Ketiga, produk impor maupun makanan impor tersebut memiliki label namun tidak menggunakan bahasa Indonesia. Para pelaku usaha melanggar Pasal 8 huruf j UUPK yang mengatur.Â
Merupakan kewajiban para pelaku usaha sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 huruf b UUPK yakni para pelaku usaha wajib memberikan penjelasan tentang penggunaan barang dan /atau jasa. Pentingnya label dalam bahasa Indonesia semata-mata demi keselamatan dan  keamanan atas konsumsi barang tersebut.Â
Penduduk Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia akan lebih mudah dan  tepat memahami petunjuk penggunaan termasuk informasi produk apabila menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing dalam suatu label tanpa terjemahan Indonesianya dapat menyesatkan konsumen sehingga berpotensi pada timbulnya kerugian di pihak konsumen.Â
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa atas produk impor tersebut melanggar ketentuan UUPK yaitu pasal 7 dan  pasal 8, dan  melanggar ketentuan yang terdapat di Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999, dapat dimintakan pertanggung-gugatannya baik secara pidana, perdata, maupun administratif berdasarkan UUPK dan  KUH Perdata ke para pelaku usaha dalam kasus ini.
Penutup
KesimpulanÂ
Perlindungan konsumen di Indonesia merupakan hal yang penting dikarenakan kedudukan konsumen yang rendah dibandingkan para pelaku usaha, sehingga seringkali para pelaku usaha mengabaikan dan  melanggar hak-hak konsumen.Â
Para pelaku usaha dalam memproduksi dan  mengedarkan produknya banyak merugikan konsumen, salah -satu kasus yang marak terjadi di Indonesia adalah produk impor yang tidak memberi label, baik label halal serta label berbahasa Indonesia. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 7 UUPK terkait kewajiban para pelaku usaha untuk memberikan jaminan informasi dan  petunjuk penggunaan atas suatu barang dengan benar, jelas, dan  tepat.Â
Selain itu, melanggar ketentuan Pasal 8 UUPK terkait pencantuman label. Terkait dengan produk impor pangan, melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) , Pasal 5, Pasal 10, dan  Pasal 15 PP No 69 Tahun 1999. Atas kerugian yang diterima konsumen dapat dipertanggungjawabkan oleh para pelaku usaha yang bersangkutan.Â
Importir Indonesia sesuai ketentuan Pasal 19, Pasal 21, dan  Pasal 24 Undang Undang perlindungan Konsumen yaitu para pelaku usaha yang wajib  bertanggung gugat atas produk yang telah didatangkan atau import tersebut. dalam hal ini Produsen di luar negeri dan  supermarket-supermarket di Indonesia tidak dapat dimintai pertanggung-gugatan.Â
Terhadap para pelaku usaha yang melanggar ketentuan pencantuman label dapat dikenakan sanksi perdata dan  pidana yang dijatuhkan oleh PN serta sanksi administratif yang dijatuhkan oleh BPSK. sanksi perdata berupa ganti kerugian dan  sanksi pidana berupa pidana penjara serta denda  Pasal 63 UUPK, sedangkan sanksi administratif yaitu peringatan tertulis, larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan  atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran.