dinyatakan dalam label (Pasal 8 huruf f), tanggal kadaluarsa yang tidak benar (Pasal 8 huruf g), pencantuman pernyataan "halal" yang dipalsukan dan  tidak berizin BPOM (Pasal 8 huruf h).
Ketiga, produk impor maupun makanan impor tersebut memiliki label namun tidak menggunakan bahasa Indonesia. Para pelaku usaha melanggar Pasal 8 huruf j UUPK yang mengatur.Â
Merupakan kewajiban para pelaku usaha sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 huruf b UUPK yakni para pelaku usaha wajib memberikan penjelasan tentang penggunaan barang dan /atau jasa. Pentingnya label dalam bahasa Indonesia semata-mata demi keselamatan dan  keamanan atas konsumsi barang tersebut.Â
Penduduk Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia akan lebih mudah dan  tepat memahami petunjuk penggunaan termasuk informasi produk apabila menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing dalam suatu label tanpa terjemahan Indonesianya dapat menyesatkan konsumen sehingga berpotensi pada timbulnya kerugian di pihak konsumen.Â
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa atas produk impor tersebut melanggar ketentuan UUPK yaitu pasal 7 dan  pasal 8, dan  melanggar ketentuan yang terdapat di Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999, dapat dimintakan pertanggung-gugatannya baik secara pidana, perdata, maupun administratif berdasarkan UUPK dan  KUH Perdata ke para pelaku usaha dalam kasus ini.
Penutup
KesimpulanÂ
Perlindungan konsumen di Indonesia merupakan hal yang penting dikarenakan kedudukan konsumen yang rendah dibandingkan para pelaku usaha, sehingga seringkali para pelaku usaha mengabaikan dan  melanggar hak-hak konsumen.Â
Para pelaku usaha dalam memproduksi dan  mengedarkan produknya banyak merugikan konsumen, salah -satu kasus yang marak terjadi di Indonesia adalah produk impor yang tidak memberi label, baik label halal serta label berbahasa Indonesia. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 7 UUPK terkait kewajiban para pelaku usaha untuk memberikan jaminan informasi dan  petunjuk penggunaan atas suatu barang dengan benar, jelas, dan  tepat.Â
Selain itu, melanggar ketentuan Pasal 8 UUPK terkait pencantuman label. Terkait dengan produk impor pangan, melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) , Pasal 5, Pasal 10, dan  Pasal 15 PP No 69 Tahun 1999. Atas kerugian yang diterima konsumen dapat dipertanggungjawabkan oleh para pelaku usaha yang bersangkutan.Â
Importir Indonesia sesuai ketentuan Pasal 19, Pasal 21, dan  Pasal 24 Undang Undang perlindungan Konsumen yaitu para pelaku usaha yang wajib  bertanggung gugat atas produk yang telah didatangkan atau import tersebut. dalam hal ini Produsen di luar negeri dan  supermarket-supermarket di Indonesia tidak dapat dimintai pertanggung-gugatan.Â
Terhadap para pelaku usaha yang melanggar ketentuan pencantuman label dapat dikenakan sanksi perdata dan  pidana yang dijatuhkan oleh PN serta sanksi administratif yang dijatuhkan oleh BPSK. sanksi perdata berupa ganti kerugian dan  sanksi pidana berupa pidana penjara serta denda  Pasal 63 UUPK, sedangkan sanksi administratif yaitu peringatan tertulis, larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan  atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran.
Daftar pustakaÂ
Irawan, W. A. (2021). Perlindungan Konsumen Terkait Peredaran Produk Impor Tanpa Label Halal di Indonesia. Era Hukum,Volume 19, No. 2, 265-282.
Aditya Ayu Hakiki , Asri Wijayanti , Dan Rizania Kharisma Sari ," Perlindungan  Hukum Bagi Pembeli Dalam Sangketa Jual Beli Online", Justitia JurnalÂ
Hukum .Volume 1 N0.1,122 ( Juli 2017).Diakses Tanggal 10 Mei 2021
Miru,Ahmadi.Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia.
 Raja Grafindor Persada:Jakarta,2011
Shofie, Yusuf .Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia.
Citra Aditya Bakti : Bandung,2008
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H